RMOL. Lantaran vonis bebas diberikan kepada sejumlah terdakwa kasus korupsi, Komisi Yudisial (KY) akan melakukan ekasaminasi untuk mencari tahu, apakah putusan tersebut sudah sesuai koridor hukum atau tidak.
Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian dan PengemÂbangan KY Jaja Ahmad Jayus merasa prihatin dengan sejumlah voÂnis bebas yang dijatuhkan keÂpada terÂdakwa kasus korupsi. Jaja meÂrasa heran ketika sejumlah hakim di berbagai tingkat pengaÂdilan meÂngeluarkan vonis bebas tersebut.
“Terlebih jika itu Pengadilan Tipikor. Kebanyakan perkara koÂrupsi yang ditangani KPK jarang yang lolos, tapi sekarang kan baÂnyak nih yang ternyata diputus beÂbas, itu yang jadi perhatian kita,†katanya ketika dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Selain akan melakukan kajian, menurut Jaja, KY menurunkan tim untuk melakukan investigasi, apakah ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim pemutus bebas sejumlah terÂdakÂwa kasus korupsi tersebut.
“EfekÂtifnya pada 2012. SyuÂkur-syukur Desember nanti akan berjalan,†ucapnya.
Selain vonis bebas diÂberikan oleh majelis hakim PeÂngadilan Tipikor Bandung kepada tiga pejabat daerah yang tersangkut kasus koÂrupsi, vonis bebas juga terjadi di Provinsi Lampung.
PaÂda Senin, 17 Oktober 2011, maÂjelis hakim PeÂngadilan Negeri TanjungÂkaÂrang, Lampung memÂberikan voÂnis bebas terhadap Bupati nonÂaktif Lampung Timur, Satono. SaÂtono merupakan terÂdakÂwa kaÂsus korupsi dana kas APBD LamÂpung Timur senilai Rp 119 miliar.
Hanya berselang dua hari, Rabu 19 Oktober, giliran bekas BuÂpati Lampung Tengah Andi Ahmad Sampurna Jaya yang diÂvonis bebas oleh majelis hakim PeÂngadilan Negeri TanjungÂkaÂrang. Bupati periode 2005-2010 ini didakwa terlibat korupsi kas daerah Pemkab Lampung Tengah seÂbesar Rp 28 miliar. Kedua perÂkara korupsi itu diketuai hakim yang sama, yakni Andreas Suharto.
Terkait vonis bebas untuk dua pejabat daerah Lampung itu, KeÂtua Muda Bidang Pengawas MahÂkamah Agung (MA) Hatta Ali mengaku akan melakukan evaluasi kepada majelis hakim PeÂngadilan Negeri TanjungÂkaÂrang, Lampung.
Menurutnya, MA akan meÂnguÂsut vonis bebas tersebut dengan menganalisis berkas putusan. “Sudah pasti kami akan evaluasi. Kami akan meminta putusannya untuk dievaluasi,†kata Hatta.
Selain itu, MA juga meminta seÂluruh elemen masyarakat beÂkerja sama agar dapat memÂbeÂriÂkan laporan dan masukan meÂngenai dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim tersebut.
“Sebenarnya kami menghaÂrapÂkan masukan-masukan dari masÂyarakat kalau ada anggapan maÂjelisnya melakukan penyimÂpaÂngan-penyimpangan, melangÂgar kode etik dan pedoman peÂrilaku hakim,†katanya.
Sepanjang tahun 2011, setiÂdakÂnya sudah lima kepala daerah yang menjadi terdakwa kasus korupsi, divonis bebas. Kelima terÂdakwa itu ialah Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat (divonis bebas pada 22 Agusutus 2011), Wakil Walikota Bogor Ahmad Ru’yat (divonis bebas pada 8 SepÂÂtember 2011), Walikota BeÂkasi Mochtar Mochammad (diÂvonis bebas pada 11 Oktober 2011), Bupati nonaktif Lampung Timur Satono (divonis bebas pada 17 Oktober 2011) dan bekas Bupati Lampung Tengah Andi Ahmad Sampurna Jaya (divonis bebas pada 19 Oktober 2011).
Jaja menilai, vonis bebas itu bisa terjadi karena kontruksi dakÂwaan jaksa lemah atau meÂmang hakimnya yang bermaÂsalah. “ArÂtinya, kami harus tangÂgap untuk menindaklanjuti kasus tersebut,†tandasnya.
Jaja mengatakan, ketaatan hukum hakim-hakim dari tingkat pertama hingga pengadilan tinggi masih minim. Hal tersebut diÂsamÂpaikan setelah KY yang bekerja sama dengan peneliti dari berÂbaÂgai perguruan tinggi di Indonesia, melakukan penelitian terhadap sejumlah putusan hakim.
Menurutnya, jika dibandingÂkan hasil penelitian yang sama pada 2009, tahun ini tercatat paÂling banyak putusan haÂkim yang tidak memenuhi huÂkum acara. Pada 2009, kata dia, dari 682 puÂtusan yang diteliti, 175 di antaraÂnya atau setara deÂngan 23,81 perÂsen tidak meÂmeÂnuhi hukum acaÂra.
Sementara tahun 2010, dari 1324 puÂtuÂsan yang diteliti, 225 di antÂaÂraÂnya atau setara 14,06 perÂsen tidak memenuhi hukum maÂteril. Sedangkan pada 2011, dari 623 putusan diteliti, sebanyak 173 atau setara dengan 40,71 persen tak memenuhi hukum acara.
Sebelumnya, Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh mengaÂtaÂkan, dalam menilai putusan haÂkim dan proses di baliknya, diÂbuÂtuhkan kecermatan dan keÂakuratan data. Menurutnya, hal ini sebagai wujud profesionalitas dalam menjaga independensi hakim. Dia menyatakan, selain keÂpada pihak pengadilan, KY juga meminta data tambahan ke pihak lain, seperti KPK.
“Untuk sejumlah kasus vonis bebas, tentunya KY akan awali deÂÂngan proses pengumpulan data. Tanpa adanya data kita tidak bisa lakukan apa-apa,†kata Imam kepada Rakyat Merdeka.
KY Bisa Segera Ambil Tindakan
Adhie Massardie, Aktivis LSM GIB
Aktivis LSM Gerakan IndoÂnesia Bersih (GIB) Adhie MaÂsÂsardie menilai, terulangnya voÂnis bebas kepada terdakwa kaÂsus korupsi merupakan hal iroÂnis bagi penegakan hukum serta wacana pemerintah yang meÂnyeÂrukan perang terhadap korupsi.
Menurutnya, vonis bebas itu bisa terjadi karena dua kemungÂkinan. Pertama, kata dia, perÂtimÂbangan hukum yang dilakuÂkan oleh majelis hakim sudah beÂnar-benar menyimpang.
“Kedua, bisa jadi dakwaan jaksa itu lemah sehingga haÂkim memang benar-benar tidak meÂlihat dakwaan kuat yang bisa menghukum seorang terdakÂwa,†kata Adhie kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Adhie menuturkan, jika haÂkim tidak mempertimbangkan fakta hukum yang ada, maka patut diperiksa Komisi Yudisial (KY). Soalnya, kata dia, hal itu termasuk ke dalam kategori peÂlanggaran kode etik yang dilaÂkuÂkan hakim.
“Hakim harus seÂnantiasa memperhatikan fakta persidaÂngan dalam mengeÂluarÂkan perÂtimbangan hukum. Jika ini tidak diperhatikan, maÂsyaÂrakat bisa meÂlapor kepada KY dan KY bisa segera bertindak,†ucapnya.
Dia juga mengkritisi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terlalu percaya diri kala menangani suatu perkara. Karena itu, dia meminta KPK selalu serius dalam menaÂngani perkara. “Kalau memang dakÂwaÂan jaksa lemah, berarti meÂmang KPK yang kurang teliti dalam meÂnyusun dakÂwaan,†tandasnya.
Selain itu, Adhie juga meÂminta KPK membersihkan lemÂbaga peradilan dari jeratan maÂfia hukum. Soalnya, lanjut dia, pemberian vonis bebas itu bisa juga karena adanya mafia huÂkum yang berkeliaran di suatu lembaga peradilan.
“Jadi, saya melihat KPK ini tidak punya konsep untuk memÂbersihkan lembaga peradilan. Hasilnya, lembaga peradilan kita bisa menjual beli hukum seperti ini,†ucapnya.
Tak Mau Terus Lihat Terdakwa Bebas
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mendukung langkah Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan eksaminasi seÂjumlah putusan bebas terhaÂdap terdakwa kasus korupsi yang saat ini marak terjadi. SoalÂnya, dengan eksaminasi itu akan terlihat apakah putusan hakim itu benar atau menyimpang.
“Kami di DPR tidak mau terus menerus melihat sejumlah terÂdakwa kasus korupsi dapat menghirup udara bebas. Kalau begitu, kapan mau beresnya masalah korupsi ini,†katanya
Pasca disahkannya Undang-Undang (UU) pada 10 Oktober lalu, Nudirman meminta KY mulai menunjukkan taringnya sebagai lembaga pengawas haÂkim. Sebab, kata dia, dalam UU yang baru, lembaga yang dikoÂmandoi oleh Eman Suparman itu diberikan kewenaÂngan untuk melakukan penyaÂdaÂpan terhdap seorang hakim.
“Meski, pada mekasnisÂmenya KY harus berkoÂordinasi dengan aparat hukum lain,†ucap politisi Partai Golkar itu.
Tapi, kata dia, UU tersebut masih terdapat keÂkurangan. Menurutnya, daÂlam UU yang baru, KY tetap tidak bisa meÂnindak hakim yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Tapi, saya tetap mendukung supaya KY bisa memberÂhenÂtiÂkan para hakim yang mudah terÂkena suap. Lagi-lagi dalam hal ini KY harus bentrok dengan MA,†tandasnya.
Nudirman pun sangat menÂdukung KY untuk menindak tegas para hakim yang gemar memberikan vonis bebas terÂhaÂdap para terdakwa korupsi. SeÂbab, katanya, jika terus diÂbiarÂkan, lama kelamaan lembaga peradilan makin tak menentu putusannya. “Jelas tidak boleh dibiarkan. Selidiki itu hakim yang beri vonis bebas, apabila terbukti, segera tindak, jangan mengulur waktu,†katanya.
Ketua Bidang Sumber Daya MaÂnusia, Penelitian dan PeÂngemÂbangan KY Jaja Ahmad Jayus menilai, vonis bebas bisa terjadi karena kontruksi dakÂwaan jaksa lemah atau memang hakimnya yang bermasalah. “ArÂtinya, kami harus teliti daÂlam menindaklanjuti kasus-kaÂsus tersebut,†tandasnya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: