Ingat Kudatuli, Ingat Kasdam SBY

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 27 Juli 2011, 11:34 WIB
Ingat Kudatuli, Ingat Kasdam SBY
RMOL. Hari ini tepat 15 tahun peristiwa 27 Juli 1996 atau lebih dikenal Kudatuli (Kerusuhan Dua Tujuh Juli). Kala itu, massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) dibantu aparat kepolisian dan TNI menyerbu kantor DPP PDI Megawati di Jalan Diponegoro nomor 58, Jakarta Pusat.

Ingat Kudatuli, ingat para jenderal yang terbukti kuat terlibat dan masih bebas hingga saat ini. Bahkan, salah satunya sukses menggapai kursi Presiden RI.

Penyerbuan DPP PDI disusul kerusuhan di beberapa wilayah Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Kemudian teror, intimidasi, pemburuan dan penangkapan aktivis pro demokrasi.

Penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Banyak pihak berpendapat yang tewas lebih dari itu. 124 anggota dan simpatisan PDI Megawati dijatuhi vonis kurang dari satu tahun dan ditahan di Rutan Salemba. Menyusul, barisan aktivis Partai Rakyat Demokratik dituduh sebagai penggerak kerusuhan dan distigmakan komunis oleh pemerintah Orde Baru.

Sampai hari ini, para pelaku masih bebas berkeliaran, tidak tersentuh oleh hukum. Proses pengadilan yang ada bukanlah Pengadilan HAM melainkan Pengadilan Koneksitas yang penuh intervensi dari kekuatan Orba yang tersisa. Yang menjadi terdakwa juga terbatas di tingkat anak buah. Tidak menyentuh mantan Presiden Soeharto, Faisal Tanjung (mantan Panglima ABRI), Syarwan Hamid (mantan Kasospol).

Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kasdam) Jaya saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono juga tidak tersentuh.

Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Hak Asasi Manusia menyebut, pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan Kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.

Saksi dan korban Kudatuli yang kini bertugas memimpin Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, secara tegas  menyimpulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono patut diduga terlibat dalam Peristiwa 27 Juli.

"Peristiwa 27 Juli merupakan pelanggaran HAM berat. Maka tidak cukup hanya Pengadilan Koneksitas. Kasus itu harus diadili dalam Pengadilan HAM Ad Hoc," tegasnya dalam pernyataan sikap yang dikirimkan beberapa saat lalu (Rabu, 27/7) ke Rakyat Merdeka Online.

Ketua DPP PDI Perjuangan ini juga meminta DPR merevisi kembali keputusan politiknya yang dulu mengatakan tidak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus 27 Juli. DPR harus segera membentuk Pansus 27 Juli dan merekomendasikan pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc. Ribka juga mendesak Komnas HAM untuk membentuk Tim Penyidik Kasus 27 Juli Pro Justicia.

"Dan tanpa menunggu proses Pengadilan Ad Hoc, terlebih dahulu negara harus segera merehabilitasi nama baik para korban yang dituduh terlibat kerusuhan 27 Juli, baik yang diadili dengan KUHP dan UU Subversi," pinta Ribka

Seperti diketahui, hingga kini negara belum juga memberikan kompensasi kepada korban baik yang meninggal, cacat permanen, kehilangan mata pencaharian, dan kehilangan harta benda.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA