WAWANCARA

Said Aqil Siradj: Hari Lebaran Bukan Ajang Berfoya-foya

Selasa, 30 Agustus 2011, 04:11 WIB
Said Aqil Siradj: Hari Lebaran Bukan Ajang Berfoya-foya
Said Aqil Siradj
RMOL. Lebaran yang dirayakan setiap tahun hendaknya tidak dijadikan ajang foya-foya. Sebab, masih banyak masyarakat yang dirundung kesusahan.

“Saya ingin memberikan pema­haman kepada masyarakat, bah­wa Lebaran bukan hari dan ajang foya-foya. Janganlah dirayakan secara ber­lebihan,” imbau Ketua Umum Pengurus Besar Nahdla­tul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, kepada Rakyat Merdeka di Ja­karta, Sabtu (27/8).

Menurut Aqil, perayaan Idul Fitri boleh disambut dengan gem­bira. Namun perayaan itu harus tetap berada dalam batas ke­wajaran.

“Menyambut Idul Fitri, umat Islam wajar suka cita. Sebab, mak­na Idul fitri adalah hari ke­menangan. Ketika Lebaran, umat Islam boleh mengganti pakaian­nya dengan yang baru dan me­nambah kualitas makanannya. Tapi tidak boleh berlebihan,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bagaimana Anda memak­nai Idul Fitri ?
Ada tiga hal. Pertama, secara lahiriah mera­yakan kedatangan Idul Fitri dengan sholat. Hal itu dimaknai untuk mensiarkan, membesarkan, dan meramaikan agama Islam.

Kedua, memperkuat tali sila­tu­rahim antar sesama. Ini makna­nya lebih dalam dari yang per­tama. Relasi sosial terjalin dan men­jalin tali solidaritas. Misal­nya orang muda mendatangi yang tua, murid mengunjungi kiai-kiai, dan masyarakat men­datangi to­kohnya.

Ketiga, makna yang paling tinggi saat Idul Fitri adalah men­jadi fitrah. Diri kita menjadi suci kembali. Hal itu dibicarakan me­mang gampang. Tapi apli­kasi­nya sangat berat. Ketika kondisi itu bisa dicapai dalam Idul Fitri. Itu artinya kita makrifat kepada Allah SWT.

Ini artinya, yang paling dalam makna Idul Fitri adalah mengenal kebesaran Tuhan, mengenal ke­mutlakan Tuhan, mengenal ke­kuasaan Tuhan yang absolut. Apa­bila kita sadar itu semua, Insya Allah kita kembali pada fitrah.

Ini berarti perlu peningkatan keimanan?
Ya, harus ada peningkatan ke­imanan. Masalah iman sering kita goyang. Misalnya ketika nasib ki­ta kurang baik, kita sering protes kepada Tuhan. Kita sering me­nge­luh kenapa kita gagal. Pa­dahal, ibadah sudah kita laku­kan. Makanya, iman kepada qodho dan qodar. Itu paling berat.

Maksudnya?
Ketika takdir kita kurang baik kita protes. Itu menandakan  be­lum beriman kepada qodho dan qodar. Kita harus menyadari bah­wa semua yang ada di dunia ini adalah milik-Nya dan kehen­dak-Nya. Kita ini tidak me­miliki apa-apa, bahkan diri kita sen­diri. Bi­la sudah paham itu se­mua,  ber­arti sudah kembali ke fitrah.

Tradisi apa yang Anda laku­kan saat Idul Fitri?
Sama seperti orang kebanya­kan, saya melakukan silatu­rah-mi. Membuat makanan agak ba­nyak dan enak. Hal itu di­sunah­kan, asalkan tidak berle­bihan.

Selain itu, saya mengganti pa­kaian baru. Hal-hal itu boleh saja dila­kukan asal sebatas ke­mam­puan kita. Lalu saya mem­bayar zakat fitrah.

Apa Anda mudik?
Kemungkinan saya akan mu­dik ke Cirebon setelah sholat Idul Fitri. Mudik itu kan bagian dari sila­turahim. Momentum ber­­kum­­pul dengan sanak ke­luarga. Selain itu, mudik juga bi­sa dimak­nai de­ngan menik­mati rejeki se­cara ber­sama-sa­ma sanak keluar­ga.

Mi­salnya ada teman atau sanak ke­luarga yang membutuhkan bantuan, sebaiknya kita bantu. Melihat mushola dan sekolah yang atapnya bocor, ya sebaiknya kita dibantu.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA