Bekas Kasat Renakta Diperiksa Tiga Tim Polda

Rekening Anak Buahnya Diduga Dialiri 8,2 Miliar

Rabu, 24 Agustus 2011, 07:33 WIB
Bekas Kasat Renakta Diperiksa Tiga Tim Polda
Baharuddin Djafar
RMOL. Tersangka kasus suap dan penyelewengan penyidikan, AKBP Achmad Rivai diperiksa tiga tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum, Direktorat Kriminal Khusus serta Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya.
 
Hal tersebut disampaikan Ke­pala Bidang Humas (Ka­bid­hu­mas) Polda Metro Jaya Kombes Baharuddin Djafar, kemarin. Na­mun, kemana saja Rp 8,2 miliar yang diduga masuk lewat reke­ning anak buah Rivai belum ter­urai. Padahal, bekas Kepala Satu­an Remaja, Anak dan Wanita (Ka­sat Renakta) itu diduga hanya ke­bagian Rp 500 juta.

Keterlibatan Ajun Komisaris Be­sar Polisi (AKBP) Achmad Ri­vai dalam kasus PT Sarana Per­dana Indoglobal (SPI) bermula pada 2007. Kala itu, Rivai men­jadi kepala penyidik kasus peng­gelapan uang nasabah PT SPI. Tak tanggung-tanggung, 3.401 orang menjadi korban dalam ka­sus investasi bodong ini.

Penanganan kasus PT SPI men­jadi panjang lantaran dana hasil penjualan asetnya, yang se­mes­ti­nya digunakan untuk mengganti uang para korban penggelapan tersebut, diduga diselewengkan ok­num-oknum penyidik kepolisian.

Dari hasil penyidikan sementa­ra, diduga ada upaya pencucian uang hasil  penjualan aset PT SPI yang mengalir ke rekening pri­badi penyidik Aiptu Anang Su­san­to, sebesar Rp 8,2 miliar. Ke­pada penyidik, Anang me­nga­ku membuka rekening tersebut atas perintah atasannya, Rivai. Padahal, informasi aliran dana yang masuk kocek Rivai diduga hanya Rp 500 juta.

Kemana saja Rp 8,2 miliar itu me­ngalir? Direktur Reserse Kri­minal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Sufjan Syarif menolak memberikan penjelasan. Dia hanya menyatakan, jajarannya tengah menghimpun data dan buk­ti-bukti kasus tersebut.

Saat dikonfirmasi mengenai pemerik­saan sederet nama bekas atasan maupun bekas bawahan Rivai yang diduga terlibat kasus ini, Sufjan memilih bungkam.

Kendati begitu, sumber Rakyat Merdeka di lingkungan Dit Res­krimsus Polda Metro Jaya meng­in­formasikan, koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai aliran duit itu sudah membuahkan hasil. Menurut perwira menengah yang enggan disebut namanya ini, BI telah memblokir rekening Rivai dan rekening bekas anak buahnya itu.

Namun, sumber ini menolak menyebutkan berapa saldo di rekening Rivai dan Anang yang telah diblokir itu, berikut kapan transaksi antar rekening terjadi.

Menurut sumber ini, jajaran Krimsus tengah mendalami hal ter­­sebut. Sejumlah pemilik re­ke­ning yang angka transaksinya dianggap mencurigakan, sam­bungnya, telah dipanggil untuk dimintai keterangan. “Sedang di­cek satu-satu. Untuk kepen­ti­ngan apa transaksi itu dil­a­ku­kan,” ucapnya.

Dia menambahkan, uang ter­sebut diduga transferan hasil pen­jualan aset PT SPI. Uang itu se­dianya dipakai untuk meng­gan­ti uang nasabah yang digelapkan PT SPI. Namun entah me­nga­pa, untuk menampung dana hasil penjualan aset PT SPI, Rivai me­me­rintahkan Anang untuk mem­buka rekening.

Alhasil, tegas sumber ini, re­ke­ning atas nama pribadi penyidik itu diduga menjadi tempat pen­cucian uang hasil penjualan aset PT SPI. “Akibat tindakannya, Rivai diperiksa tiga tim. Tim Krim­sus, Krimum dan Propam. Dia diduga melanggar pidana umum, pidana khusus dan pelanggaran profesi. Otomatis ancaman huku­mannya berlapis,” tegasnya.

Ancaman hukuman berlapis ter­hadap Rivai ini, dibenarkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Ba­haruddin Djafar. Menurut Ba­haruddin, setelah proses pi­da­na­nya tuntas di pengadilan, Bidpro­pam akan menentukan sanksi atau hukuman atas pelanggaran kode etik dan profesinya.

“Kalau pengadilan menghu­kum tersangka, dia bisa langsung dicopot dari kepolisian secara tidak hormat,” katanya.

Sementara itu, perwira pertama yang tak mau disebutkan nama­nya bercerita tentang kondisi Rivai selama menghuni sel isolasi di Markas Polda Metro Jaya. Me­nurut dia, bekas Kapolsek Tanah Abang, Jakarta Pusat itu hanya pasrah. Soalnya, kata dia, tiapkali menjalani pemeriksaan, Rivai sama sekali tidak didampingi pengacara, baik pribadi ataupun dari institusi.

“Ia belum mengajukan per­mintaan untuk didampingi pe­ngacara. Katanya sih, dia siap salah saja, siap menjalani semua proses kasus ini.”

Hendaknya Diusut Sampai Tuntas
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Kasus-kasus besar, apalagi yang merugikan masyarakat luas, hendaknya diusut secara tuntas. Tidak boleh ada perkara yang dimasukkan peti es, apa­lagi dijadikan ajang untuk me­ngeruk keuntungan pribadi. Peringatan itu dilontarkan ang­gota Komisi III DPR Eva Ku­suma Sundari, kemarin.

“Setiap kasus yang terkait du­gaan penyelewengan penegak hu­kum juga tidak boleh dihen­tikan. Pengusutannya pun harus dilakukan cepat agar tidak ter­kontaminasi kepentingan lain. Sehingga, kasus seperti itu bisa tuntas menyeluruh, tidak tebang pilih,” tandas anggota Fraksi PDIP ini.

Menurut Eva, penindakan ter­hadap oknum penegak hu­kum yang melanggar hukum ten­tu harus lebih berat. Soalnya, sebagai orang yang mengerti hu­kum, hendaknya mem­be­ri­kan contoh baik kepada masya­rakat. Bukan sebaliknya, me­man­faatkan pemahaman hu­kum­nya untuk melanggar hu­kum. “Hukumannya bisa dua kali lebih berat dengan tindak kejahatan yang dilakukan orang biasa atau sipil. Biar ada efek jera,” tandas politisi asal Jawa Timur ini.

Dia juga mengingatkan, an­ca­man hukuman yang lebih be­rat diharapkan dapat membuat oknum petugas lain, dalam hal ini penyidik kepolisian lebih ber­hati-hati menangani perkara. Prinsip kehati-hatian ini, me­nurut Eva, masih sangat minim atau kurang. Dia melihat, masih ada gejala aparat kerap me­man­faatkan kasus yang dita­nga­ninya untuk mendapat ke­un­tungan pribadi.

Dari gejala tersebut, Eva me­nga­jak seluruh komponen ma­syarakat mengawasi kinerja penyidik. Selain itu, dia me­nya­takan, pembinaan mental dan pengawasan yang intensif sa­ngat dibutuhkan guna menjaga kredibilitas hasil penyidikan.

Sementara itu, menurut Ke­pala Bidang Humas Polda Met­ro Jaya Kombes Baharuddin Djafar menyatakan, setelah proses pidananya tuntas di pe­ngadilan, Bidang Propam Polda Metro Jaya akan menentukan sanksi atau hukuman atas pe­langgaran kode etik dan profesi terhadap AKBP Achmad Rivai. “Kalau pengadilan meng­hu­kum tersangka, dia bisa lang­sung di­copot dari kepolisian se­cara ti­dak hormat,” katanya.

Tidak Mungkin Jeruk Makan Jeruk
Neta S Pane, Koordinator LSM IPW

Dugaan keterlibatan bekas ata­san dan bekas bawahan AKBP Achmad Rivai dalam kasus ini, menurut Koordinator LSM Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, perlu diso­rot. Menurut dia, jika kepolisian serius menuntaskan kasus ini, maka keraguan masyarakat tentang tidak independennya polisi bisa berkurang.

Menurut Neta, usaha me­ning­katkan kepercayaan publik kepada kepolisian harus dibuk­tikan melalui penindakan ok­num internalnya lebih dulu. “Jika ada dugaan pelanggaran oleh oknum kepolisian, maka ha­rus ditindak sesuai dengan pro­sedur. Jangan malah dilin­du­ngi,” ujarnya, kemarin.

Kalau Korps Bhayangkara justru memberikan kesan me­lindungi oknum kepolisian yang salah, maka keraguan ma­syarakat terhadap kepolisian akan semakin tebal. Dengan sendirinya, tandas dia, ung­ka­pan tidak mungkin “jeruk ma­kan jeruk” terus melekat di kepolisian. “Nah, Polri se­ka­rang sudah harus berubah. Ting­galkan kultur lama yang sudah usang,” saran dia.

Lantaran itu, Neta menegas­kan, siapapun yang terlibat, baik bekas atasan maupun be­kas bawahan tersangka AKBP Achmad Rivai mesti diperiksa. Pemeriksaan pun hendaknya dilakukan secara transparan atau disampaikan kepada ma­sya­rakat, meski materi pe­me­riksaannya tidak dibeberkan se­cara detail. Keterbukaan itu per­lu agar masyarakat tidak curiga pada kepolisian yang mengusut kasus ini. Agar tidak timbul ke­san tebang pilih dalam pena­nga­nan kasus tersebut.

“Jika bekas atasan tersangka terlibat, hendaknya disamp­ai­kan apa peran mereka. Seba­lik­nya, jika memang tidak terlibat, harus ada penjelasan supaya nama mereka tetap bersih,” ka­tanya seraya menambahkan agar kasus ini kelak dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana K­o­rupsi (Tipikor).

Dari hasil penyidikan semen­tara, diduga ada upaya pen­cu­cian uang hasil  penjualan aset PT SPI yang mengalir ke reke­ning pri­badi penyidik Aiptu Anang Su­santo, sebesar Rp 8,2 miliar.

Kepada penyidik, Anang me­ngaku membuka rekening ter­se­but atas perintah atasannya, Ri­vai. Padahal, informasi aliran dana yang masuk kocek Rivai diduga hanya Rp 500 juta.

Kemana saja Rp 8,2 miliar itu mengalir? Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Sufjan Sya­rif me­nolak memberikan penjelasan. Dia hanya menyatakan, jaja­ran­nya tengah menghimpun data dan bukti-bukti kasus tersebut.

Saat dikonfirmasi mengenai pemeriksaan sederet nama be­kas atasan maupun bekas ba­wahan Rivai yang diduga ter­libat kasus ini, Sufjan memilih bungkam.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA