RMOL. Komisi Yudisial tengah menganalisa putusan bebas tiga terdakwa kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung. Jika analisa itu selesai, maka lembaga pengawas hakim itu akan memanggil ketua dan anggota majelis hakim kasus-kasus tersebut.
Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh meÂngatakan, pihaknya tak hanya menganalisa putusan bebas untuk Walikota Bekasi Mochtar MocÂhamÂmad, tetapi juga vonis bebas untuk dua terdakwa lainnya, yakÂni Bupati Subang Eep Hidayat dan Wakil Walikota Bogor AhÂmad Ru’yat.
“Kasus Pak Mochtar merupaÂkan laporan masyarakat terakhir yang kami terima. SeÂbeÂlumnya sudah ada laporan bebasnya BuÂpati Subang dan Wakil Walikota Bogor,†katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Imam, ketiga laporan masyarakat itu tengah didalami KY guna mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. NaÂmun, dia enggan membeberkan suÂdah sejauh mana KY meneÂlisik, apakah ada pelanggaran etik di balik putusan bebas tersebut. “Nanti akan kami sampaikan. Saat ini kami tengah meÂngumÂpulÂkan bukti-bukti,†tandasnya.
Dia menambahkan, jika maÂjelis hakim ketiga kasus itu terÂindikasi melakukan pelanggaran, maka pihaknya tidak segan untuk memanggil dan meÂreÂkoÂmenÂdÂasiÂkan ke Mahkamah Agung (MA) agar menjatuhkan hukuman.
“Kalau itu ada unsur penyuaÂpan, maka kami tidak segan untuk merekomendasikan pemecatan,†tandasnya.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung memutus bebas tiga pejabat daerah, yakni Bupati Subang Eep Hidayat dalam kasus korupsi biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan Kabupaten Subang senilai Rp 14 miliar, WÂaÂkil Walikota Bogor Ahmad Ru’yat dalam perkara korupsi APBD 2002 sebesar Rp 6,8 miliar serta Walikota Bekasi Mochtar MocÂhamÂmad dalam kasus suap pemeÂnangan Adipura Kota Bekasi, peÂnyalahgunaan APBD Kota BeÂkasi Rp 639 juta, suap Rp 800 juta kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan suap pengesahan APBD Rp 4 miliar.
Vonis bebas terbaru di PeÂngaÂdilan Tipikor Bandung dan teÂngah menjadi sorotan berbagai kaÂlangan adalah putusan bebas murni untuk Mochtar. Majelis hakim yang menyidangkan Mochtar itu terdiri dari Azharyadi Pria Kusuma sebagai Ketua, deÂngan anggota Eka Suharta Winata Laksana dan Ramlan CoÂmel.
Menurut Imam, KY akan berÂkoordinasi dengan Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dugaan penyimÂpaÂngan itu. Jika terbukti ada prakÂtik suap, lanjutnya, maka menÂjadi keÂwenangan KPK untuk menaÂnganinya.
“Kami akan melihat rekaman persidangan, apakah ada pelangÂgaran kode etik yang dilaÂkukan hakim itu,†ucapnya.
Sedangkan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, KPK akan meÂngeÂvaluasi surat dakÂwaÂan yang diÂsuÂsun jaksa penuntut umum (JPU) setelah majelis haÂkim Pengadilan Tipikor meÂmuÂtus bebas Mochtar daÂlam empat perkara korupsi.
“KPK juga akan memperlajari rekaman CCTV persidangan unÂtuk kepentingan internal, guna meÂngetahui bagaimana perÂsiÂdaÂngan itu berlangsung,†katanya.
Vonis bebas Mochtar dinilai jangÂgal oleh LSM Indonesia CorÂruption Watch (ICW). Pasalnya, vonis itu tidak seperti yang mÂeÂnimÂpa tiga pejabat Pemerintah Kota Bekasi.
Tiga anak buah Mochtar itu divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor JakarÂta. Padahal, kasus yang membelit mereka sama dengan yang memÂbelit Mochtar.
Tiga pejabat Pemkot Bekasi yang divonis bersalah adalah Sekretaris Daerah Bekasi Tjandra Utama Effendi, Kepala InspekÂtoÂrÂat Kota Bekasi Herry LukÂmanÂtohari serta Kepala Bidang Aset Akuntansi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Bekasi Herry Suparjan.
Tjandra divonis tiga tahun penÂjara, Herry Lukmantohari menÂdapat hukuman 2,5 tahun penjara dan Herry Suparjan divonis dua tahun penjara. Ketiganya divonis pada 15 November 2010.
Jangan Sampai Putusan Hakim Baunya Amis
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum
Bekas hakim Pengadilan NeÂgeri Jakarta Pusat Asep Iwan Iriawan heran Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mochammad divonis bebas. Soalnya, sangat jarang vonis bebas berlaku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Aneh juga mengapa majelis hakim tidak menengok kasus Mochtar yang menimpa teman sejawatnya di Pengadilan TipiÂkor Jakarta. Mochtar bebas, seÂmentara teman-temannya menÂdeÂkam di dalam penjara,†kata dosen ilmu hukum ini.
Asep mengakui, hakim memÂpunyai kewenangan untuk membebaskan para terdakwa. NaÂmun, kata dia, perlu diduÂkung fakta yang benar-benar terÂuji untuk membebaskan seÂorang terdakwa.
“Harus diÂduÂkung dengan alasan logis, filosofis, sosioÂloÂgis dan jangan sampai putuÂsanÂnya itu bau amis,†ucapnya.
Dia berpendapat, kasus ini juga menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih cermat lagi di kemudian hari dalam menyusun dakwaan. “Di satu sisi, ini penÂting bagi KPK untuk lebih inÂtrospeksi, apakah rumusan dakÂwaannya harus diperbaiki atau tidak. Tapi di sisi lain, haÂkimÂnya juga harus dilihat, apaÂkah pemahaman terhadap maÂsalah itu utuh,†ujarnya.
Asep berharap majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung benar-benar mengeluarkan puÂtuÂsan yang cermat terhadap perÂkara Mochtar Mochammad. Dia mengingatkan bahwa profesi hakim sering disebut sebagai wakil Tuhan di dunia.
“KaÂreÂnaÂnya, jangan sampai tercium aroma amis pada putuÂsan hakim seperti yang saya bilang tadi,†tandasnya.
Ketika ditanyakan perlukan Komisi Yudisial (KY) turun taÂngan menangani perkara ini, Asep menjawab, KY tidak puÂnya kewenangan apapun untuk mengusut putusan hakim.
Tanggung Jawabnya Dunia Dan Akhirat
Herman Herry, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Herman Herry salut dengan kinerja majelis hakim PengaÂdiÂlan Tipikor Bandung yang memÂberikan vonis bebas terÂhaÂdap Walikota Bekasi nonaktif, Mochtar Mochammad. Herman menilai, majelis hakim sudah berdasarkan fakta persidangan dalam mengadili Walikota BeÂkasi nonaktif itu.
“Azas keadilan dan hati nuÂrani hakim sudah benar. Yang terpenting di sini ialah dasar keputusan hakim itu betul-betul bisa dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat,†kata poÂlitikus PDIP ini.
Menurutnya, keputusan terÂsebut telah memberikan keÂpasÂtian hukum terhadap Mochtar dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sehingga, kata dia, semua pihak diminta untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Kepastian hukum dan rasa keÂadilan dalam perkara ini suÂdah terlihat. Saya harap PeÂngaÂdilan Tipikor Bandung tetap menjadi yang terbaik seperti ini,†tandasnya.
Herman tidak memperÂmÂaÂsÂaÂlahÂkan kepada pihak-pihak yang mencurigai keputusan itu. Sebab, kata dia, yang memÂpuÂnyai kewenangan mutlak dalam perkara itu ialah majelis hakim. “Sah-sah saja jika seseorang mengungkapkan kekecÂewÂaaÂnÂnya. Yang terpenting itu, proses peradilan berjalan dengan baik dan lancar,†ucapnya.
Herman menilai, terjadinya peÂristiwa itu juga bisa diambil pelajaran bahwa institusi KPK adalah lembaga superbodi yang diisi oleh manusia biasa yang bisa salah atau tidak selalu beÂnar. Menurutnya, semua orang sifatnya relatif dan tidak ada yang absolut.
“Hal ini juga membuktikan, tiÂdak semua orang yang didakÂwa korupsi adalah orang yang suÂdah pasti bersalah,†tandasnya.
Dia pun mengimbau aparat penegak hukum supaya tidak mudah mengkoruptorkan orang yang tak bersalah. Selain itu, dia berharap masyarakat tidak meÂmandang sebelah mata seseÂorang yang belum tentu berÂsaÂlah. “Itu tantangan yang paling berat saat ini. Orang tak berÂsalah dinyataÂkan bersalah,†ujarnya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: