KPK & Polri Tak Kunjung Tangkap Nunun Nurbaetie

Sudah 1,5 Bulan Kerja Sama dengan Interpol

Selasa, 02 Agustus 2011, 07:54 WIB
KPK & Polri Tak Kunjung Tangkap Nunun Nurbaetie
Nunun Nurbaetie
RMOL. KPK dan Mabes Polri setali tiga uang dalam hal mengejar Nunun Nurbaetie, salah satu tersangka kasus suap pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 1999-2004. Hingga kini, kedua lembaga penegak hukum itu tak bisa mengendus keberadaan Nunun. Padahal, kedua lembaga itu sudah resmi bekerja sama dengan Interpol sejak 13 Juni 2011.

Belum jelasnya keberadaan istri Adang Daradjatun itu, di­sam­paikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam. Dalam keterangannya, Anton me­nyata­kan bahwa pihaknya belum me­nge­tahui keberadaan istri be­kas Wa­kapolri itu. “Kami masih men­carinya, belum terdeteksi,” katanya.

Dia menambahkan, kendala yang paling berat dihadapi Korps Bhayangkara ialah lantaran Nu­nun berada di luar negeri. Me­nurutnya, proses penangkapan bu­ron di negeri orang yang jauh dari kedaulatan NKRI memer­lu­kan waktu dan proses. Lagi pula, lanjutnya, interpol memiliki ba­nyak daftar pencarian orang (DPO).  â€Di Interpol kan banyak yang jadi buronan, tidak satu. Jadi melayani negara orang lain juga, bu­kan Indonesia saja,” tandasnya.

 Lalu, mengapa keberadaan Nu­nun sulit terdeteksi? Padahal, kepolisian sudah bekerjasama de­ngan pihak NCB Interpol un­tuk mengorek keberadaan Nunun. “Ya, kita harus cari ya. Tetep dicari ya. Walaupun lama, kita masih tetap cari,” ujarnya.

 Seperti diketahui, wanita yang menurut tim pengacaranya kena penyakit lupa ingatan ini, resmi menjadi buronan interpol di 188 negara pada 13 Juni 2011. Dalam situs resmi www.interpol.go.id na­ma Nunun tertulis dalam salah satu buronan yang dicari. Ter­ca­tat,  ciri-ciri fisik perempuan ber­usia 60 tahun itu yakni tinggi ba­dan 1,55 meter, berat 55 kilo­gram, mata dan rambut berwarna hitam.

 Sementara itu, Ketua KPK Muhammad Busyro Muqoddas memperoleh informasi, tersangka kasus suap ini mendapat penga­walan yang diduga militer Thai­land. “Kita dapat info itu, tapi kita belum tahu persis. Tidak jelas yang mengawal militer atau bu­kan,” katanya.

 Namun, ketika disinggung mengenai keberadaan Nunun, pi­haknya menyatakan bahwa Nu­nun masih buron. Dia menga­ta­kan bahwa KPK belum menge­tahui lokasi keberadaan Nunun yang pasti. “Kita sedang bekerja keras tapi tidak mudah, ada pro­sedur yang tidak bisa dihindari, me­lalui Interpol, penarikan pas­por, bahwa sampai sekarang be­lum berhasil, itu sedang bekerja keras,” ucapnya.

 Pihaknya juga telah menjalin kerjasama dengan Interpol untuk mengetahui keberadaan Nunun. Disamping itu, katanya, pihaknya juga pernah memanggil sepupu Nunun yakni Yane Yunarni Alex, pada 8 Juli 2011. Pemanggilan itu dilakukan oleh pihaknya untuk mengetahui kebenaran masalah paspor milik Yane yang pernah dipinjam oleh Nunun.
 
Busyro menjamin pihaknya masih berminat menyelesaikan kasus suap yang telah menyeret 25 politisi Senayan ke meja hijau itu. Menurutnya, sistem dan etos kerja yang terbangun di internal KPK sejauh ini sudah mapan. “Penye­lidikan dan penyidikan kasus-kasus besar tetap jalan terus,” tegasnya.

 Sementara itu, Ina Rahman, pengacara Nunun mengaku tak tahu menahu soal perlindungan yang didapat kliennya di luar negeri. Dia juga mengaku tak tahu keberadaan istri anggota Komisi III DPR Fraksi PKS itu. Menurut Ina, pertemuan terakhir dengan kliennya itu adalah pada Mei tahun lalu. Setelah itu, ia me­ngaku tak tahu keberadaan Nu­nun. “Kami bertemu di Singa­pura, waktu itu saja keadaan ibu memprihatinkan,” katanya.

 Pengacara Nunun lainnya, Par­tahi Sihombing juga tak me­ngetahui keberadaan kliennya saat ini. “Wah Bukan kapasitas saya untuk memberikan infor­masi soal keberadaan Nunun,” ucapnya.

Dia membantah jika ada in­formasi yang menyebutkan bah­wa perlindungan dari militer Thailand itu atas permintaan ke­luarga Nunun.  Ia hanya me­nye­butkan, KPK harus membuktikan du­gaannya itu dan menjadi ke­wajiban KPK sebagai lembaga pe­negak hukum untuk menjem­put Nunun. “Tidak benar itu,” ujarnya.

 Wakil Sekjen PKS Mahfud Sid­diq menilai perkara Nunun tidak ada sangkut pautnya dengan PKS. Tapi, Mahfud mengimbau KPK untuk mengirimkan tim untuk memulangkan Nunun. “Harusnya penegak hukum yang bekerja keras mencari ke­ber­adaan Nunun Nurbaetie. Bukan hanya sekadar meminta bantuan parpol,” katanya.

Bukan Kena Pasal Penyuapan Malah Gratifikasi
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah merasa pri­hatin dengan belum dite­­mu­kannya salah satu tersangka ka­sus cek perjalanan, Nunun Nur­baetie. Pasalnya, para terdakwa yang hanya sebagai penerima suap sudah banyak yang di­vonis oleh majelis hakim Pe­nga­dilan Tipikor Jakarta.

 â€œTidak fair kalau KPK hanya menjerat si penerima suap saja. Bukan hanya itu, kami di PDIP juga merasa yang paling diru­gikan ketimbang partai lain. Buk­tinya, anggota kami banyak yang disikat KPK,” katanya.

 Yang membuat Basarah le­bih aneh lagi ialah mengapa pa­ra terdakwa yang hanya se­bagai pe­nerima itu dikenakan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Ta­hun 1999 tentang gratifikasi. Se­hingga, untuk mengarahkan ke­pada pihak yang memberi suap serasa kurang tepat. “Ka­lau pakai pasal itu tidak akan mengarah kepada si pemberi suap. Bentuk hukumannya ha­nya kepada yang menerima. Jadi, seakan-akan kasus ini su­dah ada yang mensetting se­de­mikian rupa,” ucapnya.

 Karena itu, Basarah me­nu­ding KPK dan Mabes Polri tidak sepenuh hati menuntaskan perkara suap ini. Menurutnya, polisi dan KPK bisa mem­ben­tuk tim khusus untuk me­la­ku­kan investigasi secara man­diri ke daerah yang diduga menjadi tempat persembunyian Nunun. “Atau buatlah second opinion jika Nunun dikabarkan oleh pi­hak keluarga sedang sakit,” ujarnya.

 Basarah kembali menegas­kan, peran KPK dalam menelu­su­ri kasus travel cek ini dapat di­ka­takan hampir tebang pilih. Ka­rena itu, dia meminta kese­rius­an KPK untk mengungkap sia­pa pemberi suapnya. “Sele­sai­kan dong perkara itu kalau ma­sih mau dipuji oleh ma­sya­rakat, temukan itu siapa pem­be­ri suapnya,” tuturnya.

 Politisi PDIP ini menye­ru­kan, KPK tidak perlu takut dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya dalam mem­berantas korupsi. Meskipun, ka­tanya, yang akan dihadapi itu orang yang mempunyai pe­nga­ruh besar di negeri ini. “Se­ma­kin besar tanggung jawab, maka semakin besar pula resiko yang akan dilalui oleh lembaga itu,” tandasnya.

KPK Punya Dua Pilihan
Yusuf Sahide, Direktur LSM KPK Watch

Direktur LSM KPK Watch Yusuf Sahide berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) da­pat membawa pulang Nunun Nur­­baetie ke Indonesia. Pasal­nya, belum ditemukannya Nu­nun mempersulit langkah lem­ba­ga superbodi itu untuk mem­bongkar kasus ini secara me­nyeluruh.

 â€œSangat sulit kasus itu ter­bongkar secara utuh jika Nunun Nurbaetie belum dibawa pulang ke Tanah Air. Soalnya yang di­duga menghubungkan antara pi­hak Miranda dengan anggota DPR yang menerima cek itu ialah Nunun,” katanya, kemarin.

 Yusuf menyatakan, ada dua pilihan bagi lembaga yang di­ko­­mandoi oleh Busyro Mu­qodas saat ini. Pertama, me­ngecek langsung ke negara yang diduga menjadi tempat per­­sembunyian Nunun, ke­mu­dian berkoordinasi dengan In­ter­pol. Pilihan lainnya, mem­bawa pulang paksa. “Akan lebih baik bila KPK bisa membawa Nunun kembali ke Indonesia karena akan memudahkan pe­me­riksaan tanpa melalui pro­sedur yang rumit,” ujarnya.

Yusuf juga menaruh curiga dengan kondisi Nunun saat ini yang dikabarkan sakit lupa ingat­an. Menurutnya, jika KPK ingin mendapatkan informasi Nu­nun, sebaiknya KPK segera membentuk tim dokter untuk me­ngecek kondisi Nunun saat ini. “Bisa saja ini modus yang di­gunakan untuk kabur dari je­ratan hukum. Saya khawatir mo­dus lupa ini akan menjadi modus bagi tersangka korupsi lainnya,” ucapnya.

Disamping itu, Yusuf juga me­ngimbau kepada DPR sup­a­ya kasus ini tak dijadikan se­bagai langkah untuk men­dis­kreditkan KPK. Menurutnya, DPR seharusnya menjadi lem­baga bersih yang tidak me­ngenal tradisi suap menyuap. “Ta­pi mau bagaimana lagi, me­mang beginilah wajah parlemen di negeri ini,” katanya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA