RMOL. KPK memantau para hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang akan memvonis Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad, hari ini. KPK tidak ingin ada vonis bebas lagi terhadap terdakwa perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dua terdakwa kasus korupsi yang divonis bebas majelis hakim Pengadilan Tipikor BanÂdung ialah Bupati Subang Eep Hidayat dan Wakil Walikota BoÂgor Ahmad Ru’yat. Eep HiÂdaÂyat divonis bebas dari dakwaan kaÂsus korupsi dana upah pungut PaÂjak Bumi dan Bangunan KaÂbuÂpaten Subang senilai Rp 14,29 miÂliar. Sedangkan Ahmad Ru’yat meÂrupakan terdakwa kasus koÂrupsi APBD 2002 senilai Rp 6,8 miliar.
Tapi, tak hanya Pengadilan TiÂpikor Bandung yang akan diÂpanÂtau KPK. Pengadilan Tipikor di daerah lain pun rencananya akan diÂpantau pula lembaga yang diÂkoÂmandoi Busyro Muqoddas itu. “Sehubungan dengan adanya pemÂberian vonis bebas itu, maka tentu akan kita pantau,†Kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto seusai acara diskusi “ReaÂlistiskah KPK Dibubarkan Saat ini?†di Jakarta.
Menurut Bibit, Pengadilan Tipikor Bandung yang akan menÂjadi fokus utama pihaknya lanÂtaran hari ini akan digelar sidang pemÂbacaan vonis terhadap MochÂtar Mochammad.
“Pengadilan Tipikor Bandung saat ini diawasi KPK karena beÂberapa kali membebaskan terÂdakÂwa korupsi,†tandasnya.
Bibit sangat menyesalkan maÂjelis hakim Pengadilan Tipikor BanÂdung yang memberi vonis beÂbas terhadap dua terdakwa koÂrupsi. Namun, dia tetap mengÂharÂgai keputusan hakim yang memÂberikan vonis itu. Menurutnya, keÂputusan hakim itu sifatnya mutÂlak. “Karena itu sudah saatÂnya kami pantau jalannya perÂsidangan itu,†ucapnya seraya meÂminta majelis hakim PengaÂdilan Tipikor Bandung memÂbeÂrikan hukuman yang setimpal terÂhadap seseorang yang telah terÂbukti melakukan praktik korupsi.
Namun, pensiunan Korps BhaÂyangkara ini tak menjelasÂkan lagi seÂcara konkret permaÂsalahan beÂbasnya dua terdakwa kasus koÂrupsi itu. Dirinya lebih banyak berÂbicara tentang wacana pemÂbubaran KPK yang saat ini teÂngah marak diberiÂtakan. MenuÂrutÂnya, KPK tidak mungkin dibuÂbarÂkan manakala korupsi masih meÂrajalela di Tanah Air. “KPK dibentuk karena aparat penegak hukum tidak bersih dari korupsi. SumÂber-sumber korupsi harus ditutup agar bangsa ini selamat dari bencana korupsi,†ujarnya.
Meski demikian, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan ini menyatakan KPK bisa dibuÂbarÂkan jika aparat penegak hukum suÂdah memenuhi persyaratan daÂlam menegakkan hukum. “Kalau aparat penegak hukum lain sudah bersih dari korupsi, KPK bisa dibubarkan,†katanya.
Seperti diketahui, Bupati SuÂbang nonaktif, Eep Hidayat diÂvonis bebas dari dakwaan korupsi daÂna upah pungut Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten SuÂbang pada Senin, 22 Agusutus 2011. Majelis hakim meÂnyaÂtakan, ulah terdakwa memÂbaÂgiÂkan dana biaya pemungutan paÂjak tahun 2005 hingga 2008 seÂnilai Rp 14,29 miliar itu tak terÂbukti sebagai perbuatan yang meÂlawan hukum. Putusan majelis haÂkim yang diketuai I Gusti LaÂnang ini bertolak belakang deÂngan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). jaksa meminta agar majelis menghukum Eep selama 8 tahun penjara sesuai Pasal 2 dan 3 Undang Undang tentang PemÂberantasan Korupsi.
Sementara itu, Ahmad Ru’yat juga diberikan vonis bebas oleh maÂjelis hakim yang dipimpin JoÂko Siswanto pada Kamis, 8 SepÂtember 2011. Majelis hakim menyatakan, Ahmad tak terbukti meÂlakukan korupsi duit penunÂjang kegiatan DPRD Kota Bogor periode 1999-2004, yang diduga merugikan negara hingga Rp 6,8 miliar. Padahal, jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman 4 tahun penjara. Ahmad Ru’yat juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara Rp 12 juta serta denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sedangkan Mochtar MohamÂmad ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait upaya peÂnyuaÂpan dalam pengurusan pengÂharÂgaan Adipura Kota Bekasi tahun 2010, pengesahan APBD tahun angÂgaran 2010 dan pengelolaan serta pertanggungjawaban APBD Kota Bekasi 2009 pada 15 NoÂvember 2010. Akankah, majelis hakim mengeluarkan vonis bebas untuk Mochtar, seperti halnya terhadap dua kepala daerah sebelumnya?
KY Juga Pantas Pantau Tipikor
Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil mengimbau Komisi Yudisial (KY) juga memantau persidangan vonis terhadap Walikota Bekasi nonaktif MochÂtar Mochammad. PasalÂnya, keÂwenangan KY lebih beÂsar keÂtimbang KPK dalam mengawasi perÂsidangan tersebut.
Menurutnya, hadirnya dua lemÂbaga ad hoc itu di perÂsiÂdangan Mochtar akan memÂbuat suasana persidangan berjalan deÂngan rapi. “KY mempunyai otoÂritas untuk itu. Kita harap meÂreka mau bekerjasama deÂngan KPK memantau jalannya perÂsidangan itu,†katanya.
Nasir menambahkan, banyak pejabat daerah yang melakukan korupsi lantaran mereka tidak daÂpat menjalankan otonomi daerah. Hal ini, katanya, sangat berÂbeda dengan masa Orde BaÂru. Menurutnya, pada masa itu korupsi banyak dilakukan di tingkat pusat. “Tetapi karena seÂkaÂrang ini modelnya sudah deÂsentralisasi, maka korupsi banyak terjadi di daerah. Ini juga karena lemahnya pengaÂwaÂsan dari pusat dan lembaga peÂnegak hukum,†ujarnya.
Karena itu, Nasir sangat berÂharap KPK dan lembaga peneÂgak hukum lainnya untuk meÂningÂkatkan pengawasan di tingÂkat daerah. “Soalnya desenÂtraliÂsasi pemerintah jika tidak diÂawasi dengan ketat akan terus meÂnumbuhkan praktik koÂrupÂsi,†ucap politisi PKS ini.
Namun, Nasir juga meminta kepada KPK supaya tidak meÂnyenÂtuh isi putusan hakim jika berÂniat memantau jalannya perÂsidangan vonis Walikota Bekasi itu. Menurutnya, segala macam keÂputusan hakim sifatnya meÂngikat dan tidak bisa diganggu gugat. “Kecuali jika sebeÂlumÂnya terendus kabar bahwa haÂkim yang bersangkutan terÂindiÂkasi penyuapan,†tandasnya.
Ketika ditanya, bagaimana meÂngurangi angka tindak piÂdana korupsi yang marak meÂnyeret sejumlah pejabat daerah, Nasir menjawab, Kementerian Dalam Negeri harus mengambil sikap tegas dengan menguji maÂterilkan perundang-undangan di daerah agar perkara korupsi yang dilakukan pejabat daerah dapat teratasi. “Mungkin deÂngan langkah itu bisa lebih terÂakomodir setiap gerak langkah pejabat daerah,†ujarnya.
Walikota Bekasi Harus Diganjar Lebih Berat
Boyamin Saiman, Direktur LSM MAKI
Direktur LSM Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin SaiÂman meminta masyarakat meÂwaspadai terulangnya vonis beÂbas di Pengadilan Tipikor BanÂÂdung. Pasalnya, sebelum perÂsidangan vonis Walikota BeÂkasi nonaktif Mochtar MochaÂmÂÂmad digelar, Pengadilan tipiÂkor Bandung sudah memvonis beÂbas dua terdakwa kasus korupsi.
“Itu catatan buruk bagi PeÂngaÂdilan Tipikor Bandung. BaÂgaimana mungkin peradilan tipikor yang seharusnya menÂjadi harapan atas penegakan kaÂsus tindak pidana korupsi, maÂlah membebaskan terdakwa korupsi?†katanya.
Menurut Boyamin, kepala daerah dengan segala keÂweÂnangannya pasti berpeluang korupsi. Makanya, dia berharap kepada jaksa penuntut umum unÂtuk memperkuat bukti-bukti. “Mereka harus serius menaÂngani kasus dan mengÂeksploÂrasi beÂtul bukti-bukti yang ada. KaÂreÂna, bagaimanapun putusan beÂbas harus diwaspadai,†tandasnya.
Boyamin juga menyerukan kepada masyarakat agar melaÂporkan hakim Pengadilan TipiÂkor Bandung kepada KY jika menemukan hal-hal yang ganjil dalam proses persidangan. Dia juga menyarankan masyarakat menganalisis dua putusan peÂngaÂdilan yang membebaskan BuÂpati Subang Eep Hidayat dan Wakil Walikota Bogor Ahmad RuÂhiyat. Menurutnya, analisis itu akan menjadi pertimbangan daÂri berbagai pihak untuk mengÂkaji, apakah putusan terÂsebut sesuai dengan koridor hukum atau ada hal lain yang biÂsa mengubah putusan.
Boyamin juga menilai, WaÂlikota Bekasi harus diberikan ganjaran yang berat jika terbukti korupsi. Menurutnya, hal itu untuk memberikan efek jera sekaligus pembelajaran bagi kepala daerah lain yang ingin melaÂkukan korupsi. “Jika terÂbukti bersalah, para koruptor haÂrus diganjar hukuman seÂbeÂrat-beratnya, minimal sembilan tahun penjara,†tandasnya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: