KPK Tak Kunjung Tahan 2 Tersangka Kasus Alkes

Bekas Sekretaris Menko Kesra Sudah jadi Terpidana

Sabtu, 01 Oktober 2011, 08:00 WIB
KPK Tak Kunjung Tahan 2 Tersangka Kasus Alkes
Johan Budi

RMOL. Biasanya KPK bersikap tegas terhadap para tersangka kasus ko­rupsi. Tapi, kenapa Komisi yang dipimpin Muhammad Busyro Muqoddas ini, tidak menahan dua tersangka kasus korupsi pe­nga­daan alat kesehatan. Ada apa nih?

Tersangka yang tidak di­tahan KPK itu, pertama, bekas Sek­re­ta­ris Direktorat Jenderal Bina Pe­layanan Medik Depar­te­men Ke­sehatan Ratna Dewi Umar. Bah­kan, Ratna yang ditetap­kan se­ba­gai tersangka pada perte­ngahan Mei 2010, berkas per­karanya sama sekali belum di­limpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor.

Tersangka kedua yang belum ditahan, yakni bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Depar­te­men Kesehatan Rustam Syar­ifud­din Pakaya. Rustam yang kini men­jabat Direktur Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Dharmais, ditetapkan KPK sebagai tersang­ka pada 29 September lalu.

Namun, Kepala Biro Humas Ko­misi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo ber­ala­san, penahanan terhadap Rat­­na dan Rustam belum di­per­lukan penyidik.

“Kalau penyidik minta mereka ditahan, ya tentu kami tahan. Sejauh ini belum ada permintaan penyidik untuk menahan mere­ka,” katanya.   

Rustam ditetapkan sebagai tersangka pasca Majelis Hakim Pe­ngadilan Tipikor, Jakarta men­ja­tuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada bekas Sekretaris Menteri Koordinator Kesejah­te­ra­an Rakyat  Sutedjo Juwono da­lam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kes­e­ha­­tan  tahun anggaran 2007 s­e­ni­lai Rp 40 miliar ini.  “Penetapan tersangka itu me­rupakan pe­ngem­bangan penyi­dikan dari kasus yang lalu,” kata Johan.

Menurut Johan, Rahmat di­sangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Dari Rp 40 miliar total kerugian negara, lan­jutnya, Rustam disangka mem­perkaya diri sendiri sebesar Rp 6,8 miliar.  â€Saat itu, dia ber­peran sebagai kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen,” katanya.

Johan menambahkan, peneta­pan tersangka terhadap Rustam bukan hasil final pengembangan penyidikan kasus tersebut. Lan­taran itu, tidak tertutup ke­mung­kinan KPK akan menetapkan ter­sangka lain kasus yang telah me­nyeret anak buah Menko Kesra Aburizal Bakrie, Ses­menkokesra Sutedjo Juwono  sebagai ter­pi­da­na ini.

“Kemungkinan itu ada, ter­gantung pihak penyidik,” ujar­nya.  Sementara itu, Menteri Ke­se­­hatan Endang Rahayu Sedya­ningsih seusai menghadiri acara Building Biorisk Capacity in In­do­nesia di Hotel Borobudur, Ja­karta menyatakan prihatin atas penetapan Rustam Pakaya se­bagai tersangka perkara korupsi.

“Kami akan mencari data yang membuat beliau terseret menjadi tersangka. Tapi, jika memang data menunjukkan kebenaran ke­terlibatannya dalam kasus ko­rup­si, maka memang harus diproses secara hukum,” katanya.

 Selain KPK, Mabes Polri juga menangani perkara korupsi pe­nga­daan alat kesehatan ini. Na­mun, yang Mabes Polri tangani merupakan dugaan korupsi pe­nga­daan alat kesehatan rumah sakit di 30 provinsi tahun ang­ga­ran 2009. Namun, hingga kini Mabes Polri baru sebatas me­me­rik­sa para saksi, yaitu direktur ru­mah sakit di beberapa daerah. Polisi belum menetapkan siapa saja tersangka kasus ini.

“Sampai tanggal 29 Se­p­tem­ber, penyidik merencanakan me­meriksa 17 direktur rumah sakit. Sampai sekarang, sudah tujuh atau delapan direktur rumah sakit yang dimintai keterangan,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Pol­ri, Irjen Anton Bachrul Alam di Ma­bes Polri, kemarin.

 Anton mengaku belum bisa merinci berapa  jumlah kerugian negara dalam kasus ini, soalnya masih dalam proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang jelas, kata dia, total nilai pro­­yek ini sekitar Rp 492 miliar.

“Kerugian negaranya masih dalam perhitungan, belum bisa saya sampaikan. Kami tidak perlu menunggu perhitungan dari mana-mana, cukup dari BPK,” katanya.

Korupsi Alkes Ujung-ujungnya Rugikan Masyarakat

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengi­ngat­kan KPK agar menuntaskan ka­sus lama yang belum ter­se­le­sai­kan, seperti perkara korupsi pe­ngadaan alat kesehatan ini. Apa­lagi, nilai kerugian negara dalam kasus ini cukup besar, dan ko­rupsi di balik pengadaan alat-alat kesehatan itu, sejatinya me­ru­gikan kepentingan masyarakat.

 â€œKalaupun sedang me­na­ngani kasus besar saat ini, KPK harus memberikan ruang untuk menuntaskan kasus pengadaan alkes. Sebab, yang namanya ko­rupsi itu harus terus diusut mes­ki waktu kejadiannya sudah sa­ngat lama,” katanya.

 Syarifuddin menambahkan, pe­ngusutan perkara korupsi yang sudah lama di KPK, ka­dang tidak transparan. Me­nu­rut­nya, ketidakterbukaan se­perti itu­lah yang kadang me­nim­­bul­kan gejolak masyarakat. “Lihat saja penanganan kasus Century. Begitu banyak de­mon­stran yang unjuk rasa di Gedung KPK,” ucapnya.

 Syarifuddin berharap, KPK bisa lebih profesional pasca pe­ne­tapan Rustam Syarifuddin Pakaya sebagai salah satu ter­sangka kasus pengadaan alkes ini. Dia mengimbau kepada KPK menjadikan momentum penetapan tersangka ini sebagai awal untuk menemukan aktor intelektual di balik kasus ter­sebut. “Harus bisa menemukan orang besar di balik itu semua,” tandasnya.

 Karena itu, politisi Hanura ini meminta KPK melakukan tero­bosan untuk mengungkap aktor besar kasus tersebut. Para pejabat tinggi di Kementerian Kesehatan pun, lanjutnya, bisa dimintai ke­te­rangan. “Bisa saja KPK pang­gil Menkes saat ini atau Menkes yang lalu,” sarannya.

Syarifuddin pun menilai, koor­dinasi antara Polri dan KPK dalam pengusutan kasus ini masih sangat lemah. Menu­rutnya, kedua belah pihak terke­san masih mengedepankan ego masing-masing. Dia berharap koordinasi antara Polri dan KPK dalam pengusutan kasus itu dapat berjalan dengan baik tanpa ada ego sektoral.

Tender Tak Terbuka Kerap jadi Pemicu

Jusuf Rizal, Presiden LSM LIRA

Presiden LSM Lumbung In­formasi Rakyat (LIRA) Jusuf Rizal mengingatkan, kasus ko­rupsi yang terjadi di ke­me­n­te­ri­an, biasanya bermula dari ten­der proyek yang tidak sehat. Al­hasil, kebijakan yang di­ja­lan­kan berujung pada skandal yang merugikan keuangan negara.

 â€œTidak hanya di Ke­men­te­rian Kesehatan. Coba lihat ka­sus suap pembangunan Wisma Atlet di Kemenpora. Sebe­lum­nya, ada kasus korupsi pe­nga­daan sapi impor dan mesin jahit di Kemensos. Kasus seperti itu akan terus terjadi jika tidak ada reformasi pengadaan tender,” tandasnya.

 Jusuf menambahkan, kasus ko­rupsi di kementerian sulit ter­jadi jika tendernya transparan. Makanya, kata dia, segala ma­cam kegiatan tender seharusnya dapat diketahui masyarakat luas. “Saat ini tender proyek sering disalahartikan. M­a­sya­rakat kita tak mengetahui se­dikit pun proses tender yang terjadi,” ujarnya.

 Lantas, bagaimana seharus­nya tender proyek agar bisa di­ka­takan transparan? Jusuf men­jawab, selain perlu ada Ke­pu­tu­san Presiden (Keppres) diper­lu­kan juga pengawasan yang ketat dari internal kementerian. “Tentunya, internal kemen­ter­i­an itu harus diisi orang-orang pi­lihan yang tidak mudah terke­na sogokan,” katanya.

Jusuf juga mengimbau per­lunya figur-figur menteri yang tidak mau berkompromi dengan praktik korupsi. Sebab, kata dia, kementerian banyak ditempati menteri yang kurang tegas ter­hadap para pelaku korupsi. “Bahkan, ada juga menteri yang diduga ikut terlibat praktik korupsi,” ujarnya.

Dalam kasus pengadaan alat kesehatan, menurut JPU M Rum, Sekretaris Menko Kesra Su­tedjo Juwono melakukan tin­dak pidana korupsi bersama-sama Pejabat Pembuat Komit­men Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Ngatiyo Ngayoko, Direktur PT Bersau­da­ra Daan Ahmadi, dan Direk­tur Keuangan PT Bersaudara M Riza Husni untuk mem­perkaya diri sendiri atau orang lain.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA