Timbul Tanya Kala Boediono Bertamu ke Markas Muhammadiyah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 30 Juli 2011, 15:33 WIB
<i>Timbul Tanya Kala Boediono Bertamu ke Markas Muhammadiyah</i>
wapres boediono/ust
RMOL. Sugeng Rawuh, Pak Boed! Jangan lupa BLBI, Century dan 12 Inpres Pemberantasan Mafia Pajak.
Begitu tulisan besar di spanduk besar yang dibentangkan massa mahasiswa, Rabu pagi, 16 Juni lalu di Bundaran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Ironis, Boediono ditolak oleh mahasiswa kampus dimana dia mengabdi sebagai tenaga pengajar. Ya, sementara Boediono dengan cueknya berceramah dan melakukan pelepasan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Antar Semester 2011 di Grha Sabha Pramana, di luar ruangan ratusan mahasiswa UGM melakukan aksi parodi. Duplikat Boediono pun tak urung dijadikan lelucon bagi massa aksi.

"Ini adalah aksi simbolik mendesak rezim saat ini, khususnya Boediono, agar segera menyelesaikan berbagai skandal hukum di negeri ini." ujar Presiden BEM UGM, Luthfi Hamzah.

Kemana Pak Boed menginjakkan kaki, penolakan itu pemandangan biasa. Tidak perlu disebut besar kecil protesnya, yang pasti ada catatan hitam melekat pada diri mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Di tengah kemacetan dan terik matahari Jakarta, pada Kamis siang (30/7), Kawula Jakarta berdemonstrasi di depan Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan. Mereka menuntut pertanggungjawaban Boediono dalam kasus-kasus mega korupsi. Boediono dianggap punya andil besar di balik kasus skandal pajak Bank Mandiri Rp 2,2 triliun, skandal bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun dan skandal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Pertanggungjawaban yang kami minta kepada Boediono berupa tindakan mundur dari jabatan atau non aktif dari jabatan wakil presiden," kata koordinator Kawula Jakarta, Nda Waluyo, kepada wartawan di depan Istana Wapres.

Tidak cuma istananya yang ada di Jakarta. Pernah dua kali dalam sepekan kediaman pribadi Boediono disasar demo. Puluhan mahasiswa Gerakan Pemuda Melawan Korupsi (GPMK) berunjuk rasa di depan kediaman Wapres Boediono di Sawitsari, Condongcatur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (31/5). Sepekan sebelumnya, mahasiswa dari Relawan Peduli Anti-Korupsi (Rempak) ikut menyatroni rumah Boediono. Yang demo boleh beda, tapi isunya engga jauh dari pengusutan kasus korupsi yang diduga melibatkan ekonom UGM itu.  

Rangkaian kunjungan kerja Wapres Boediono bersama para menteri ke dua kabupaten di Sulawesi Barat, Mamuju dan Majene, bulan Februari silam juga diwarnai demonstrasi kekecewaan atas berlarut-larutnya penuntasan kasus bank Century sejak 2009.

Tidak diragukan kalau Boediono adalah bagian dari masalah yang sedang dihadapi Indonesia. Baik masalah hukum, maupun masalah ekonomi.

Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan DPR, Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) yang diberikan Boediono kala menjabat Gubernur BI untuk Bank Century melanggar aturan hukum dan perundangan. Boediono juga menjadi pihak yang paling ngotot meminta agar Bank Century dibailout dan ditetapkan sebagai bank gagal yang berdampa sistemik dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), malam hari 20 November 2008. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini menangani kasus ini masih terlihat ragu-ragu.

Lalu mengapa PP Muhammadiyah di bawah pimpinan tokoh yang selama ini dikenal kritis pada pemerintah, Din Syamsuddin, berani seolah menutup mata?

Selama kurang lebih dua jam, Din Syamsuddin bertemu tertutup dengan Wakil Presiden Boediono dan hasilnya adalah spekulasi politik. Din bertemu wakil SBY. SBY yang partainya sedang terpojok menyusul testimoni Muhammad Nazaruddin. Din bertemu wakil SBY bernama Boediono yang kasus hukumnya masih menggantung di langit hitam hukum Indonesia. Di sisi lain, Din adalah menjadi tokoh sentral dalam kelompok pemuka agama yang pada awal tahun ini meniupkan isu kebohongan rezim SBY.

Boediono tampak senang dengan sambutan hangat PP Muhammadiyah kemarin. Usai bertemu Din, dia tampak banyak mengumbar senyum. Boediono mengakui dirinya mewakili pemerintah saat itu. Dan dia bertukar pikiran dengan Din yang mewakili masyarakat untuk memperlancar komunikasi antara Muhammadiyah dan pemerintah.

Ketika ditanya wartawan apakah ada isu politik yang dibahas keduanya, Boediono hanya tersenyum sambil berlalu. Pertanyaan itu malah dijawab oleh Din yang berdiri di sisi Wapres.

"Tidak ada," celetuk Din.

Din menambahkan, dirinya menyampaikan pesan kepada pemerintah tentang pentingnya pembinaan komunikasi yang intensif terhadap elemen masyarakat madani, salah satunya Muhammadiyah. Dia mengharapkan kemitraan strategis yang mengedepankan kepentingan UKM khususnya warga Muhammadiyah. Tegas Din lagi, pemerintah dan Muhammadiyah penganut simbisosi mutualisme.

Dari pernyataan pers Din dan Boediono, diketahui publik bahwa tidak ada satupun pembahasan soal penyelesaian kasus Bank Century, BLBI atau penuntasan 12 Inpres Pemberantasan Mafia Pajak.

Jika Din tidak mampu bersuara lantang di depan muka Boediono, lalu dimana para aktivis Muhammadiyah yang melek persoalan bangsa berada pada saat Boediono bertamu? Sambutan hangat Din yang jadi jawaban sekaligus masih menyisakan misteri.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA