Inilah Jenis Kecurangan yang Potensial di Pilkada DKI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 25 Juli 2011, 14:56 WIB
Inilah Jenis Kecurangan yang Potensial di Pilkada DKI
ilustrasi
RMOL. Seperti pemilihan-pemilihan kepala daerah lainnya, Pilkada DKI tahun depan juga mempunyai potensi praktik curang.  Mobilisasi pemilih dari wilayah Jabodetabek adalah salah satunya.

Selain itu, dikhawatirkan ketikdaberesan penyelenggara pilkada dalam mengelola daftar pemilih sementara dan tetap, seperti nama atau pemilih ganda tidak terdaftar sebagai pemilih. Biasanya hal itu terjadi di wilayah yang sebagian besar dihuni simpatisan atau basis kandidat tertentu

Demikian dikatakan koordinator Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia, Girindra Sandino, dalam pernyataan kepada Rakyat Merdeka Online, Senin (25/7).

Selain itu, praktik politik uang terselubung maupun terbuka dapat saja dilakukan pendukung pasangan calon yang berada di luar tim pemenangan resmi.

"Akan marak black campaign, terlebih banyak parpol yang kadernya bermasalah," tambah Girindra.

Menurut pemantauan KIPP, penggelembungan atau pengurangan suara calon paling sering terjadi di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK). Girindra mengungkapkan pengalaman ketika KIPP melakukan pemantauan dalam pilkada kabupaten Bandung. Waktu itu KIPP menemukan formulir C6 KWK (undangan untuk pemilih) masih menumpuk di PPK pada H-1 malam.

"Hal tersebut juga bisa mempenagruhi tingginya angka golput. Hal itu menimbulkan kecurangan serius dan penggelembungan suara," tegasnya.
 
Pengalaman lain adalah di Pilkada Kota Depok. Dimana pada radius 3-10 meter dari TPS masih ditemukan alat kampanye salah satu calon. Modus itu tidak tertutup kemungkinan terjadi juga di Pilkada DKI. Hal itu melanggar pasal 57 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 6/2005 tentangPemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah 49/2008 yang berbunyi, "Alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5), harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara."

Hal sepele tapi yang jadi pelanggaran serius lainnya, masih kata Girindra, adalah ketidakseriusan jajaran stakeholders penyelenggara pilkada. Seperti ketidaksiapan petugas di tiap TPS, misalnya tidak punya kartu identitas, DPT-DPT tidak terpampang, apakah itu KPPS, PPS, PPL, saksi-saksi, tidak ada yang memakai kartu identitas. Sehingga tidak bisa membedakan siapa petugas, siapa pemilih.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA