KPK Perlu Waspadai Tas Hitam Nazaruddin

Meski Tersangkanya Sudah Di Indonesia

Minggu, 14 Agustus 2011, 05:16 WIB
KPK Perlu Waspadai Tas Hitam Nazaruddin
M Nazaruddin
RMOL.M Nazaruddin gagal menghandiri tim penjemput dari Indonesia. Manuvernya mengajukan permohonan suaka politik kandas lantaran ditolak Pemerintah Kolombia. Manuver nyaris serupa pernah dilakukan obligor kakap Hendra Rahardja tatkala menghindari tanggungjawab hukum yang mengancamnya.

Sikap kooperatif Kolombia me­nolak permohonan suaka politik Nazaruddin, sedikit banyak bisa jadi contoh bagi Indonesia. Se­kalipun menempati posisi sebagai negara dunia ketiga, mereka men­junjung tinggi proses penegakan hukum.

“Mereka menolak permohonan suaka politik dengan alasan tepat. Suaka politik hanya bisa di­be­ri­kan pada orang yang berurusan dengan masalah politik,”  kata Kombes (purn) Alfons Leomau, bekas anggota tim pemburu dan pemulangan Hendra Rahardja.

Manuver Nazaruddin me­mo­hon suaka politik, menurutnya, adalah upaya menghindari proses hu­kum. Pengalaman serupa per­nah dialaminya bersama Wa­ka­polda Metro Jaya Brigjen Suhardi Alius saat menjemput Hendra Rahardja dari Australia. Apalagi, kata Alfons, kuasa hukum Na­za­ruddin dan Hendra Rahardja sama, yakni OC Kaligis.

Dia bercerita, pasca penang­kapan Hendra, tim penjemput dari kepolisian mengupayakan pemulangan obligor kakap itu ke Indonesia. Proses pemulangan dilaksanakan pasca Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1999 memutus hukuman seumur hidup terhadap Hendra.

Putusan pe­nga­dilan in absten­sia terhadap Hendra diambil ka­re­na yang bersangkutan diduga menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Harapan Sen­tosa (BHS) senilai Rp 2,66 triliun.

Namun, lanjut Alfons, saat tim kepolisian menjalankan proses pemulangan, Kaligis mengajukan gugatan pra peradilan ke P­e­nga­dilan Negeri Jakarta Selatan. Da­lam gugatannya, Kaligis mem­per­ma­salahkan proses penang­ka­pan Hendra oleh kepolisian Australia. “Dia menggugat, me­nu­rutnya penangkapan kliennya ol­eh kepolisian Australia me­langgar prosedur,” ucapnya.

Hakim memenangkan gugatan pra peradilan Kaligis. Putusan pra peradilan itu kemudian didaf­tar­kan Kaligis ke Pengadilan Aus­tralia atau Supreme Court Aus­tra­lia. Adanya upaya hukum ini, membuat proses penjemputan Hendra terkendala. Pemerintah Australia menindaklanjuti proses hukum yang dilayangkan kubu Hendra. Proses hukum di Aus­tralia makin panjang dan berlarut karena Indonesia dan Australia tak memiliki perjanjian ekstradisi.

“Kami lalu pulang ke Tanah Air. Tapi, kami tidak tinggal diam. Tim kepolisian balik mempra­pe­ra­dilankan hakim yang menga­bul­kan gugatan Kaligis. Awalnya, gugatan pra peradilan kami dito­lak Pengadilan Negeri Jakarta Se­latan dan Pengadilan Tinggi DKI. Alasannya, putusan hakim tidak bisa digugat,” bebernya.

Penolakan itu membuat tim kepolisian memutuskan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Majelis kasasi memenangkan gugatan tim kepolisian. Hakim yang memenangkan gugatan pra peradilan Kaligis kena sanksi di-nonpalu-kan.

Dengan preseden yang me­war­nai proses pemulangan Hendra, dia mengingatkan agar tim yang diketuai Direktur V Tindak Pi­dana Tertentu (Dir V Tipiter) Ba­reskrim Polri Brigjen Anas Yusuf  mengantisipasi segala manuver kubu tersangka Nazaruddin, kendati Nasruddin telah berada di Indonesia. Dia pun mewanti-wan­ti KPK agar mewaspadai langkah-langkah kubu Nazaruddin.

“Kita sama-sama tahu Na­za­ruddin berusaha memohon suaka politik ke Pemerintah Kolombia. Itu bagian dari usahanya meng­hin­dari pemulangan. Belakangan, isu soal hilangnya tas hitam Na­zaruddin, bisa jadi dikembangkan pihak tertentu yang tidak senang dengan penjemputan Nazarud­din,” kata Alfons.

Intinya, Alfons berharap, pro­ses hukum terhadap Nazaruddin tidak berakhir seperti Hendra Ra­hardja yang sampai akhir hayat­nya gagal dieksekusi. Namun, anak buah OC Kaligis, Afrian Bondjol menyatakan bahwa pi­hak­nya senantiasa mengambil langkah sesuai hukum.

Dia menegaskan, komitmen tim kuasa hukum mematuhi atu­ran, diperlihatkan dengan me­ma­tuhi hukum Pemerintah Ko­lom­bia. “Sejak kedatangan tim, kami sama sekali tidak diperkenankan mendampingi Nazaruddin. Pak OC mematuhi itu, karena me­mang tidak punya izin melakukan pembelaan di negara tersebut,” tuturnya.

Afrian pun menepis anggapan bahwa kliennya menolak pulang ke Tanah Air. “Nazaruddin me­nyatakan secara tegas, dia bers­e­dia pulang asal ada jaminan ke­selamatan diri,” tandasnya.

Sementara itu, menurut Ka­polri Jenderal Timur Pradopo, se­s­­ampainya di Tanah Air, tim ke­po­lisian bukan hanya meny­e­rah­kan Nazaruddin ke Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK), tapi semua barang bukti dalam kasus dugaan korupsi Nazar.

Menambahkan hal tersebut, Kadivhumas Polri Irjen Anton Bachrul Alam menyangkal jika ba­­rang bukti berupa tas hitam tersangka, hilang. Dia mema­­s­tikan, setelah dititipkan kepada Dubes Indonesia untuk Kolombia Mic­hael Menufandu, tas Nazar berisi empat telepon genggam, char­ger, pulpen, dokumen dan uang telah diserahkan kepada KPK.

Tangannya Diborgol, Wajahnya Tertunduk

Tersangka kasus suap Wis­ma Atlet SEA Games Mu­ham­mad Nazaruddin diciduk di Bandara Rafael Nunez, kota wisata Car­ta­gena, Kolombia, Minggu 7 Agus­tus. Proses pemulangan Nazar belakangan tak menemui ham­batan berarti. Saat digiring dari kota wisata itu ke Bogota, Ibukota Kolombia, Nazaruddin diborgol dan tertunduk lesu.

Tayangan stasiun televisi Ko­lombia, teleSUR mem­per­li­hat­kan, Nazaruddin turun dari pe­sa­wat kecil yang membawanya dari Cartagena. Ia dikawal dua petu­gas dari BIJIN (Kepolisian Ko­lombia). Berkaos gelap, Naza­ruddin turun dari pesawat.

Rekaman video di www.video­.­­latam.msn.com menggambarkan Nazaruddin digiring ke ruangan di markas kepolisian untuk menandatangi surat penahanan. Di kantor polisi itu, Nazaruddin mengenakan jaket. Saat dibawa pulang ke Tanah Air, Nazar dika­wal sedikitnya empat aparat. Dia kemudian dinaikkan pesawat. Di dalam pesawat carteran, Naza­ruddin yang duduk dekat jendela itu tampak dibrifing petugas.

Pengawalan terhadap lelaki asal Simalungun itu terlihat ketat.  Pemulangan Nazaruddin ini di­harapkan Ketua Tim Pemburu Ko­ruptor (TPK) Darmono mam­pu melecut semangat penegak hu­kum dalam meningkatkan per­buruan terhadap 24 buronan ka­sus korupsi.

“Orang itu mobile, ada seba­gian di China, Vietnam, Singa­pura, Australia, semuanya sudah kami deteksi,” ucapnya.

Upaya yang dilakukan timnya, sejauh ini adalah mengusahakan ekstradisi serta rapat membahas bagaimana melakukan pencarian orang yang diduga ada di luar negeri. Pihaknya juga meminta bantuan Interpol serta melakukan judicial review terhadap aset Adrian Kiki Ariawan. Ia optimis, perburuan koruptor di luar negeri akan membuahkan hasil. Namun, dia belum berani menargetkan kapan 24 buronan tersebut bisa dibawa pulang ke Indonesia.

Jangan Lagi Suguhkan Tanda Tanya

Yusuf Sahide, Direktur LSM KPK Watch

Direktur LSM KPK Watch Yusuf Sahide mengimbau K­o­misi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hu­kum lainnya segera tun­taskan perkara korupsi bekas Ben­da­ha­ra Umum DPP Partai De­mok­rat Muhammad Nazarud­din hingga ke persidangan.  Pa­sal­nya, masyarakat sudah ter­lalu sering disuguhkan kasus tin­dak pidana korupsi yang penuntasannya tidak jelas.

“Sudah saatnya lembaga penegak hukum menunjukkan taringnya kembali di mata pub­lik. Jangan lagi masyarakat di­suguhkan tontonan kasus yang selalu menghasilkan tanda ta­nya besar penuntasannya,” katanya.

Selain itu, katanya, penun­ta­san kasus Nazaruddin seti­dak­nya akan ada dua poin pert­a­ru­han besar. Pertama ialah kr­e­di­bi­litas partai berlambang bin­tang mercy, yakni Demokrat. Menurutnya, selama tiga bulan terakhir citra Partai Demokrat se­dang kritis. “Yang rugi nanti­nya juga Demokrat. Beberapa elite partai mereka sudah di­se­but-sebut,” tuturnya.

Pertaruhan kedua, lanjutnya, adalah milik lembaga superbodi KPK. Menurutnya, KPK men­jadi tertuduh di mata publik aki­bat nyanyian Nazaruddin terha­dap pimpinan dan pejabat KPK. Perdebatan etis atau tak etis me­ngenai pertemuan Nazaruddin dengan para petinggi KPK itu, tengah ditangani Komite Etik KPK. Namun, katanya, publik telah menilai pertemuan ter­sebut melanggar kepatutan. “Ini juga menjadi catatan penting bagi KPK,” katanya.

Yusuf menambahkan, kedua poin itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara mencari-cari kambing hitam. Dia pun me­min­ta penuntasan kasus Naza­ruddin membawa penegakan hukum dalam tingkatan yang lebih luas, seperti menangkap Nu­nun Nurbaetie, tersangka ka­sus suap pemilihan Deputi Gu­bernur Senior Bank Indonesia. “Karena efek destruktifnya telanjur membuat nama besar KPK, dan Demokrat terco­reng,” tandasnya.

Ingin Kepastian Siapa Saja yang Terlibat

Trimedya Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR

Upaya M Nazaruddin me­min­ta suaka politik dari Kolombia menunjukkan masih adanya keengganan yang bersangkutan pulang ke Tanah Air.  Jika suaka politik itu sempat diberikan, Nazarrudin kemungkinan besar tak akan tersentuh hukum Indonesia.

Menurut Komisi III DPR Tri­medya Pandjaitan, keengganan Ko­lombia memberikan suaka politik maupun perlindungan hukum pada tersangka ini, me­nunjukkan komitmen negara ter­sebut menjaga hubungan de­ngan Indonesia. “Kita harus berkaca dan belajar dari negara tersebut. Sekalipun hanya ne­ga­ra kecil, mereka punya ko­mitmen dan ketaatan hukum,” tandas politisi PDIP ini.

Padahal, lanjut anggota tim advokasi PDIP ini, Kolombia sama sekali tak dapat keun­tu­ngan atas penangkapan Na­za­rud­din. Tapi, dia meng­ga­ris­ba­wa­hi, kepatuhan dan komitmen meningkatkan kerjasama antar sesama anggota Interpol mem­buat Kolombia merasa perlu me­ngambil langkah tegas.  “Itu harus mendapat apresiasi. Se­tidaknya menjadi contoh proses menegakan supremasi hukum di sini,” ujarnya.

Dia meminta agar pe­mu­la­ngan Nazaruddin ditanggapi se­cara proporsional. Artinya, lang­kah hukum konkret dan kepatuhan tiap warga negara dalam menuntaskan perkara hukum harus bisa dibuktikan.

“Jangan menjadi lips service saja. Kita ingin ada kepastian hu­kum mengenai siapa yang ter­libat perkara ini. Pemulangan Na­zaruddin menjadi mo­men­tum menuntaskan kasus-kasus ko­rupsi besar lainnya.”

Untuk menghindari penye­le­we­ngan penuntasan kasus ini, ia mengajak seluruh komponen masyarakat mengawasinya. “Jangan sampai malah dise­le­wengkan penegak hukum yang dipengaruhi atau dibeli mafia hukum,” imbuhnya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA