Komitmen mengentaskan duÂgaan korupsi dalam proyek berÂanggaran Rp 492 miliar ini, diÂsamÂpaikan Direktur III Tipikor BaÂreskrim Polri Kombes Noer Ali yang baru menggantikan BrigÂjen Ike Edwin pada Jumat (4/11).
Namun, saat ditanya berapa total kerugian negara dalam kasus ini dan bagaimana peran bekas Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin, dia menolak memÂberi tanggapan.
Noer mengaku perlu memÂpelajari hal itu secara spesifik. Yang pasti, untuk meÂnakÂsir total kerugian negara daÂlam proyek (BP2SDM) ini, keÂpoÂlisian meÂnunggu hasil audit BaÂdan PengaÂwas Keuangan dan PemÂbangunan (BPKP).
Sambil menunggu tuntasnya audit BPKP, bekas Direktur III Tipikor Bareskrim Brigjen Ike Edwin mengatakan, pemeriksaan terhadap direktur rumah sakit umum daerah terus dilakukan. Sedikitnya sudah 10 direktur ruÂmah sakit yang telah dimintai keÂterangan sebagai saksi.
“Sudah ada tambahan dua saksi pada minggu lalu. Dari delapan menÂjadi 10 saksi. Saksi-saksi berÂasal dari direktur rumah sakit umum di daerah,†ujarnya.
Kepala Biro Humas BPKP Ratna Tianti yang dimintai tangÂgapan soal hasil audit keuangan di BP2SDM Kemenkes tahun anggaran 2009 mengaku, BPKP masih menganalisa dan mengÂhiÂtung hal tersebut. “Jika pengÂhiÂtungannya selesai, segera kami sampaikan kepada kepolisian dan KPK,†ujarnya.
Sumber penyidik kepolisian menginformasikan, pengakuan tersangka bekas Kepala Bagian Program dan Informasi SekÂreÂtaÂriat BP2SDM Kemenkes SyamÂsul Bahri mengindikasikan, peÂnyelewengan anggaran proyek BP2SDM Kemenkes 2009 erat kaitannya dengan pengadaan alat-alat kesehatan di daerah.
“Secara tidak langsung, pengaÂdaan alat kesehatan dan alat bantu program belajar mengajar di ruÂmah sakit daerah diketahui para direktur rumah sakit,†ucapnya.
Sebagaimana lazimnya, peÂngajuan anggaran yang diketahui direktur rumah sakit diajukan pada Dirjen (BP2SDM) KeÂmenÂkes. Oleh Dirjen BP2SDM, aloÂkasi anggaran ditentukan berÂdÂaÂsarkan skala prioritas. Lagi-lagi, tambahnya, penetapan skala prioritas diduga tidak dikelola secara benar. Kebutuhan daerah yang besar, ternyata mendapat anggaran yang kecil, begitu pun sebaliknya.
Hal tersebut diperparah analisa penyidik yang menyebut, peÂngeÂloÂlaan anggaran juga banyak yang tak sesuai peruntukan. BeÂrangkat dari data tersebut, keÂpolisian menetapkan status terÂsangka terhadap Syamsul Bahri.
Dalam dua kali pemeriksaan, penyidik bisa menyimpulkan, yang bersangkutan melanggar prinsip kehati-hatian dalam mengÂgunakan dan mengelola keuangan negara.
Lalu, siapa yang akan menyuÂsul jejak Syamsul Bahri jadi terÂsangka kasus ini? Penyidik terÂsebut menjawab singkat, “PeÂngumpulan keterangan saksi masih berjalan. Sebelum ada terÂsangka baru, kami konfrontir keterangan mereka terlebih dulu serta mengecek dokumen-doÂkumen yang ada.â€
Disinggung mengenai identitas dua direktur rumah sakit yang dimintai keterangan sebagai saksi pada minggu lalu, perwira meÂneÂngah ini menolak meÂnyeÂbutÂkanÂnya. Alasannya, penyidik punya kewenangan melindungi saksi. Kesaksian mereka dinilai sangat penting untuk membongkar keterlibatan pihak lain seperti Nazaruddin.
Sementara itu, Kepala Biro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto PraÂbowo menyatakan, Komisi PemÂberantasan Korupsi masih menÂsuÂpervisi penanganan kasus KeÂmenkes di kepolisian. Dengan suÂpervisi tersebut, tidak ada alasan buat KPK untuk mengambil alih penanganan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar penÂdiÂdiÂkan dokter spesialis di rumah saÂkit pendidikan dan rujukan di BP2SDM Kemenkes.
Perlu Diawasi Ekstra Ketat
Asfinawati, Bekas Direktur LBH
Bukan tidak mungkin ada permainan internal kepolisian yang memicu pengusutan kasus dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan tak kunjung tuntas. Lantaran itu, tindak-tanduk keÂpoÂlisian menangani kasus terseÂbut perlu diawasi ekstra ketat. DeÂmikian keterangan bekas DiÂrektur Lembaga Bantuan HuÂkum (LBH) Asfinawati.
Menurut dia, kepercayaan maÂsyarakat terhadap kepolisian saat ini sangat rendah. Hal terÂseÂbut dipicu berbagai skandal koÂrupsi yang melibatkan okÂnum keÂpoÂlisian. “Bagaimana keÂpolisian bisa menangani kaÂsus korupsi deÂngan baik jika aparatnya maÂsih korup,†tandas Asfinawati.
Lantaran itu, dia pesimis bahÂwa kepolisian akan bisa lebih cepat menuntaskan perÂkara korupsi di Kemenkes dan kasus lain yang merugikan keuangan negara. Diakui, seÂlama ini mÂeÂmang sudah terlihat beberapa perkara korupsi yang berhasil diÂungkap kepolisian. Namun, hal tersebut masih seÂbaÂtas meÂnyentuh dasarnya.
Asfinawati berharap, kepoÂlisian kelak mampu menangani kasus-kasus korupsi besar. Jika saat ini kepolisian mengeluhkan optimalisasi penanganan perÂkara terbentur keterbatasan angÂgaÂran serta personel, hal terseÂbut hendaknya bisa disiasati. MiÂsalnya, mengalihkan angÂgaÂran dari pos-pos yang nonÂproÂdukÂtif ke pos yang memÂbuÂtuhÂkan anggaran tambahan.
“Yang paling penting saat ini adalah menunjukkan prestasi menyelesaikan kasus korupsi besar dulu, baru bicara anggaÂran tambahan,†sarannya.
Khawatir Polisi Tak Serius
Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifudin Sudding menilai, Polri lelet menangani dugaan koÂrupsi di Kementerian KeseÂhaÂtan ini. Jika dibiarkan berÂlaÂrut-larut, kelambanan peÂnaÂngaÂnan perkara korupsi di sektor kesehatan, bisa menurunkan mutu pelayanan kesehatan maÂsyarakat secara umum. “Saya khawatir kepolisian tidak serius menangani kasus ini,†ujarnya.
Jika dibandingkan penanÂgaÂnan kasus lain, menurutnya, kepolisian terkesan sangat siÂgap. Tapi, ketika menangani perÂkara korupsi, kepolisian lebih banyak melempemnya. Apalagi, jika kasus korupsi itu diduga melibatkan kelompok elit atau penguasa.
Kondisi yang sudah lazim itu, saran Sudding, hendaknya tidak terjadi berulang-ulang. Di baÂwah kepemimpinan Kapolri Jenderal Timur Pradopo serta Direktur Tindak Pidana Korupsi yang baru, kepolisian seÂmesÂtiÂnya menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam menangani kasus korupsi.
Dengan koÂmitÂmen ini, dia berÂÂharap, kasus KeÂmenkes yang sudah ngendon hampir tiga taÂhun di kepolisian bisa tunÂtas leÂbih cepat. “Jangan diÂtunda-tunÂda penanganannya. Ini meÂnyangkut nasib mÂaÂsyaÂrakat. Jika dibiarkan, nanti bisa menÂjadi semacam kejahatan terÂhadap kemanusiaan,†katanya.
Dia berpendapat, efek atas kejahatan korupsi yang sangat global tersebut, semestinya jadi patokan kepolisian dalam mengÂgenjot penuntasan kasus ini. Dia juga mengingatkan, beÂlum adanya penahanan terÂhaÂdap terÂsangka kasus ini bisa meÂnimÂbulkan efek yang negatif. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: