WAWANCARA

Priyo Budi Santoso: Momentum Hari Idul Fitri Tingkatkan Nilai Kebangsaan

Rabu, 31 Agustus 2011, 10:44 WIB
Priyo Budi Santoso: Momentum Hari Idul Fitri Tingkatkan Nilai Kebangsaan
Priyo Budi Santoso
RMOL. Momentum Lebaran bisa dijadikan sarana merajut nilai-nilai kebangsaan yang selama ini sudah luntur.

“Yang terpenting para pe­mim­pin bangsa harus bisa me­man­fa­atkan momentum ini untuk me­rajut nilai-nilai kebangsaan, se­perti kekeluargaan, gotong ro­yong dan musyawarah mufakat,” tandas Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso kepada Rakyat Mer­­deka di Jakarta, Sabtu (27/8).

Menurut politisi Partai Golkar itu, kekhawatiran terhadap lun­tur­nya nilai kebangsaan bukan tanpa alasan.

“Di beberapa daerah, perbe­daan pandangan dalam politik bisa menyebabkan antar te­tang­ga bermusuhan. Bahkan ter­jadi kon­flik. Ini bahaya karena me­ngan­cam kesatuan  kita,’’ pa­parnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa Lebaran bisa dijadikan sarana introspeksi bangsa?
Seharusnya setiap momentum Le­baran bisa dijadikan sarana in­trospeksi, baik dari sisi agama mau­pun sisi kebangsaan. Dari sisi kebangsaan, kita harus menya­dari bahwa dalam keseharian kita, nilai-nilai kebangsaan Indonesia sudah mulai hilang.

 Di satu sisi, pencapaian sistem demokrasi dan politik kita me­mang hebat. N­a­mun sisi lain, nilai-nilai pe­ninggalan leluhur bangsa Indonesia semakin punah dari ke­se­ha­rian hidup kita.

Bagaimana dengan masalah kemiskinan, bukankah ini juga masalah serius?
Oh ya jelas. Dalam momentum Lebaran ini, kita bisa meman­faat­kan keberadaan zakat yang di­pungut dari masyarakat Muslim. Inti dari zakat itu, orang yang mampu mengeluarkan rezekinya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Tapi di ne­gara kita, zakat itu be­lum menjadi tradisi. Semes­tinya ini menjadi tradisi, karena selama ini belum ada tradisi un­tuk memaksa orang membayar zakat sekian persen.

Padahal potensi zakat sangat besar ya?
Sebenarnya kalau zakat di ke­lola dengan profesional, itu bisa menjadi penyeimbang dan pe­lengkap pajak yang selama ini dipungut oleh negara.

Ba­yang­kan, kalau selama ini pajak itu me­­rupakan sektor pe­nerimaan ne­­g­ara terbesar, maka potensi zakat sangat besar sekali. Kalau sektor zakat bisa dikelola de­ngan baik, dana yang diman­faatkan bisa triliunan rupiah.

Zakat difokuskan untuk apa?
Selama ini pajak dimanfaatkan untuk pembelian barang-barang negara. Zakat nanti dikhusus­kan untuk membantu orang-orang ti­dak mampu. Saya yakin kalau za­kat dikhususkan untuk me­ngen­taskan kemiskinan, maka orang-orang akan antusias me­nge­luarkan zakat.

Tujuannya jelas untuk mem­bantu orang miskin. Berbeda dengan pajak, kadangkala orang meng­gerutu karena tidak jelas pe­r­un­tu­kannya untuk apa.

Selama ini pengumpulan zakat agak susah ya?
Memang selama ini pe­ngum­pulannya baru sebatas himbauan saja. Sebenarnya hal itu dibuat Un­dang-Undangnya khusus un­tuk yang beragama muslim dan ber­penghasilan lebih.

Ini hanya ma­salah pengatu­ran­nya saja dan fo­kus zakat di­per­jelas untuk di­sa­lurkan kepada orang-orang tidak mampu. Saya yakin orang akan tergerak.

Selain itu, zakat merupakan panggilan agama. Ibaratnya orang tidak akan keberatan bila disuruh mengeluarkan uang karena ini panggilan agama.

Oh ya, bagaimana Anda me­lihat tradisi mudik?
Saya melihat tradisi mudik ini luar biasa. Di saat kondisi bang­sa sedang gaduh dan lunturnya nilai-nilai kebangsaan, mudik menjadi ekspresi untuk menye­mai kem­bali nilai-nilai itu.

Ketika mudik, orang akan ber­te­mu dengan sa­nak keluarga dan tetang­ga­nya, sehingga nilai-nilai ke­har­mo­nisan akan tercipta. Tradisi mudik ini ba­gus. Ja­ngan sampai dihilang­kan hanya ka­rena urusan demokrasi dan po­litik.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA