Meski sebelumnya mengatakan tidak masuk dalam barisan Ormas dan ulama yang mendukung secara politis Presiden SBY, tapi Din menegaskan akan tetap bersikap kooperatif pada pemerintah. Selain ingin lebih menjalin hubungan simbiosis mutualisme antara pemerintah dan Muhammadiyah, Din juga menekankan bahwa tidak ada alasan memakzulkan pemerintahan yang sah.
Pernyataan itu memang normatif namun mengejutkan karena bertolak belakang dengan catatan publik yang merekam kritik tajam Din pada pemerintahan SBY-Boediono selama ini. Perubahan sikap Din setelah menerima Boediono itu mendapat sorotan tajam dari kalangan aktivis anti pemerintah.
"Mudah-mudahan Pak Din tidak masuk angin dan tidak melupakan dosa Boediono yang telah merugikan negara Rp 6,7 triliun dalam kasus skandal Bank Century," kata aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Ahmad Kasino, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 30/7).
Kader Muhammadiyah ini juga mengingatkan Din soal pernyataan sikap para tokoh agama beberapa waktu lalu, notabene Din adalah salah satu penggalangnya, yang menyatakan bahwa rezim SBY-Boediono sebagai rezim kebohongan.
"Berdasarkan sikap para tokoh agama, seharusnya semua komponen bangsa termasuk tokoh agama menghentikan pemerintah SBY-Boediono dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," katanya.
Alasannya, jelas Kasino, sikap munafik pemerintah menjadi masalah besar yang mengakibatkan degradasi bangsa di segala bidang. Dia mengurai lagi beberapa skandal hukum yang terjadi di masa pemerintahan ini seperti pengakuan Nazaruddin bahwa kongres Partai Demokrat dibiayai oleh korupsi APBN, kasus mafia Pajak, kecurangan pemilu seperti kasus Andi Nurpati, dan rekayasa hukum Antasari.
"Banyak kasus-kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah karena pemerintah adalah bagian dari masalah itu sendiri. Pemerintah SBY-Boediono termasuk dalam katagori pemerintah yang munafik yang cirinya apabila dia berkata maka dusta, dan pemerintah yang munafik ini sangat membahayakan rakyat dan eksistensi bangsa Indonesia," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: