RMOL. Bareskrim Polri akan kembali memeriksa Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal sebagai saksi kasus korupsi proyek revitalisasi sarana dan prasarana pendidikan pada Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional tahun anggaran 2007. Hasil pemeriksaan kedua itu, diharapkan membantu polisi menentukan tersangka kasus ini.
Saat dikonfirmasi Rakyat MerÂdeka, Fasli membenarkan rencana pemeriksaan kedua ini. Dia juga menyatakan bahwa agenda peÂmeriksaan lanjutan sudah diÂsampaikan kepadanya secara liÂsan. “Saya tinggal menunggu perintah Pak Menteri untuk kemÂbali menghadap penyidik BaresÂkrim,†katanya.
Bekas Dirjen Pendidikan TingÂgi (Dikti) ini memÂperÂkirakan, penyidik Bareskrim akan kembali mengorek keterangan darinya besok, Rabu (28/9). Pemeriksaan itu seputar proyek pengadaan alat bantu, sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah provinsi “Kemungkinan Rabu,†kata Fasli, kemarin.
Dia bercerita, kesaksian yang telah disampaikannya kepada peÂnyidik Direktorat Tindak PiÂdana Korupsi pada Rabu (21/9), berÂkutat seputar proyek reÂvitalisasi sarana dan prasarana pendidikan pada Ditjen Peningkatan Mutu PenÂdidikan dan Tenaga KeÂpenÂdidikan (PMPTK) Kemendiknas tahun anggaran 2007.
Pada pemeriksaan itu, penyidik berÂÂtanya perihal mekanisme peÂnyusunan anggaran, pelaksanaan proÂyek, para pihak yang memÂberiÂkan persetujuan atas proyek samÂpai tahap pengajuan angÂgaran. “Kebetulan waktu itu saya yang menjabat Dirjen PMPTK. Saya tahu betul pelaksanaan proyek itu. Tapi, tak lama keÂmuÂdian saya diangkat jadi Dirjen Dikti,†ucapnya.
Seiring pergeseran jabatan itu, Fasli mengaku tidak terlibat lebih jauh dalam proyek yang ditaksir Bareskrim merugikan negara sebesar Rp 143 miliar tersebut. Meski tahu seluk-beluk pelakÂsaÂnaÂan proyek pada tahap awal, Fasli menolak membeberkan duÂgaan keterkaitan M Nazaruddin, politisi Partai Demokrat pada proÂyek tersebut.
Alasannya, keÂweÂnangan meniÂlai dugaan peÂnyimpangan NaÂzaruddin atau perÂusahaan rekanan KemenÂdikÂnas merupakan domain kepoÂlisiÂan. “Saya tidak kompeten bicara itu.
Saya hanya memberi kesaksian mengenai apa dan bagaimana proÂyek itu terjadi pada tahap awal,†katanya.
Untuk mendukung kesakÂsianÂnya yang disampaikan langsung kepada Direktur Tipikor, Wakil Direktur Tipikor dan penyidik, Fasli juga mengaku telah meÂnyeÂrahkan gepokan dokumen proyek kepada penyidik. Fasli juga tidak mempermasalahkan rencana kepolisian mengorek kesaksian lanÂjutan darinya. Soalnya, masih ada beberapa kesaksian teknis yang dirasakannya belum disamÂpaikan secara gamblang. Dia berÂharap, kesaksian yang disamÂpaiÂkannya nanti akan membantu peÂnyidik menuntaskan kasus ini.
“Kalau ada yang layak diteÂtapkan sebagai tersangka, silakan ditindak. Saya tidak akan mengÂhalang-halangi langkah kepoÂlisian,†tuturnya.
Mengenai pemeriksaan Wakil Mendiknas untuk yang kedua kali, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam meÂnyatakan, itu merupakan keÂwenangan penyidik. “Kalau peÂnyidik merasa perlu mengorek kembali keterangan yang berÂsangkutan, tentu bisa dilakukan,†katanya.
Menurut Anton, Direktorat Tipikor Bareskrim sudah mengÂantongi calon tersangka kasus terÂsebut. “Sudah ada calon terÂsangÂkanya,†ujar lulusan Akademi Kepolisian tahun 1980 ini
Dia menambahkan, lambannya penetapan status tersangka kasus ini bukan dipicu intervensi pihak tertentu, melainkan didasari kehati-hatian penyidik. Soalnya, peÂnyidik kasus ini harus meÂmeriksa dugaan penyelewengan di berbagai provinsi. Untuk itu, dibutuhkan waktu dan tenaga eksÂtra dalam menyimpulkan siapa saja yang diduga terlibat.
Sementara itu, pihak Mabes Polri bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sampai kemarin masih meÂlacak dugaan penyimpangan anggaran pada proyek ini. DirekÂtur Tindak Pidana Korupsi BaresÂkrim Brigjen Ike Edwin menyaÂtakan, pihaknya masih berusaha menyelesaikan kasus tersebut. “Kami masih mengembangkan penyidikan kasus ini,†ujarnya.
Sumber penyidik di lingÂkungan Dit Tipikor Bareskrim menginformasikan, dugaan peÂnyimÂpangan pada proyek ini terjadi di 16 provinsi. “Kami tengah memeriksa hal ini sampai ke tingkat daerah. Sejauh ini, peÂnyidik telah mengorek keteÂrangan 60 saksi,†katanya.
Selain dari Kemendiknas dan peÂjaÂbat daerah, saksi-saksi terÂsebut juga berasal dari sejumlah pengusaha rekanan KemenÂdikÂnas. Dari keterangan saksi-saksi terÂsebut, lanjutnya, penyimÂpaÂngan diduga terjadi di sepuÂtarÂan pejabat pembuat kebijakan maupun pejabat panitia lelang proÂyek.
Khawatir Tersangka Cuma Bawahan
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menilai, Polri belum transparan menangani kasus korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional yang diÂduga melibatkan bekas BenÂdaÂhara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.
Soalnya, Polri tak kunjung meÂnyampaikan kepada maÂsyaÂrakat, siapa saja tersangka kasus yang sudah ditangani BaÂresÂkrim selama satu tahun ini. AkiÂbatÂnya, Basarah khawatir, maÂsyarakat semakin yakin bahwa Polri masih belum kredibel diÂberi wewenang untuk meÂnaÂngaÂni kasus korupsi berskala besar.
“Jumlah dugaan kerugian negara dalam kasus ini tidak seÂdikit, 142 miliar rupiah. SeÂcara ilmu kriminal, kasus ini jelas berpotensi praktik korupsi. LanÂtas, apa penyebab Polri tidak transparan kepada publik, siapa itu tersangkanya,†tandas Basarah.
Karena itu, Basarah khawatir kasus ini akan berujung pada penetapan tersangka yang haÂnya sekadar level bawahan. PaÂdahal, kata dia, dugaan keÂterÂlibatan pejabat tinggi dalam kasus ini sangat besar. “Apalagi sampai pada tingkat aktor inÂtelektualnya. Pasti ada itu, seÂgera temukan dan tangkap,†tanÂdasnya.
Basarah pun meminta Polri tidak menjadikan kasus ini laÂyaknya perkara surat palsu MahÂkamah Konstitusi (MK) yang hingga kini belum diteÂtapÂkan siapa aktor intelektualnya. “Polri jangan seperti centeng penguasa ketimbang sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat,†sarannya.
Dia sangat berharap, Polri di bawah pimpinan Jenderal TiÂmur Pradopo kembali menÂdaÂpatÂkan rasa simpatik dari maÂsyarakat. Namun, hal itu tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Perlu kerja keras supaya bisa mewujudkan hal itu. “Karena itu, untuk keÂwenangan pemberantasan koÂrupÂsi saat ini, saya masih lebih percaya kepada KPK,†ujarnya.
Basarah pun khawatir, korupÂsi yang terjadi di lingkungan Kemendiknas sudah melemÂbaÂga dan melibatkan banyak piÂhak, termasuk petingginya. Kekhawatiran itu, kata dia, muncul setelah melihat jumlah dugaan kerugian negara yang sangat besar dalam kasus ini. “Apakah mungkin ratusan miliar tidak melibatkan pejabat tinggi,†tanyanya.
Menurut Kepala Divisi HuÂmas Mabes Polri Irjen Anton BachÂrul Alam, Direktorat TipiÂkor Bareskrim sudah menganÂtongi calon tersangka kasus tersebut. “Sudah ada calon tersangkanya,†ujarnya.
Dia menambahkan, lambanÂnya penetapan status tersangka kasus ini bukan dipicu interÂvenÂsi pihak tertentu, melainkan didasari kehati-hatian penyidik. Soalnya, penyidik kasus ini haÂrus meÂmeriksa dugaan penyeleÂwengan di berbagai provinsi.
Sarankan KPK Soroti Semua Kementerian
Suyanto Londrang, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Suyanto Londrang berharap pemerintah segera melakukan evaluasi khuÂsus terhadap Kementerian PenÂdidikan Nasional dan keÂmenÂterian lainnya yang terkait kaÂsus korupsi. Apalagi, keÂmenÂterian merupakan salah satu penggerak maju tidaknya suatu negara.
Dia mengingatkan, kemenÂteÂrian berada dalam satu jajaran ruang lingkup eksekutif. MeÂreka bertanggung jawab kepada Presiden dalam melakukan segala macam kebijakan yang dilakukannya.
Suyanto juga mengingatkan, saat ini tak hanya di KemenÂteÂrian Pendidikan Nasional yang diduga terdapat praktik korupsi. Indikasinya, lanjut dia, jumlah anggaran yang diberikan keÂpaÂda kementerian tak sebanding dengan hasil kebijakan yang telah dilakukan. “Seharusnya beriÂkan saja anggaran yang pas-paÂsan kepada semua kemenÂterian. Daripada anggaran yang besar disalahgunakan,†ucap dosen Universitas KrisnaÂdwiÂpayana ini.
Dia menambahkan, lemahÂnya pengawasan lembaga peneÂgak hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keÂmenterian menjadi tempat unÂtuk melakukan praktik koÂrupsi. Seharusnya, kata dia, apaÂrat penegak hukum ikut meÂmantau penggunaan anggaran yang digunakan oleh suatu insÂtansi kementerian. “Jangan haÂnya diam. Terlebih saya saÂrankan kepada KPK untuk turun tangan menyoroti semua keÂmenÂterian saat ini,†katanya.
Dia juga memberi masukan kepada pemerintah pusat suÂpaya mengganti sejumlah menÂteri yang disinyalir menjadi temÂpatnya praktik korupsi. MeÂnurutnya, hal itu salah satu wuÂjud nyata melakukan perang terÂhadap korupsi. “Sehingga, rakÂyat tidak menilai bahwa perang terhadap korupsi ini hanyalah suatu wacana,†ucapnya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: