Wakil Mendiknas Ogah Ngomongin Nazaruddin

Besok Diperiksa Lagi Dalam Kasus Kemendiknas

Selasa, 27 September 2011, 06:37 WIB
Wakil Mendiknas Ogah Ngomongin Nazaruddin
Fasli Djalal

RMOL. Bareskrim Polri akan kembali memeriksa Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal sebagai saksi kasus korupsi proyek revitalisasi sarana dan prasarana pendidikan pada Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional tahun anggaran 2007. Hasil pemeriksaan kedua itu, diharapkan membantu polisi menentukan tersangka kasus ini.

Saat dikonfirmasi Rakyat Mer­deka, Fasli membenarkan rencana pemeriksaan kedua ini. Dia juga menyatakan bahwa agenda pe­meriksaan lanjutan sudah di­sampaikan kepadanya secara li­san. “Saya tinggal menunggu perintah Pak Menteri untuk kem­bali menghadap penyidik Bares­krim,” katanya.

Bekas Dirjen Pendidikan Ting­gi (Dikti) ini mem­per­kirakan, penyidik Bareskrim akan kembali mengorek keterangan darinya besok, Rabu (28/9). Pemeriksaan itu seputar proyek pengadaan alat bantu, sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah provinsi “Kemungkinan Rabu,” kata Fasli, kemarin.

Dia bercerita, kesaksian yang telah disampaikannya kepada pe­nyidik Direktorat Tindak Pi­dana Korupsi pada Rabu (21/9), ber­kutat seputar proyek re­vitalisasi sarana dan prasarana pendidikan pada Ditjen Peningkatan Mutu Pen­didikan dan Tenaga Ke­pen­didikan (PMPTK) Kemendiknas tahun anggaran 2007.

Pada pemeriksaan itu, penyidik ber­­tanya perihal mekanisme pe­nyusunan anggaran, pelaksanaan pro­yek, para pihak yang mem­beri­kan persetujuan atas proyek sam­pai tahap pengajuan ang­garan. “Kebetulan waktu itu saya yang menjabat Dirjen PMPTK. Saya tahu betul pelaksanaan proyek itu. Tapi, tak lama ke­mu­dian saya diangkat jadi Dirjen Dikti,” ucapnya.

Seiring pergeseran jabatan itu, Fasli mengaku tidak terlibat lebih jauh dalam proyek yang ditaksir Bareskrim merugikan negara sebesar Rp 143 miliar tersebut. Meski tahu seluk-beluk pelak­sa­na­an proyek pada tahap awal, Fasli menolak membeberkan du­gaan keterkaitan M Nazaruddin, politisi Partai Demokrat pada pro­yek tersebut.

Alasannya, ke­we­nangan meni­lai dugaan pe­nyimpangan Na­zaruddin atau per­usahaan rekanan Kemen­dik­nas merupakan domain kepo­lisi­an. “Saya tidak kompeten bicara itu.

Saya hanya memberi kesaksian mengenai apa dan bagaimana pro­yek itu terjadi pada tahap awal,” katanya.

Untuk mendukung kesak­sian­nya yang disampaikan langsung kepada Direktur Tipikor, Wakil Direktur Tipikor dan penyidik, Fasli juga mengaku telah me­nye­rahkan gepokan dokumen proyek kepada penyidik. Fasli juga tidak mempermasalahkan rencana kepolisian mengorek kesaksian lan­jutan darinya. Soalnya, masih ada beberapa kesaksian teknis yang dirasakannya belum disam­paikan secara gamblang. Dia ber­harap, kesaksian yang disam­pai­kannya nanti akan membantu pe­nyidik menuntaskan kasus ini.

“Kalau ada yang layak dite­tapkan sebagai tersangka, silakan ditindak. Saya tidak akan meng­halang-halangi langkah kepo­lisian,” tuturnya.

Mengenai pemeriksaan Wakil Mendiknas untuk yang kedua kali, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam me­nyatakan, itu merupakan ke­wenangan penyidik. “Kalau pe­nyidik merasa perlu mengorek kembali keterangan yang ber­sangkutan, tentu bisa dilakukan,” katanya.

Menurut Anton, Direktorat Tipikor Bareskrim sudah meng­antongi calon tersangka kasus ter­sebut. “Sudah ada calon ter­sang­kanya,” ujar lulusan Akademi Kepolisian tahun 1980 ini

Dia menambahkan, lambannya penetapan status tersangka kasus ini bukan dipicu intervensi pihak tertentu, melainkan didasari kehati-hatian penyidik. Soalnya, pe­nyidik kasus ini harus me­meriksa dugaan penyelewengan di berbagai provinsi. Untuk itu, dibutuhkan waktu dan tenaga eks­tra dalam menyimpulkan siapa saja yang diduga terlibat.

Sementara itu, pihak Mabes Polri bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sampai kemarin masih me­lacak dugaan penyimpangan anggaran pada proyek ini. Direk­tur Tindak Pidana Korupsi Bares­krim Brigjen Ike Edwin menya­takan, pihaknya masih berusaha menyelesaikan kasus tersebut. “Kami masih mengembangkan penyidikan kasus ini,” ujarnya.

Sumber penyidik di ling­kungan Dit Tipikor Bareskrim menginformasikan, dugaan pe­nyim­pangan pada proyek ini terjadi di 16 provinsi. “Kami tengah memeriksa hal ini sampai ke tingkat daerah. Sejauh ini, pe­nyidik telah mengorek kete­rangan 60 saksi,” katanya.

Selain dari Kemendiknas dan pe­ja­bat daerah, saksi-saksi ter­sebut  juga berasal dari sejumlah pengusaha rekanan Kemen­dik­nas. Dari keterangan saksi-saksi ter­sebut, lanjutnya, penyim­pa­ngan diduga terjadi di sepu­tar­an pejabat pembuat kebijakan maupun pejabat panitia lelang pro­yek.

Khawatir Tersangka Cuma Bawahan

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menilai, Polri belum transparan menangani kasus korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional yang di­duga melibatkan bekas Ben­da­hara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.

Soalnya, Polri tak kunjung me­nyampaikan kepada ma­sya­rakat, siapa saja tersangka kasus yang sudah ditangani Ba­res­krim selama satu tahun ini. Aki­bat­nya, Basarah khawatir, ma­syarakat semakin yakin bahwa Polri masih belum kredibel di­beri wewenang untuk me­na­nga­ni kasus korupsi berskala besar.

“Jumlah dugaan kerugian negara dalam kasus ini tidak se­dikit, 142 miliar rupiah. Se­cara ilmu kriminal, kasus ini jelas berpotensi praktik korupsi. Lan­tas, apa penyebab Polri tidak transparan kepada publik, siapa itu tersangkanya,” tandas Basarah.

Karena itu, Basarah khawatir kasus ini akan berujung pada penetapan tersangka yang ha­nya sekadar level bawahan. Pa­dahal, kata dia, dugaan ke­ter­libatan pejabat tinggi dalam kasus ini sangat besar. “Apalagi sampai pada tingkat aktor in­telektualnya. Pasti ada itu, se­gera temukan dan tangkap,” tan­dasnya.

Basarah pun meminta Polri tidak menjadikan kasus ini la­yaknya perkara surat palsu Mah­kamah Konstitusi (MK) yang hingga kini belum dite­tap­kan siapa aktor intelektualnya. “Polri jangan seperti centeng penguasa ketimbang sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat,” sarannya.

Dia sangat berharap, Polri di bawah pimpinan Jenderal Ti­mur Pradopo kembali men­da­pat­kan rasa simpatik dari ma­syarakat. Namun, hal itu tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Perlu kerja keras supaya bisa mewujudkan hal itu. “Karena itu, untuk ke­wenangan pemberantasan ko­rup­si saat ini, saya masih lebih percaya kepada KPK,” ujarnya.  

Basarah pun khawatir, korup­si yang terjadi di lingkungan Kemendiknas sudah melem­ba­ga dan melibatkan banyak pi­hak, termasuk petingginya. Kekhawatiran itu, kata dia, muncul setelah melihat jumlah dugaan kerugian negara yang sangat besar dalam kasus ini. “Apakah mungkin ratusan miliar tidak melibatkan pejabat tinggi,” tanyanya.

Menurut Kepala Divisi Hu­mas Mabes Polri Irjen Anton Bach­rul Alam, Direktorat Tipi­kor Bareskrim sudah mengan­tongi calon tersangka kasus tersebut. “Sudah ada calon tersangkanya,” ujarnya.

Dia menambahkan, lamban­nya penetapan status tersangka kasus ini bukan dipicu inter­ven­si pihak tertentu, melainkan didasari kehati-hatian penyidik. Soalnya, penyidik kasus ini ha­rus me­meriksa dugaan penyele­wengan di berbagai provinsi.

Sarankan KPK Soroti Semua Kementerian

Suyanto Londrang, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Suyanto Londrang berharap pemerintah segera melakukan evaluasi khu­sus terhadap Kementerian Pen­didikan Nasional dan ke­men­terian lainnya yang terkait ka­sus korupsi. Apalagi, ke­men­terian merupakan salah satu penggerak maju tidaknya suatu negara.

Dia mengingatkan, kemen­te­rian berada dalam satu jajaran ruang lingkup eksekutif. Me­reka bertanggung jawab kepada Presiden dalam melakukan segala macam kebijakan yang dilakukannya.

Suyanto juga mengingatkan, saat ini tak hanya di Kemen­te­rian Pendidikan Nasional yang diduga terdapat praktik korupsi. Indikasinya, lanjut dia, jumlah anggaran yang diberikan ke­pa­da kementerian tak sebanding dengan hasil kebijakan yang telah dilakukan. “Seharusnya beri­kan saja anggaran yang pas-pa­san kepada semua kemen­terian. Daripada anggaran yang besar disalahgunakan,” ucap dosen Universitas Krisna­dwi­payana ini.  

Dia menambahkan, lemah­nya pengawasan lembaga pene­gak hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ke­menterian menjadi tempat un­tuk melakukan praktik ko­rupsi. Seharusnya, kata dia, apa­rat penegak hukum ikut me­mantau penggunaan anggaran yang digunakan oleh suatu ins­tansi kementerian. “Jangan ha­nya diam. Terlebih saya sa­rankan kepada KPK untuk turun tangan menyoroti semua ke­men­terian saat ini,” katanya.

Dia juga memberi masukan kepada pemerintah pusat su­paya mengganti sejumlah men­teri yang disinyalir menjadi tem­patnya praktik korupsi. Me­nurutnya, hal itu salah satu wu­jud nyata melakukan perang ter­hadap korupsi. “Sehingga, rak­yat tidak menilai bahwa perang terhadap korupsi ini hanyalah suatu wacana,” ucapnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA