Dalam sidang putusan pada 25 Oktober 2011 itu, Ketua Majelis Hakim Albertina Ho menyatakan, Cirus tidak seharusnya berÂtangÂgung jawab sendiri dalam kasus ini.
Pernyataan Albertina seolah menjadi PR bagi Mabes Polri yang telah menyelesaikan peÂnyiÂdikan terhadap Cirus, dan bagi KeÂjaksaan Agung yang telah meÂnyelesaikan penuntutan terhadap jaksa senior itu. Tapi, hingga keÂmarin, Mabes Polri dan KeÂjakÂsaan Agung belum mengerjakan PR dari Albertina itu.
Menurut Kepala Bagian PeÂneÂrangan Masyarakat Polri Kombes Boy Rafli Amar, pihaknya akan menelusuri dugaan keterlibatan jaksa lain dengan cara menggali fakta persidangan kasus Cirus.
Polri, lanjut Boy, saat ini memÂbutuhkan data konkret mengenai ada atau tidaknya keterlibatan ataÂsan Cirus daÂlam perkara terÂsebut.
“Tentunya akan kami telusuri lagi. Yang kami butuhkan saat ini adalah bahan-bahan yang meÂnunÂjukkan adanya keterlibatan atasan Cirus,†katanya ketika dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Namun, Boy tidak menyatakan kapan pihaknya akan mulai meÂnindaklanjuti pernyataan hakim Albertina itu. Dia juga tidak meÂnyeÂbut siapa jaksa lain yang diduÂga terlibat kasus ini selain Cirus. “PerÂkara ini akan kami kaji lagi seÂcara mendalam. Kalau ada bukti kuat, akan kami proses,†ucapnya.
Wakil Jaksa Agung Darmono juga mengaku akan meninÂdakÂlanjuti pernyataan Albertina saat memvonis jaksa peneliti kasus Gayus itu. Namun, Darmono meÂngaku belum menerima laporan hasil sidang tersebut.
“Kami maÂsih menunggu laporÂan hasil siÂdang tersebut,†katanya melalui SMS, kemarin.
Jika sudah menerima laporan tersebut, lanjut Darmono, maka pihaknya akan menindaklanjuti dugaan keterlibatan atasan Cirus. NaÂmun, DarÂmoÂno tidak meÂnyeÂbutÂkan siapa atasan Cirus yang diduga terlibat menghilangkan paÂsal korupsi Gayus Tambunan. Saat itu, Gayus akan didakwa di PeÂngadilan NeÂgeri Tangerang.
Yang pasti, pada 22 Juni 2010, peÂnyidik Mabes Polri pernah meÂmanggil Direktur Prapenuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Poltak MaÂnulang untuk diperiksa sebagai sakÂsi kasus ini. Poltak datang berÂbarengan dengan Cirus.
Poltak meÂngeÂnaÂkan safari hiÂtam, sedangkan Cirus memakai seÂragam jaksa dan jaket hitam. KeÂÂtika itu, Poltak memÂbantah meÂÂngenal Gayus. “Saya tak kenal Gayus. Saya hanya Direktur PraÂpeÂÂnuntutan. Saya hanya di beÂlaÂkang meja,†alasannya.
Pemanggilan Poltak untuk yang kedua kali terjadi pada 3 Maret 2011. Saat itu, Kombes Boy Rafli Amar memÂbeÂnarkan, penyidik memanggil Poltak untuk dimintai keterangan sebaÂgai saksi perkara Gayus. “SeÂsuai jadwal, kami memanggil beÂliau sebagai saksi kasus Gayus,†kaÂtanya di Mabes Polri, Jakarta.
Kemudian, pada 25 Januari 2011, Cirus ditetapkan Mabes Polri sebagai tersangka pengÂhiÂlaÂngan pasal korupsi yang akan diÂdakwakan kepada Gayus TamÂbunan di Pengadilan Negeri TaÂngeÂrang. Cirus tidak terima deÂngan sangkaan itu.
Puncaknya, dalam pembacaan pledoi di PeÂngadilan Tipikor JaÂkarta (6/10), Cirus merasa sebaÂgai pihak yang dikorbankan KeÂjakÂsaan. “Mau tidak mau instiÂtusi Kejaksaan meÂngorbankan anak buahnya sendiri demi pencitÂraÂan,†tuding Cirus.
Tapi, pernyataan Cirus itu diÂsanggah Wakil Jaksa Agung DarÂmono. Menurutnya, pengajuan jaksa Cirus ke pengadilan tidak ada hubungannya dengan upaya memperbaiki citra kejaksaan. MeÂnurutnya, penuntutan itu murÂni karena Cirus terindikasi meÂlakukan tindak pidana.
“Kalau tiÂdak ada bukti tindak pidana, seÂseorang tidak mungkin diajukan ke pengadilan. Semua ini harus berdasarkan data dan fakta. Apa untungnya meÂngorÂbanÂkan Cirus bagi Kejaksaan,†tandasnya.
Menurut Darmono, Cirus keceÂwa atas apa yang dialaminya, seÂhingga melontarkan pernyataan seÂperti itu. “Orang kecewa bisa saja memandang semua orang salah. Misalnya saya kecewa keÂpada wartawan, bisa saja Anda saya maki-maki,†ujarnya.
P21 Tanpa Tindak Pidana Korupsi
Reka Ulang
Upaya menyusun skenario peÂnanganan kasus Gayus TamÂbuÂnan diawali pertemuan di Hotel Kristal, Jakarta Selatan. PerÂteÂmuÂan itu dijadikan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai kartu truf untuk mendakwa Cirus Sinaga, jaksa peneliti kasus GaÂyus.
JPU Eddy Rakamto menyeÂbutÂkan, setelah menerima berkas perÂkara Nomor BP/41/X/2009/Dit II Eksus atas nama Gayus Tambunan tanggal 7 Oktober 2009, kuasa hukum Gayus, HaÂpoÂsan Hutagalung pada 15 OktoÂber 2009 mempertemukan Cirus, jaksa Fadil Regan dengan peÂnyiÂdik kepolisian Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini. Pertemuan itu digelar di Hotel Kristal, Jalan TeÂrogong, Cilandak, Jakarta Selatan.
Menurut JPU, di hadapan kuaÂsa hukum Gayus, Kompol Arafat menerangkan kepada Cirus dan Fadil Regan tentang perÂmaÂsaÂlaÂhan yang ada dalam berkas GaÂyus. Permasalahan itu terletak pada tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi, serta pasal yang disangkakan.
Yaitu, Pasal 3 atau 6 Undang-UnÂdang Nomor 15 Tahun 2002 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang TinÂdak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang PemÂbeÂranÂtasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut JPU, penjelasan AraÂfat ditanggapi Cirus. Selanjutnya, guna memÂbahas perÂÂkara Gayus, pertemuan dilanÂjutÂkan AKP Sri Sumartini dengan Cirus, Fadil dan Haposan. KeÂmuÂdian, Cirus melalui Fadil memÂbeÂÂritahu Sri Sumartini untuk meÂnamÂÂbahkan pasal baru, yaitu Pasal 372 KUHP tentang pengÂgelapan.
Menurut JPU, Cirus melalui Fadil mengatakan,“Kalau mau perÂkaranya ingin cepat P-21, tambahkan Pasal 372 KUHP,†sitir JPU. Cirus haÂnya memberi peÂtunjuk pemÂbukÂtian tinÂdak piÂdana umum seputar keÂlengkapan formil dan materil.
KeÂlengkapan formil itu ialah meÂminta penyidik memperbaiki agama yang ditulis sesuai idenÂtitas. Pada kelengkapan materil, Cirus meminta penyidik meÂlaÂkuÂkan pemÂblokiran rekening BCA milik Gayus dan melakukan pÂeÂnyiÂtaan.
Kedua, Cirus juga meminta peÂnyidik mencari alat bukti lain yang bisa mendukung pemÂbukÂtiÂan tindak pidana pencucian uang. KeÂtiga, Cirus meminta agar keteÂraÂngan saksi dan terÂsangka beriÂkut keterangan kapan dan dimana uang Rp 370 juta itu diterima Gayus.
Menurut JPU, petunjuk itu saÂma dengan petunjuk lisan yang disampaikan Cirus melalui Fadil kepada Sri Sumartini yang meÂngaÂrahkan pemeriksaan Gayus dengan Pasal 372 KUHP. ArtiÂnya, dakwa JPU, Cirus jelas-jelas mengesampingkan atau bahkan tidak menyinggung pasal pidana korupsinya.
Lalu, pada 21 Oktober 2009, peÂnyidik Bareskrim Polri meneÂrima surat pengembalian berkas Gayus. Keesokan harinya, Sri SuÂmartini mengirim kembali berkas perkara Gayus yang telah ditamÂbahÂkan Pasal 372 KUHP. MenuÂrut JPU, setelah mengetahui berÂkas Gayus memuat tambahan Pasal 372 KUHP, Cirus langsung menyatakan berkas perkara itu lengkap atau P-21.
Usut Bawahan Sudah jadi Tren
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menyambut baik keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara bagi jaksa Cirus Sinaga.
Sebaliknya, dia menyayangÂkan sikap Cirus yang enggan berÂkomentar di hadapan majelis hakim perihal keterlibatan piÂhak lain dalam kasus hilangnya pasal korupsi PNS Ditjen Pajak Gayus Tambunan.
“Kasus ini tergolong terenÂcaÂna dan terorganisir secara rapi. Saya menduga, ada keterlibatan oknum lainnya. Makanya, saya meÂminta supaya itu diusut seÂcara tuntas oleh aparat penegak huÂkum,†katanya, kemarin.
Menurutnya, pengusutan suaÂtu perkara yang hanya sampai pada level bawah, sudah menÂjadi tren. Lantaran itu, Basarah meminta aparat penegak hukum meninggalkan kebiasaan buruk seperti itu. “Nantinya, perkara itu bukannya tuntas malah meÂngambang tidak jelas,†ujarnya.
Kebiasaan itu juga menimÂbulÂkan keberanian para petinggi suatu instansi untuk melakukan kejahatan dengan modus meÂmanfaatkan anak buahnya sebaÂgai tameng.
“Coba lihat kasus Gayus, ada tidak pejabat tingÂginya yang keÂna. Si pejabat itu nanti akan meÂrasa aman karena telah dilinÂdungi anak buahnya,†cetusnya.
Menurut Achmad, jika InÂdonesia mau memberantas koÂrupsi dan kejahatan birokrasi, maka harus ada efek jera terÂhadap pelaku kejahatan yang dilakukan setiap pejabat negara. “Termasuk daÂlam mengungkap, siapa atasan Cirus Sinaga yang mendalangi aksi penghapusan pasal korupsi tersebut,†katanya.
Basarah meminta kasus Cirus dijadikan sebagai pelajaran penÂting bagi Kejaksaan. Sebab, kaÂtaÂnya, kasus ini menjadi tolak ukur baik buruknya penilaian masyarakat terhadap lembaga kejaksaan.
“Kami di Komisi HuÂÂkum ingin Kejaksaan menÂjadi sebuah lemÂbaga yang baik citranya di mata masyarakat,†tuturnya.
Belum Tentu Atasan Cirus yang Terlibat
Halius Hosen, Ketua Komisi Kejaksaan
Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen menekankan agar kasus jaksa Cirus Sinaga ditunÂtaskan secara merata.
Maksudnya, Polri dan KeÂjaksaan Agung tidak hanya menÂcari atasan Cirus yang diÂduga terlibat. Tapi, telusuri pula siapa bawahan dan oknum jaksa yang satu level dengan Cirus dalam perkara tersebut.
“Kalau hanya mencari ataÂsanÂnya, seakan-akan kedua lemÂbaga itu sudah mengetahui bahwa yang tidak beres adalah atasan Cirus. Padahal, belum tentu atasannya terlibat. Di siniÂlah perlu kecermatan tim peÂnyidik Polri,†katanya.
Halius menambahkan, segala macam tudingan hendaknya disertai dengan sejumlah bukti kuat agar menjadi fakta yang tiÂdak bisa dipungkiri. Tapi, dia tiÂdak menyalahkan hakim AlÂbertina Ho yang menduga adaÂnya keterlibatan atasan Cirus dalam perkara hilangnya pasal korupsi Gayus ini.
“Itu kan peÂngamatan hakim. Saya setuju saja, tapi untuk meÂnyidik masalah itu sudah menÂjadi kewenangan Mabes Polri,†ucap Pria kelahiran Padang, 26 Juni 1949 ini.
Dia sangat berharap kasus seperti ini tak terulang lagi di instansi Kejaksaan. Karena itu, Halius meminta seluruh jaksa lebih berhati-hati saat meÂnaÂngaÂni suatu perkara. Terlebih, kata Halius, Korps Adhyaksa teÂlah mendapatkan remunerasi dari pemerintah.
“Harus ditunjukkan kinerÂjaÂnya dengan baik. Kami seÂnanÂtiasa mengawasi kinerja para jaksa,†ujarnya.
Selain itu, kata dia, instansi KeÂjaksaan mesti mengemÂbaliÂkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga yang kini diÂpimpin Basrief Arief itu. “Saya harap ini tidak akan terulang,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: