.
Keterangan seputar reÂkoÂmendasi Kompolnas tersebut, disampaikan Sekretaris sekaligus Koordinator Bidang Pengaduan Masyarakat Kompolnas Adnan Pandu Pradja.
Tapi, kata Adnan, dugaan ketÂiÂdÂakprofesionalan penyidik BaÂresÂkrim Polri dalam menangani kaÂsus surat palsu MK, tetap jadi atensi Kompolnas. Apalagi, lanÂjutnya, Zainal melaporkan duÂgaÂan penyimpangan penyidikan kasus tersebut ke Kompolnas.
“Kami belum bisa meÂnyimÂpulÂkan apa ada penyimpangan peÂnyidikan. Tapi, kami ingin meÂngetahui di mana letak penyeÂleÂwengannya,†tandas dia.
Kendati begitu, Adnan meÂnamÂbahkan, Kompolnas juga merasa perlu merekomendasikan laporan kuasa hukum tersangka ke BaÂreskrim, Propam dan Itwasum Polri. “Kami juga menyarankan agar tim Zainal lapor ke Div Propam Polri,†tandasnya.
Sementara itu, kuasa hukum tersangka Zainal, Andi M Asrun menyatakan, laporan ke KomÂpolÂnas dipicu kekecewaan atas peÂneÂtapan status tersangka klienÂnya. Menurut dia, dasar penyidik menetapkan status tersangka saÂngat lemah. “Penyidik tidak meÂnyamÂpaiÂkan apa landasan peÂneÂtapan staÂtus tersangka,†tegasnya.
Dia menilai, penetapan status tersangka dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan doÂkuÂmen dan Pasal 55 KUHP sangat lemah. Pasalnya, bela Andi, klienÂnya sama sekali tidak terÂliÂbat pemalsuan dokumen.
“Dokumen apa dan bagaimana keterlibatannya dalam penerbitan surat putusan palsu itu tidak jelas,†tandasnya.
Justru, menurut Andi, pihak lain yang layak dijaÂdikan terÂsangÂka kasus ini masih luput. LanÂtaÂran itu, dia menyatakan ada disÂkriminasi penyidik dalam meÂnangani kasus tersebut. Namun, tuduhan ketidakÂproÂfeÂsioÂÂnalan penyidik itu ditepis KeÂpala Divisi Humas Polri Irjen AnÂton Bachrul Alam. MenuÂrutÂnya, soal peneÂtaÂpan status terÂsangka menjadi keÂweÂnangan peÂnyidik kasus ini.
“Itu menyangkut independensi penyidik. Mereka yang meÂnenÂtuÂkan apakah seseorang layak jadi tersangka atau tidak, juga soal perlu ditahan atau tidak,†kata bekas Kapolda Jawa Timur ini.
Kendati begitu, lanjut Anton, laporan tersangka kasus ini ke Kompolnas merupakan hak mereka. Artinya, jika dalam peÂnguÂsutan ditemukan penyimpaÂngan, maka penyidik kasus ini akan dikenai sanksi.
Menjawab pertanyaan, kenapa baru ada dua tersangka dalam kasus ini, Anton menyatakan, perÂÂtimbangan penyidik menenÂtukan siapa tersangka kasus ini tidak bisa dicampuri pihak lain.
“Polisi sudah bekerja keras menyingkap kasus ini. Penentuan tersangka tentunya didasari perÂtimbangan dan bukti-bukti yang lengkap. Tidak bisa sembaÂraÂngan,†kata bekas Kapolda KaÂliÂmantan Selatan ini.
Selebihnya, Direktur I BaresÂkrim Polri Brigjen Agung Sabar Santoso menyatakan, perkara ini masih dikembangkan penyidik. Ia pun menyangkal jika jajaÂranÂnya diintervensi pihak luar. Jika ada temuan penyelewengan yang dilakukan penyidik, ia mengaku siap mengambil tindakan tegas terhadap anak buahnya. “Kami profesional dalam menangani kasus ini,†tegasnya.
Agung menambahkan, sejauh ini sudah 36 saksi dimintai keteÂrangan oleh jajarannya. Dengan sederet pemeriksaan tersebut, ia mengklaim bahwa penyidik kasus ini tidak main-main.
“KÂaÂlauÂpun ada pihak yang memenuhi unsur untuk dijadikan tersangka, pasti akan segera ditetapkan,†tandasnya.
Mengenai kenapa penyidik tidak menahan tersangka Zainal, Anton menyatakan, tersangka kooÂperatif serta bisa diajak kerÂjasama oleh kepolisian dalam meÂnyingkap kasus ini. Meski terÂsangÂka tidak ditahan, dia menyÂaÂtakan, kepolisian tidak akan berÂlarut-larut dalam menuntaskan berkas perkara dua tersangka kaÂsus ini, yakni Zainal dan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Semula Hanya Sekelas Juru Panggil MKSurat palsu putusan MahÂkamah Konstitusi (MK) meÂngeÂnai sebuah kursi DPR dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I yang hampir membawa politisi Partai Hanura Dewi Yasin Limpo menjadi anggota Dewan, berÂdaÂsarkan investigasi Mahkamah Konstitusi (MK), diduga dibuat di kediaman hakim MK Arsyad Sanusi. Demikian keterangan Sekjen MK Djanedjri M Gaffar di hadapan Panja Mafia Pemilu DPR pada Selasa (21/6).
Hakim konstitusi yang juga Juru Bicara MK Akil Muchtar pernah mengatakan, penanganan kasus ini hanya berputar-putar. Lantaran itu, Akil sempat meÂminta Korps Bhayangkara tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka yang hanya sekelas juru panggil MK, Masyhuri HaÂsan. “Tidak mungkin ada pelaku, tapi tidak tahu surat itu digunakan untuk apa, maksudnya bagaiÂmana. Tidak mungkin putus beÂgitu saja,†katanya.
Akil pun mempertanyakan, mengapa kepolisian menetapkan Masyhuri sebagai tersangka tanpa didahului gelar perkara, seÂdangkan yang lain harus meÂnunggu hasil gelar perkara untuk ditetapkan sebagai tersangka. “Padahal, gelar perkara hanya salah satu bagian dari peÂnyiÂdiÂkan,†kata bekas anggota Komisi III (Hukum) DPR ini.
Menurut Akil, apakah anggota KPU Andi Nurpati berperan daÂlam kasus tersebut, bisa dilihat dari video sidang pleno KPU. Video itu, lanjutnya, bisa diputar peÂnyidik. “Dalam video sidang penetapan KPU dapat dilihat, yang dibacakan suratnya apa. KaÂlau dia bilang lupa, ditunjukkan saja videonya. Kemudian banÂdingkan dengan video putusan MK. Semua ada dan jelas kan,†tandasnya.
Mengomentari pernyataan Andi yang kerap menyatakan luÂpa saat dikonfrontir dengan MaÂsyÂhuri di Mabes Polri, JaÂkarta pada 28 Juli 2011, Akil meÂnyaÂtaÂkan itu adalah hal biasa dalam pembelaan diri. “Yang paling aman, ya, jawabannya lupa itu,†ujarnya.
Namun, menurut pengacara Andi Nurpati, Farhat Abbas, kaÂsus surat palsu MK telah selesai tahun 2009. Soalnya, KPU telah meralat surat tersebut dan memÂbuat putusan dengan surat yang seÂsuai putusan MK. “Jadi, di sini tidak ada permufakatan jahat. Yang duduk di DPR saat ini adaÂlah keputusan final,†ucap Farhat yang dihubungi pada Kamis lalu.
Pengacara Andi lainnya, DenÂny Kailimang meminta polisi jaÂngan mau didesak pihak mana pun, termasuk pihak MK dan DPR dalam penyidikan kasus ini. MÂenurutnya, intervensi hanya meÂnyebabkan polisi tidak bisa berÂsikap independen dalam meÂnangani kasus tersebut. “Jangan jadi peradilan jalanan. SeÂhaÂrusnya kalau sudah diserahkan ke kepolisian, silakan polisi yang menangani. Terlalu banyak doÂrongan kepada polisi, mulai dari anggota Panja di DPR sampai hakim MK,†kata Denny.
Seperti diketahui, kasus ini masih menyisakan tanda tanya besar. Soalnya, Korps BhaÂyangÂkara semula hanya menetapkan satu tersangka, yakni bekas juru panggil MK Masyhuri Hasan. Keheranan berbagai pihak belum sirna, meski kepolisian kemudian juga menetapkan bekas Panitera MK Zainal Arifin Hoesein seÂbagai tersangka. Kasus ini menÂdapat perhatian Panja Mafia PeÂmilu DPR.
Yang Gerakkan Tersangka Belum jadi TersangkaRay Rangkuti, Direktur LSM Lingkar Madani IndonesiaPenetapan bekas juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK) Masyhuri Hasan dan beÂkas Panitera MK Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka kaÂsus surat palsu MK masih meÂnyisakan tanda tanya besar bagi Direktur LSM Lingkar Madani InÂdonesia, Ray Rangkuti.
Ray merasa penasaran, apa seÂsungguhnya motif kedua terÂsangka, sehingga terbelit kasus surat palsu yang hampir saja diÂgunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meneÂtapÂkan calon legislatif dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Dewi Yasin Limpo sebagai angÂgota DPR 2009-2014 dari daeÂrah pemilihan Sulawesi Selatan I itu. “Apa keuntungan yang diperoleh keduanya. Apa pula tujuannya,†katanya.
Ray juga mempertanyakan stagnansi pengembangan peÂnyiÂdikan kasus ini di tangan Mabes Polri. Menurut Ray, logika yang masuk akal adalah keduanya bergerak karena ada arus utama yang menggerakkannya, yang justru sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka.
“Data mengenai ada tidaknya aktor utama sudah terungkap di Panja Mafia Pemilu,†ucapnya.
Dia menambahkan, jika keÂpoÂlisian tidak segera meÂngungÂkap aktor utama kasus ini, akan timbul gangguan pada rasioÂnaÂlitas publik yang meyakini telah terjadi intervensi politik terÂhaÂdap lembaga penegak hukum terÂsebut.
“Wajar bila masyarakat ceÂmas ada intervensi dari partai poÂlitik. Sebab, polisi sudah meÂnyita bukti sampai gelar reÂkonstruksi. Rasanya sudah cuÂkup untuk membereskan maÂsaÂlah ini,†ujarnya.
Tersangkanya Baru Sebatas Aktor FiguranNudirman Munir, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Nudirman Munir mendesak Mabes Polri supaya lebih berani mengusut kasus mafia pemilu, termasuk tidak takut meneÂmuÂkan aktor utama yang membuat surat palsu Mahkamah KonsÂtitusi (MK) tersebut.
Nudirman meminta kÂeÂpoÂliÂsian bersikap profesional, sekaÂliÂpun berhadapan dengan keÂkuaÂtan politik yang menguasai parlemen saat ini. “Saksi-saksi sudah mencukupi. Justru, kami di Komisi Hukum DPR kaget, mengapa yang menjadi terÂsangÂka kok Zainal Arifin Hoesein. Kenapa polisi tidak bisa meÂngungkap aktor besarnya,†kaÂtanya, kemarin.
Karena itu, Nudirman menÂiÂlai penetapan Zainal sebagai tersangka merupakan tindakan yang tebang pilih. Menurutnya, pemalsuan surat putusan MK itu terjadi dengan modus yang terorganisir dan melibatkan seseorang yang mempunyai pengaruh yang cukup kuat.
“Kita ingat jabatan Zainal itu apa. Hanya bekas Panitera. Tapi, kenapa hanya dia yang dikorbankan,†ucapnya.
Meski begitu, Nudirman enggan dicap sebagai pembela orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Dia pun meminta kepada polisi segera melakukan penahanan kepada Zainal.
“Karena bagaimanapun juga, Zainal itu sudah ditetapkan seÂbaÂgai tersangka. Sudah sewaÂjarnya seorang tersangka diÂtaÂhan oleh lembaga penegak huÂkum,†tandasnya.
Politisi Golkar ini berjanji akan mempertanyakan masalah ini dalam rapat dengar pendapat bersama pihak kepolisian yang akan digelar pasca Idul Fitri. MeÂnurutnya, Komisi Hukum DPR bersama Panja Mafia PeÂmilu akan mendorong Polri unÂtuk membuka aktor utama kasus ini.
Lantas bagaimana sikap KoÂmisi Hukum DPR jika Polri teÂtap tak membuka siapa aktor utaÂma kasus tersebut? NudirÂman menjawab, pihaknya akan memberikan teguran keras keÂpada Kapolri terkait lemahnya pengembangan penyidikan kasus tersebut.
Pasalnya, hingÂga kini terÂsangÂka yang diteÂtapkan kepoÂlisian hanya sebatas aktor figuÂran. “Yang kita ingin tahu, siapa aktor utamanya, titik,†tegasnya.
Nudirman berharap kasus ini tidak seperti kasus yang meÂnimpa bekas Kabareskrim SusÂno Duadji dan Gayus TamÂbuÂnan. Dua kasus itu tidak sampai menjerat aktor utamanya. KaÂrena itu, katanya, dibutuhkan keÂseriusan dalam mengusut tuntas perkara ini. “Cukuplah Susno dan Gayus menjadi conÂtoh pengusutan kasus yang tiÂdak tuntas,†katanya.
[rm]
BERITA TERKAIT: