RMOL. Apa kabar hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, Imas Dianasari yang ditangkap KPK karena disangka menerima suap Rp 200 juta dari manajer PT Onamba, Odi Juanda? Imas sudah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Sukamiskin, Bandung, dan segera menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Bandung.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo menÂjeÂlaskan, penyidik KPK sudah memÂbawa Imas ke Lapas SukaÂmiskin Bandung pada Senin (26/9). Menurutnya, pemindahan itu dilakukan untuk mempermudah proses persidangan. Sebelumnya, hakim Imas ditahan di Rutan PonÂdok Bambu, Jakarta.
“Sudah dikirim ke Bandung. SeÂminggu lagi berkasnya akan diÂkirimkan ke Pengadilan Tipikor Bandung,†katanya kepada RakÂyat Merdeka, kemarin.
Namun, Johan belum meÂngeÂtaÂhui secara pasti kapan tepatnya Imas mulai diadili di Pengadilan Tipikor. Menurutnya, hal itu meÂruÂpakan kewenangan jaksa peÂnyidik KPK. “Kurang tahu, poÂkoknya yang bersangkutan sudah dikirim ke Bandung untuk ditaÂhan di sana,†katanya.
Johan menambahkan, KPK juga memindahkan Manajer AdÂministrasi PT Onamba Indonesia, Odi Juanda ke Rutan Kebon Waru, Bandung. Alasannya pun sama, yakni untuk memÂperÂmuÂdah proses persidangan. SeÂbeÂlumÂnya, Odi ditahan KPK di RuÂtan Cipinang, Jakarta. “Keduanya akan disidang di Pengadilan Tipikor Bandung,†ucapnya.
Sementara itu, menurut jaksa penyidik KPK Riyono, Imas diÂpindahkan sembari menunggu berkas dakwaan selesai digarap jaksa penuntut umum (JPU). “Supaya nanti kalau kami limÂpahkan tidak lama lagi prosesnya, biar tidak repot. Seminggu lagi akan kami limpahkan ke peÂngaÂdilan,†ujarnya seraya menÂceÂriÂtaÂkan, Imas masuk ke LP SukaÂmiskin sekitar pukul 16.18 WIB dengan mengenakan kerudung dan baju merah muda serta celana abu-abu.
Riyono menambahkan, ada delapan penyidik KPK dan jaksa yang mengantar Imas. Menurut Riyono, setelah menyerahkan Imas ke LP Wanita Sukamiskin, KPK langsung membawa terÂsangka lain Odi Juanda ke Rutan Kebon Waru.
Riyono menambahkan, Imas dan Odi dikenakan tuntutan yang berbeda. Untuk Imas, katanya, bisa dituntut dengan Pasal 5, PaÂsal 12 c tentang suap hakim deÂngan hukuman penjara makÂsiÂmal 20 tahun dan denda makÂsiÂmal Rp 1 miliar. Sedangkan Odi sebagai pemberi dituntut Pasal 5 Undang-undang Nomor 20 taÂhun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 taÂhun 1999 tentang PemÂberanÂtasan Tindak Pidana Korupsi (TiÂpikor) dengan hukuman maÂkÂsimal 5 tahun.
Namun, Riyono tak menÂceÂriÂtaÂkan secara detail mengenai materi dakwaan yang akan diberikan keÂpada kedua tersangka itu. MeÂnuÂrutnya, hal itu tidak dapat dibÂeÂriÂtahu sebelum proses persidangan diÂmulai. “Pokoknya segera kami seÂlesaikan dakwaannya,†ucapnya.
Sekadar mengingatkan, KPK menangkap Imas dan Odi pada Jumat (1/7) di restoran La Ponyo, Cinunuk Cibiru, Ujung Berung, Bandung. Wakil Ketua KPK M Jasin membeberkan kronologis penangkapan.
Kata Jasin, KPK sudah sudah mengintai gerak-gerik Imas seÂhari sebelum penangkapan. Saat diketahui akan ada transaksi, peÂtugas KPK dari Jakarta dan BanÂdung bersiap di lokasi pertemuan.
Odi datang pertama kali ke resÂtoran itu. Dia masuk ke dalam resÂtoran. Tak lama kemudian, Imas datang. Namun, dia tak maÂsuk ke dalam restoran, melainkan berdiam di parkiran. Odi yang keÂluar restoran menemuinya. KejÂadian itu berlangsung sekitar puÂkul 19.30.
“Odi membawa tas plasÂtik diÂsampaikan ke Imas, lalu Odi maÂsuk lagi ke restoran,†beber Jasin di Gedung KPK (1/7).
Melihat transaksi sudah terjadi, penyidik KPK bergerak. Mereka membekuk hakim pengadilan hubungan industrial itu. Tim KPK lainnya, membekuk Odi. Dari tangan sang hakim, penyidik menyita barang bukti uang senilai Rp 200 juta di dalam tas plastik. KPK juga menyita mobil Toyota Avanza berwarna hitam berÂnomor polisi D 1699 VN yang dikendarai Imas.
Duit itu diduga merupakan peÂlican agar Imas membantu meÂmenangkan perkara industrial PT Onamba di tingkat kasasi. PerÂkara tersebut adalah gugatan seÂriÂkat pekerja terhadap PT OnamÂba Indonesia yang melakukan PHK terhadap karyawan yang mogok kerja. “Perkara itu sudah naik kasasi, telah diajukan kasasi di MA,†kata Jasin.
Hukuman Untuk Hakim Harusnya Lebih Berat
Yusuf Sahide, Direktur LSM KPK Watch
Direktur LSM KPK Watch Yusuf Sahide berpendapat, perÂkara yang menjerat hakim Imas Dianasari mesti mendapat perÂhatian ekstra. Soalnya, perkara ini seharusnya tidak terjadi di lingÂkup hakim. Artinya, Yusuf meÂminta para hakim yang terÂbukti terlibat kasus penyuapan harus mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya.
“Hakim itu kan ujung tomÂbakÂnya peradilan. Bagaimana keÂadilan bisa dicapai kalau haÂkimnya saja justru melanggar hukum. Karena itu, saya harap haÂkim yang terbukti menerima suap mendapatkan ganjaran yang seberat mungkin,†katanya.
Yusuf mengaku sangat greÂgeÂtan ketika mendengar berita tenÂtang penangkapan hakim tersebut. Meski tidak berprofesi sebagai hakim, dirinya sangat malu mendengar kejadian ini. “Sangat memalukan,†ujarnya.
Dia menambahkan, tertangÂkapÂnya Imas memberi sinyaÂleÂmen tegas, kerap terjadi perÂmaiÂnan di pengadilan antara pihak berperkara dengan oknum-okÂnum hakim. Tujuannya jelas, unÂtuk memenangkan perkara. DeÂngan demikian, Yusuf menilai remunerasi di jajaran pengadilan tidak menjadi solusi bagi pencegahan korupsi di lemÂbaga tersebut.
“Saya juga meÂminta Komisi Yudisial sekarang ini, harus leÂbih tajam lagi menyoroti hakim bermasalah,†ucapnya.
Selain itu, Yusuf juga berÂpeÂsan kepada KPK supaya menÂjadikan penangkapan Imas dan Odi Juanda sebagai pintu masuk untuk membongkar semua piÂhak yang terlibat. Sebab, kata dia, perkara penyuapan meruÂpaÂkan suatu kegiatan yang terÂenÂcana dan bisa melibatkan pihak lain. “Siapa tahu memang ada piÂhak lain di luar hakim dan kurator yang memang sengaja memainkan kasus ini,†katanya.
Yusuf juga mengkritisi sikap Mahkamah Agung (MA) yang baru memberikan hukuman pemberhentian sementara terÂhadap Imas Dianasari. SeÂhaÂrusÂnya, kata dia, MA mengambil langkah pemecatan.
“Pecat saja, termasuk semua hakim yang kena kasus suap. Mereka meÂremehkan nama peÂraÂdilan,†tandasnya.
Pakai Ratusan Juta Bisa Beli Hukum
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar juga meminta Majelis ÂHakim Pengadilan TiÂpikor Bandung memberikan voÂnis berat terhadap hakim Imas Dianasari yang bakal didakwa menerima suap Rp 200 juta pada penanganan kasus PT Onamba Indonesia.
Soalnya, kata Dasrul, jika terÂbukti, Imas termasuk meÂlakÂuÂkan jual beli hukum. “BaÂyangÂkan, mau jadi apa negara ini kaÂlau hukum sudah diperÂjualÂbeÂlikan. Hanya dengan nilai ratuÂsan juta sudah bisa membeli huÂkum,†katanya, kemarin.
Menurut Dasrul, pengadilan adalah unsur penting dalam seÂbuah negara yang berdasarkan huÂkum. Karena itu, kata dia, poÂsisi hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih jika mengiÂngat segala kewenangan yang dimilikinya. “Makanya seorang hakim itu dituntut tak tergiur atas segala macam bentuk goÂdaan, baik itu uang atau godaan lainnya,†ujarnya.
Politisi Demokrat ini meÂngiÂngatkan, masyarakat mengiÂnginÂkan suatu perubahan dalam sistem peradilan, terutama sejak berkibarnya reformasi dan diÂcanangkannya reformasi birokÂrasi instansi peradilan. “Tapi seÂmua itu tampaknya hanya waÂcana, masih terdapat virus-virus yang namanya mafia hukum dan peradilan,†ucapnya.
Dia mengakui, hakim tidak bisa diganggu gugat keputusanÂnya. Namun, katanya, keputuÂsan itu harus diambil berdasarÂkan bukti-bukti yang kuat. MeÂnuÂrutnya, jika keputusan yang diÂambil hakim karena berÂdaÂsarkan iming-iming harta, maka itu termasuk kategori suap. “KaÂrena itu tindak tegas hakim yang terima suap. Berikan huÂkuman yang seberat-beratnya,†katanya.
Dasrul meminta para hakim untuk mengemban amanah seÂbagaimana pembentukan UnÂdang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehaÂkiÂman. Menurutnya, pembenÂtukan undang-undang itu bukan saja berusaha mewujudkan peÂraÂÂdilan yang bersih. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: