KY Analisa 3 Putusan Bebas Pengadilan Tipikor Bandung

Sudah Terima Laporan dari Masyarakat

Sabtu, 15 Oktober 2011, 08:32 WIB
KY Analisa 3 Putusan Bebas Pengadilan Tipikor Bandung
Komisi Yudisial

RMOL. Komisi Yudisial tengah menganalisa putusan bebas tiga terdakwa kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung. Jika analisa itu selesai, maka lembaga pengawas hakim itu akan memanggil ketua dan anggota majelis hakim kasus-kasus tersebut.

Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh me­ngatakan, pihaknya tak hanya menganalisa putusan bebas untuk Walikota Bekasi Mochtar Moc­ham­mad, tetapi juga vonis bebas untuk dua terdakwa lainnya, yak­ni Bupati Subang Eep Hidayat dan Wakil Walikota Bogor Ah­mad Ru’yat.

“Kasus Pak Mochtar merupa­kan laporan masyarakat terakhir yang kami terima. Se­be­lumnya sudah ada laporan bebasnya Bu­pati Subang dan Wakil Walikota Bogor,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Imam, ketiga laporan masyarakat itu tengah didalami KY guna mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Na­mun, dia enggan membeberkan su­dah sejauh mana KY mene­lisik, apakah ada pelanggaran etik di balik putusan bebas tersebut. “Nanti akan kami sampaikan. Saat ini kami tengah me­ngum­pul­kan bukti-bukti,” tandasnya.

Dia menambahkan, jika ma­jelis hakim ketiga kasus itu ter­indikasi melakukan pelanggaran, maka pihaknya tidak segan untuk memanggil dan me­re­ko­men­d­asi­kan ke Mahkamah Agung (MA) agar menjatuhkan hukuman.

“Kalau itu ada unsur penyua­pan, maka kami tidak segan untuk merekomendasikan pemecatan,” tandasnya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung memutus bebas tiga pejabat daerah, yakni Bupati Subang Eep Hidayat dalam kasus korupsi biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan Kabupaten Subang senilai Rp 14 miliar, W­a­kil Walikota Bogor Ahmad Ru’yat dalam perkara korupsi APBD 2002 sebesar Rp 6,8 miliar serta Walikota Bekasi Mochtar Moc­ham­mad dalam kasus suap peme­nangan Adipura Kota Bekasi, pe­nyalahgunaan APBD Kota Be­kasi Rp 639 juta, suap Rp 800 juta kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan suap pengesahan APBD Rp 4 miliar.

Vonis bebas terbaru di Pe­nga­dilan Tipikor Bandung dan te­ngah menjadi sorotan berbagai ka­langan adalah putusan bebas murni untuk Mochtar. Majelis hakim yang menyidangkan Mochtar itu terdiri dari Azharyadi Pria Kusuma sebagai Ketua, de­ngan anggota Eka Suharta Winata Laksana dan Ramlan Co­mel.

Menurut Imam, KY akan ber­koordinasi dengan Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dugaan penyim­pa­ngan itu. Jika terbukti ada prak­tik suap, lanjutnya, maka men­jadi ke­wenangan KPK untuk mena­nganinya.

“Kami akan melihat rekaman persidangan, apakah ada pelang­garan kode etik yang dila­kukan hakim itu,” ucapnya.

Sedangkan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, KPK akan me­nge­valuasi surat dak­wa­an yang di­su­sun jaksa penuntut umum (JPU) setelah majelis ha­kim Pengadilan Tipikor me­mu­tus bebas Mochtar da­lam empat perkara korupsi.

“KPK juga akan memperlajari rekaman CCTV persidangan un­tuk kepentingan internal, guna me­ngetahui bagaimana per­si­da­ngan itu berlangsung,” katanya.

Vonis bebas Mochtar dinilai jang­gal oleh LSM Indonesia Cor­ruption Watch (ICW). Pasalnya, vonis itu tidak seperti yang m­e­nim­pa tiga pejabat Pemerintah Kota Bekasi.

Tiga anak buah Mochtar itu divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakar­ta. Padahal, kasus yang membelit mereka sama dengan yang mem­belit Mochtar.

Tiga pejabat Pemkot Bekasi yang divonis bersalah adalah Sekretaris Daerah Bekasi Tjandra Utama Effendi, Kepala Inspek­to­r­at Kota Bekasi Herry Luk­man­tohari serta Kepala Bidang Aset Akuntansi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Bekasi Herry Suparjan.

Tjandra divonis tiga tahun pen­jara, Herry Lukmantohari men­dapat hukuman 2,5 tahun penjara dan Herry Suparjan divonis dua tahun penjara. Ketiganya divonis pada 15 November 2010.

Jangan Sampai Putusan Hakim Baunya Amis    

Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum

Bekas hakim Pengadilan Ne­geri Jakarta Pusat Asep Iwan Iriawan heran Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mochammad divonis bebas. Soalnya, sangat jarang vonis bebas berlaku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

 â€œAneh juga mengapa majelis hakim tidak menengok kasus Mochtar yang menimpa teman sejawatnya di Pengadilan Tipi­kor Jakarta. Mochtar bebas, se­mentara teman-temannya men­de­kam di dalam penjara,” kata dosen ilmu hukum ini.

 Asep mengakui, hakim mem­punyai kewenangan untuk membebaskan para terdakwa. Na­mun, kata dia, perlu didu­kung fakta yang benar-benar ter­uji untuk membebaskan se­orang terdakwa.

“Harus di­du­kung dengan alasan logis, filosofis, sosio­lo­gis dan jangan sampai putu­san­nya itu bau amis,” ucapnya.

 Dia berpendapat, kasus ini juga menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih cermat lagi di kemudian hari dalam menyusun dakwaan. “Di satu sisi, ini pen­ting bagi KPK untuk lebih in­trospeksi, apakah rumusan dak­waannya harus diperbaiki atau tidak. Tapi di sisi lain, ha­kim­nya juga harus dilihat, apa­kah pemahaman terhadap ma­salah itu utuh,” ujarnya.

 Asep berharap majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung benar-benar mengeluarkan pu­tu­san yang cermat terhadap per­kara Mochtar Mochammad. Dia mengingatkan bahwa profesi hakim sering disebut sebagai wakil Tuhan di dunia.

“Ka­re­na­nya, jangan sampai tercium aroma amis pada putu­san hakim seperti yang saya bilang tadi,” tandasnya.

 Ketika ditanyakan perlukan Komisi Yudisial (KY) turun ta­ngan menangani perkara ini, Asep menjawab, KY tidak pu­nya kewenangan apapun untuk mengusut putusan hakim.

Tanggung Jawabnya Dunia Dan Akhirat

Herman Herry, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Herman Herry salut dengan kinerja majelis hakim Penga­di­lan Tipikor Bandung yang mem­berikan vonis bebas ter­ha­dap Walikota Bekasi nonaktif, Mochtar Mochammad. Herman menilai, majelis hakim sudah berdasarkan fakta persidangan dalam mengadili Walikota Be­kasi nonaktif itu.

 â€œAzas keadilan dan hati nu­rani hakim sudah benar. Yang terpenting di sini ialah dasar keputusan hakim itu betul-betul bisa dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat,” kata po­litikus PDIP ini.

 Menurutnya, keputusan ter­sebut telah memberikan ke­pas­tian hukum terhadap Mochtar dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sehingga, kata dia, semua pihak diminta untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut.

“Kepastian hukum dan rasa ke­adilan dalam perkara ini su­dah terlihat. Saya harap Pe­nga­dilan Tipikor Bandung tetap menjadi yang terbaik seperti ini,” tandasnya.

 Herman tidak memper­m­a­s­a­lah­kan kepada pihak-pihak yang mencurigai keputusan itu. Sebab, kata dia, yang mem­pu­nyai kewenangan mutlak dalam perkara itu ialah majelis hakim. “Sah-sah saja jika seseorang mengungkapkan kekec­ew­aa­n­nya. Yang terpenting itu, proses peradilan berjalan dengan baik dan lancar,” ucapnya.

 Herman menilai, terjadinya pe­ristiwa itu juga bisa diambil pelajaran bahwa institusi KPK adalah lembaga superbodi yang diisi oleh manusia biasa yang bisa salah atau tidak selalu be­nar. Menurutnya, semua orang sifatnya relatif dan tidak ada yang absolut.

“Hal ini juga membuktikan, ti­dak semua orang yang didak­wa korupsi adalah orang yang su­dah pasti bersalah,” tandasnya.

 Dia pun mengimbau aparat penegak hukum supaya tidak mudah mengkoruptorkan orang yang tak bersalah. Selain itu, dia berharap masyarakat tidak me­mandang sebelah mata sese­orang yang belum tentu ber­sa­lah. “Itu tantangan yang paling berat saat ini. Orang tak ber­salah dinyata­kan bersalah,” ujarnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA