RMOL. Biasanya KPK bersikap tegas terhadap para tersangka kasus koÂrupsi. Tapi, kenapa Komisi yang dipimpin Muhammad Busyro Muqoddas ini, tidak menahan dua tersangka kasus korupsi peÂngaÂdaan alat kesehatan. Ada apa nih?
Tersangka yang tidak diÂtahan KPK itu, pertama, bekas SekÂreÂtaÂris Direktorat Jenderal Bina PeÂlayanan Medik DeparÂteÂmen KeÂsehatan Ratna Dewi Umar. BahÂkan, Ratna yang ditetapÂkan seÂbaÂgai tersangka pada perteÂngahan Mei 2010, berkas perÂkaranya sama sekali belum diÂlimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor.
Tersangka kedua yang belum ditahan, yakni bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis DeparÂteÂmen Kesehatan Rustam SyarÂifudÂdin Pakaya. Rustam yang kini menÂjabat Direktur Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Dharmais, ditetapkan KPK sebagai tersangÂka pada 29 September lalu.
Namun, Kepala Biro Humas KoÂmisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo berÂalaÂsan, penahanan terhadap RatÂÂna dan Rustam belum diÂperÂlukan penyidik.
“Kalau penyidik minta mereka ditahan, ya tentu kami tahan. Sejauh ini belum ada permintaan penyidik untuk menahan mereÂka,†katanya.
Rustam ditetapkan sebagai tersangka pasca Majelis Hakim PeÂngadilan Tipikor, Jakarta menÂjaÂtuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada bekas Sekretaris Menteri Koordinator KesejahÂteÂraÂan Rakyat Sutedjo Juwono daÂlam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen KesÂeÂhaÂÂtan tahun anggaran 2007 sÂeÂniÂlai Rp 40 miliar ini. “Penetapan tersangka itu meÂrupakan peÂngemÂbangan penyiÂdikan dari kasus yang lalu,†kata Johan.
Menurut Johan, Rahmat diÂsangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Dari Rp 40 miliar total kerugian negara, lanÂjutnya, Rustam disangka memÂperkaya diri sendiri sebesar Rp 6,8 miliar. â€Saat itu, dia berÂperan sebagai kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen,†katanya.
Johan menambahkan, penetaÂpan tersangka terhadap Rustam bukan hasil final pengembangan penyidikan kasus tersebut. LanÂtaran itu, tidak tertutup keÂmungÂkinan KPK akan menetapkan terÂsangka lain kasus yang telah meÂnyeret anak buah Menko Kesra Aburizal Bakrie, SesÂmenkokesra Sutedjo Juwono sebagai terÂpiÂdaÂna ini.
“Kemungkinan itu ada, terÂgantung pihak penyidik,†ujarÂnya. Sementara itu, Menteri KeÂseÂÂhatan Endang Rahayu SedyaÂningsih seusai menghadiri acara Building Biorisk Capacity in InÂdoÂnesia di Hotel Borobudur, JaÂkarta menyatakan prihatin atas penetapan Rustam Pakaya seÂbagai tersangka perkara korupsi.
“Kami akan mencari data yang membuat beliau terseret menjadi tersangka. Tapi, jika memang data menunjukkan kebenaran keÂterlibatannya dalam kasus koÂrupÂsi, maka memang harus diproses secara hukum,†katanya.
Selain KPK, Mabes Polri juga menangani perkara korupsi peÂngaÂdaan alat kesehatan ini. NaÂmun, yang Mabes Polri tangani merupakan dugaan korupsi peÂngaÂdaan alat kesehatan rumah sakit di 30 provinsi tahun angÂgaÂran 2009. Namun, hingga kini Mabes Polri baru sebatas meÂmeÂrikÂsa para saksi, yaitu direktur ruÂmah sakit di beberapa daerah. Polisi belum menetapkan siapa saja tersangka kasus ini.
“Sampai tanggal 29 SeÂpÂtemÂber, penyidik merencanakan meÂmeriksa 17 direktur rumah sakit. Sampai sekarang, sudah tujuh atau delapan direktur rumah sakit yang dimintai keterangan,†kata Kepala Divisi Humas Mabes PolÂri, Irjen Anton Bachrul Alam di MaÂbes Polri, kemarin.
Anton mengaku belum bisa merinci berapa jumlah kerugian negara dalam kasus ini, soalnya masih dalam proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang jelas, kata dia, total nilai proÂÂyek ini sekitar Rp 492 miliar.
“Kerugian negaranya masih dalam perhitungan, belum bisa saya sampaikan. Kami tidak perlu menunggu perhitungan dari mana-mana, cukup dari BPK,†katanya.
Korupsi Alkes Ujung-ujungnya Rugikan Masyarakat
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengiÂngatÂkan KPK agar menuntaskan kaÂsus lama yang belum terÂseÂleÂsaiÂkan, seperti perkara korupsi peÂngadaan alat kesehatan ini. ApaÂlagi, nilai kerugian negara dalam kasus ini cukup besar, dan koÂrupsi di balik pengadaan alat-alat kesehatan itu, sejatinya meÂruÂgikan kepentingan masyarakat.
“Kalaupun sedang meÂnaÂngani kasus besar saat ini, KPK harus memberikan ruang untuk menuntaskan kasus pengadaan alkes. Sebab, yang namanya koÂrupsi itu harus terus diusut mesÂki waktu kejadiannya sudah saÂngat lama,†katanya.
Syarifuddin menambahkan, peÂngusutan perkara korupsi yang sudah lama di KPK, kaÂdang tidak transparan. MeÂnuÂrutÂnya, ketidakterbukaan seÂperti ituÂlah yang kadang meÂnimÂÂbulÂkan gejolak masyarakat. “Lihat saja penanganan kasus Century. Begitu banyak deÂmonÂstran yang unjuk rasa di Gedung KPK,†ucapnya.
Syarifuddin berharap, KPK bisa lebih profesional pasca peÂneÂtapan Rustam Syarifuddin Pakaya sebagai salah satu terÂsangka kasus pengadaan alkes ini. Dia mengimbau kepada KPK menjadikan momentum penetapan tersangka ini sebagai awal untuk menemukan aktor intelektual di balik kasus terÂsebut. “Harus bisa menemukan orang besar di balik itu semua,†tandasnya.
Karena itu, politisi Hanura ini meminta KPK melakukan teroÂbosan untuk mengungkap aktor besar kasus tersebut. Para pejabat tinggi di Kementerian Kesehatan pun, lanjutnya, bisa dimintai keÂteÂrangan. “Bisa saja KPK pangÂgil Menkes saat ini atau Menkes yang lalu,†sarannya.
Syarifuddin pun menilai, koorÂdinasi antara Polri dan KPK dalam pengusutan kasus ini masih sangat lemah. MenuÂrutnya, kedua belah pihak terkeÂsan masih mengedepankan ego masing-masing. Dia berharap koordinasi antara Polri dan KPK dalam pengusutan kasus itu dapat berjalan dengan baik tanpa ada ego sektoral.
Tender Tak Terbuka Kerap jadi Pemicu
Jusuf Rizal, Presiden LSM LIRA
Presiden LSM Lumbung InÂformasi Rakyat (LIRA) Jusuf Rizal mengingatkan, kasus koÂrupsi yang terjadi di keÂmeÂnÂteÂriÂan, biasanya bermula dari tenÂder proyek yang tidak sehat. AlÂhasil, kebijakan yang diÂjaÂlanÂkan berujung pada skandal yang merugikan keuangan negara.
“Tidak hanya di KeÂmenÂteÂrian Kesehatan. Coba lihat kaÂsus suap pembangunan Wisma Atlet di Kemenpora. SebeÂlumÂnya, ada kasus korupsi peÂngaÂdaan sapi impor dan mesin jahit di Kemensos. Kasus seperti itu akan terus terjadi jika tidak ada reformasi pengadaan tender,†tandasnya.
Jusuf menambahkan, kasus koÂrupsi di kementerian sulit terÂjadi jika tendernya transparan. Makanya, kata dia, segala maÂcam kegiatan tender seharusnya dapat diketahui masyarakat luas. “Saat ini tender proyek sering disalahartikan. MÂaÂsyaÂrakat kita tak mengetahui seÂdikit pun proses tender yang terjadi,†ujarnya.
Lantas, bagaimana seharusÂnya tender proyek agar bisa diÂkaÂtakan transparan? Jusuf menÂjawab, selain perlu ada KeÂpuÂtuÂsan Presiden (Keppres) diperÂluÂkan juga pengawasan yang ketat dari internal kementerian. “Tentunya, internal kemenÂterÂiÂan itu harus diisi orang-orang piÂlihan yang tidak mudah terkeÂna sogokan,†katanya.
Jusuf juga mengimbau perÂlunya figur-figur menteri yang tidak mau berkompromi dengan praktik korupsi. Sebab, kata dia, kementerian banyak ditempati menteri yang kurang tegas terÂhadap para pelaku korupsi. “Bahkan, ada juga menteri yang diduga ikut terlibat praktik korupsi,†ujarnya.
Dalam kasus pengadaan alat kesehatan, menurut JPU M Rum, Sekretaris Menko Kesra SuÂtedjo Juwono melakukan tinÂdak pidana korupsi bersama-sama Pejabat Pembuat KomitÂmen Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Ngatiyo Ngayoko, Direktur PT BersauÂdaÂra Daan Ahmadi, dan DirekÂtur Keuangan PT Bersaudara M Riza Husni untuk memÂperkaya diri sendiri atau orang lain. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: