Dijadikan Tersangka, Bupati Kolaka Mengadu ke Gedung Bundar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 14 Juli 2011, 18:57 WIB
Dijadikan Tersangka, Bupati Kolaka Mengadu ke Gedung Bundar
ilustrasi
RMOL. Tidak terima dijadikan tersangka korupsi, Bupati Kolaka, Sulawesi Tenggara, Buhari Matta, mengadu ke Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan pada Kejaksaan Agung RI.



Buhari Matta telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejagung terkait dugaan penyalahgunaan jabatan dalam mengeluarkan surat izin kuasa pertambangan (KP) di areal Kawasan Konservasi Taman Wisata Laut, Pulau Lemo. Tapi siang tadi, kuasa hukumnya, Eggi Sudjana, mengadukan penetapan statusnya.



Dalam rilis yang dikirimkan, Eggi mengaku sudah menyerahkan surat protes ke Jamwas melalui staf Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Kamis (14/7). Eggi beralasan, jaksa yang menangani kasus tersebut tidak profesional karena sampai sekarang kliennya belum pernah diperiksa dan menjadi saksi. Bahkan surat penetapan dirinya sebagai tersangka, belum diterimanya.



"Penetapan tersangka terhadap Bupati Kolaka itu, prematur karena sampai sekarang juga belum ada izin pemeriksaannya dari presiden," kata Eggi.



Ia juga menjelaskan bahwa apa yang dituduhkan terhadap Bupati Kolaka merupakan hal yang tidak benar dan tidak mendasar. Pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Kolaka, yang berkaitan dengan kewenangan dirinya sebagai Bupati Kolaka, semata-mata untuk mewujudkan tujuuan negara Republik Indonesia melalui visi Kolaka Emas.



"Yakni dengan mengimplementasikan kebijakan strategis pembangunan dengan pola partisipatif dan sinergitas yang diarahkan untuk kemajuan dan kesejahteraan msyarakat Kabupaten Kolaka," katanya.



Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung, Noor Rachmad, mengatakan, Kejagung menetapkan pula rekanan dalam proyek tersebut sebagai tersangka, yakni, AS. Dijelaskan, penetapan tersangka terhadap Bupati Kolaka itu karena diduga telah menerima suap dari rekanan untuk izin pertambangan sebesar Rp 5 miliar.



"Bupati diduga menerima suap dari rekanan lebih dari Rp5 miliar," katanya.



Kasus itu sendiri bermula saat dikeluarkannya surat izin KP untuk biji nikel di areal kawasan konservasi di Pulau Lemo oleh PT Inti Jaya atas dasar surat bernomor 146 tahun 2007 tertanggal 28 Juni 2008 yang dikeluarkan oleh Bupati Kolaka. Izin KP itu sendiri, tidak menggunakan izin dari Menteri Kehutanan hingga kebijakan dengan mengeluarkan surat izin tersebut dinilai inkonstitusional.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA