Status Cekal Gubernur Kaltim ke Luar Negeri Hampir Habis

Jamintel Kirim Nota Dinas ke Jampidsus

Minggu, 10 Juli 2011, 03:40 WIB
Status Cekal Gubernur Kaltim ke Luar Negeri Hampir Habis
Awang Farouk Ishak
RMOL.Kejaksaan Agung menyiapkan berkas perpanjangan masa cegah tersangka kasus divestasi saham Kaltim Prima Coal (KPC) Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk Ishak ke luar negeri. Seiring itu, pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur mengaku siap menerima pelimpahan berkas perkara tersangka kasus ini.

Keterangan seputar status cegah ini, dikemukakan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung Edwin Pamimpin Situmorang ak­hir pekan lalu.

Menurut Edwin, jajarannya te­lah menembuskan surat pem­be­ritahuan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jam­pid­sus) seputar masa cegah Awang yang akan habis. “Saya sudah me­ngirim nota dinas pada Jam­pidsus  untuk menanyakan per­pan­jangan itu,” katanya.

Nota dinas berisi permohonan perpanjangan masa cegah ter­se­but, sambungnya, meru­pa­kan tin­daklanjut atas Surat Keputusan (SK) 248/D/DSP.3/07/2010. Dalam SK itu tertera penetapan sta­tus cegah terhadap Awang ber­laku tanggal 28 Juni 2010 sampai 28 Juli 2011.

Artinya, menurut dia, Jamintel telah proaktif  dalam melak­sa­na­kan tugasnya. Jangan sampai ke­pergian tersangka ke luar negeri menjadi bumerang bagi kejak­sa­an, dalam hal ini jajaran Jamintel. Sebelumnya, kepergian Awang ke luar negeri sempat menuai po­lemik dan kritik keras.

Ia menyatakan, kepergian Awang ke China pada 4-7 Okto­ber 2010 serta ke Australia pada 5-14 Mei 2011 telah mendapat izin dari Ke­jagung. “Ada izin yang dituju­kan ke Jamintel,” katanya.

Pemberian izin atas kepergian tersangka ke luar negeri, menurut dia, juga diberikan karena ada ja­minan Kementerian Perdagangan yang beralasan bahwa kepergian Awang untuk mendatangkan in­vestasi ke provinsi yang dipi­m­pin­nya, Kalimantan Timur.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi Ka­li­man­tan Timur Faried Haryanto me­ngemukakan, pihaknya siap me­nuntaskan perkara Awang hing­ga ke pengadilan. “Kami ting­gal menunggu pelimpahan berkas perkara dari Kejagung,” katanya.  

Menurut Faried,  pihaknya ti­dak bisa terlalu proaktif men­a­nga­­ni perkara ini. Soalnya, kata dia, perkara ini masih ditangani ja­jaran Jampidsus. “Penyidikan ka­sus ini dilakukan Kejaksaan Agung. Tapi, pada prinsipnya kami siap menerima pelimpahan berkas perkara jika Kejagung me­nyatakan pemeriksaan berkas per­kara tersebut lengkap,” ucapnya.

Dia menambahkan, layak atau tidaknya berkas perkara Awang di­limpahkan ke pengadilan me­ru­pakan tanggungjawab penuh jajaran Jampidsus yang saat ini mengusut perkara tersebut.     

Sebelumnya, kuasa hukum Awang yang diwakili Amir Syam­suddin menyatakan, keper­gi­an kliennya ke luar negeri diser­tai izin pihak-pihak berwenang. “Ada jaminan yang jelas, semua prosedur dilalui sesuai aturan yang ada. Ia pergi untuk ke­per­luan perluasan investasi di wi­layah Kaltim,” tegasnya.

Namun, ia mengaku tidak tahu jenis investasi apa yang diupa­ya­kan kliennya masuk ke wilayah Kaltim. Ia pun menolak memberi rincian mengenai perkara yang melilit Awang. Soalnya, sejauh ini pihak Kejagung sama sekali belum memeriksa kliennya da­lam perkara dugaan korupsi di­vestasi saham KPC.    

Dia juga ogah menanggapi ren­cana perpanjangan masa cegah kliennya ke luar negeri maupun kesiapan Kejati Kaltim menerima pelimpahan berkas perkara kasus ini dari Kejagung.

Alasannya, hal tersebut men­jadi kewenangan jak­sa yang menangani kasus ini. Sejauh ini, kata dia, pihaknya hanya berusa­ha menjalani ketentuan hukum sesuai prosedur yang berlaku.

Sementara itu, menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Noor Rochmad, sejauh ini Kejagung belum menentukan perpanjangan masa cegah ter­ha­dap Awang. Perpanjangan status cegah tersebut, kemungkinan baru dilaksanakan jika masa ce­gah Awang habis pada 28 Juli men­datang.

“Pasti akan ditentu­kan sta­tusnya,” tandas dia. Yang pasti, me­nurut Noor, kepergian tersang­ka ke luar negeri beberapa waktu lalu diketahui Kejaksaan Agung. “Ada izin untuk itu,” katanya.

Dia juga menjelaskan, pasca kembalinya ke Tanah Air, Awang pun telah memberikan laporan se­putar keberadaannya kepada jaja­ran Kejagung. Begitu Awang kem­bali ke Indonesia, Kejagung kembali memberlakukan status cegah kepada Gubernur Kaltim itu.

Untuk keperluan pencegahan tersangka ke luar negeri, lanjut­nya, pihak Kejagung telah ber­koordinasi dengan Ditjen Imig­rasi Kementerian Hukum dan HAM. “Statusnya sekarang di­cegah untuk bepergian ke luar ne­geri,” ujarnya.

Terseret Kasus Senilai Rp 576 M

Kuasa hukum tersangka Gu­bernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, Hamzah Dahlan dan Amir Syamsuddin pernah be­rencana meminta kejelasan kasus yang menyeret kliennya kepada Kejaksaan Agung. Namun, me­nurut Hamzah, rencana mengirim surat kepada Kejagung pada 15 Juni lalu belum terwujud.

Selain itu, dia menegaskan, su­rat izin pemeriksaan dari Presiden juga belum turun. Lantaran itu, Ham­zah menolak rencana Ke­ja­gung memeriksa kliennya. “Awang belum pernah diperiksa Ke­ja­gung, tapi sudah ditetapkan se­bagai tersangka sejak 6 Juli 2010,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Awang ditetapkan Kejagung se­bagai tersangka lantaran dia di­duga bertanggung jawab atas pe­manfaatan dana penjualan lima per­sen saham PT KPC yang tidak di­masukkan ke kas Pemda Kutai Timur (Kutim). Akibat dugaan tersebut, menurut Kejagung, ne­gara diduga dirugikan Rp 576 mi­liar. Sangkaan itu terjadi tatkala Awang akan mengakhiri ja­ba­tannya sebagai Bupati Kutai Timur.  

Terkait kasus ini, dua terdakwa telah diadili di Pengadilan Negeri Sangatta, Kutim dengan vonis ber­beda.  Dirut PT Kutai Timur Energi (KTE) selaku perusahaan pe­ngelola dana hasil penjualan sa­ham senilai Rp 576 miliar, Anung Nugroho dihukum lima ta­hun penjara.

Sedangkan Di­rek­tur PT KTE Apidian Triwahyudi di­vonis be­bas. Putusan ini belum ber­ke­kua­tan hukum tetap karena Anung mengajukan banding, sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) ka­sus Apidian Triwahyudi me­nga­jukan kasasi ke Mah­ka­mah Agung (MA).

Jaksa kasus ini menilai, putu­san hakim terhadap Anung me­nguntungkan Awang. Sebab, da­lam persidangan, hakim sama se­kali menyebut adanya dugaan ke­terlibatan Awang. Padahal, nama Awang tegas disebut dalam dak­wa­an jaksa sebagai pihak yang ikut bersama Anung melancarkan proses penjualan dan pengalihan uang hasil penjualan saham KPC ke KTE senilai Rp 576 miliar.

 Inilah yang diklaim Hamzah menjadi bukti bahwa kliennya tak terlibat kasus tersebut. Putusan PN Sangatta ini juga yang men­jadi pertimbangan untuk mel­a­yangkan surat kepada Kejagung untuk menurunkan status Awang menjadi saksi. Padahal, putusan ter­sebut belum berkekuatan hu­kum tetap karena Anung me­nga­ju­kan banding. “Tapi, fakta hu­kum­nya kan tidak berubah,” kata Hamzah.

Minta Kejagung Tak Diskriminatif

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Penetapan dan pelaksanaan status cegah terhadap tersangka, hendaknya dilakukan secara transparan agar masyarakat tahu, siapa saja yang dicegah ke luar negeri. Begitu pula pene­ta­pan dan pelaksanaan status tangkal, agar masyarakat tahu, siapa saja yang dilarang masuk ke Indonesia.

“Penetapan status cegah dan tangkal terhadap tersangka per­lu dilaksanakan secara terbuka. Hal ini sangat penting agar masyarakat secara umum dan aparat, khususnya penegak hu­kum bisa melaksanakan tugas­nya dengan baik,” ujar anggota Komisi III DPR Desmond J mahesa.

Menurut dia, tertutupnya in­formasi cegah terhadap sese­orang yang menyandang sta­tus tersangka, seringkali mem­buat aparat sulit menga­wasi tindak-tanduk yang ber­sang­kutan. Sehingga, lagi-lagi, ada ter­sang­ka yang bisa lolos atau ka­bur ke luar negeri dengan mu­dahnya.

“Dengan terbukanya infor­masi mengenai cegah ini, ma­sya­rakat otomatis bisa mem­ban­tu aparat mengawasi gerak-gerik tersangka, apalagi ter­sang­ka kasus korupsi,” tandasnya.

Desmon pun berpendapat, per­panjangan masa cegah terhadap Gubernur Kalimantan Ti­mur Awang Farouk semes­tinya direspon dengan cepat. Sebab, selama ini, tersangka itu bisa bolak-balik ke luar negeri secara leluasa.

“Meski ada izin, hal ini bisa menimbulkan kecemburuan bagi tersangka lain. Saya me­min­ta Kejagung dan pihak-pi­hak lainnya tidak diskrimantif  dalam menetapkan status cegah kepada tersangka,” tegasnya.

Pada prinsipnya, menurut dia, meski sama sekali belum menjalani pemeriksaan, status Awang sudah tersangka. De­ngan status tersebut, maka hak-haknya sebagai warga negara semestinya juga ikut dibatasi aturan undang-undang.

“Sampai saat ini statusnya masih tersangka. Belum beru­bah. Dengan status itu, ia harus tunduk pada aturan hukum yang ada. Intinya, kalau ingin menegakkan wibawa hukum, maka tidak boleh ada pe­nge­cua­lian,” tandasnya.

Apa Investasi Yang Masuk?

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Upaya tersangka Gubernur Ka­limantan Timur Awang Fa­rouk membawa masuk investasi asing ke Kaltim harus ditagih. Soalnya, Awang ke luar ne­geri be­berapa waktu lalu saat ia ma­suk daftar cegah lantaran ber­status tersangka.

“Kepercayaan pihak asing me­nyerahkan investasi pada se­seorang yang menyandang sta­tus tersangka harus dibuk­tikan. Apa hasil yang dibawa dari ke­per­giannya ke China dan Hong­kong itu belum jelas,” ujar Sek­jen Perhimpunan Magister Hu­kum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan.

Ia sanksi, ada pihak asing yang bisa menyerahkan pe­nge­­lolaan asetnya pada sese­orang yang bermasalah de­ngan hu­kum. Soalnya, me­nurut dia, tingkat kepatuhan orang asing ter­hadap hukum sangat tinggi.

Dengan argumen itu, maka nyaris tidak masuk akal ada pi­hak asing yang berani me­ny­e­rah­kan pengelolaan asetnya ke­pada orang yang tengah ter­sang­kut masalah hukum. “Apa­lagi kasusnya dugaan korupsi,” tandasnya.  

Untuk itu, Iwan berharap, per­soalan hukum yang selama ini menyeret Awang bisa segera diselesaikan. Jangan sampai, lanjutnya, perkara ini dibiarkan terus terkatung-katung tanpa kejelasan.

Apalagi, sam­bung­nya, pene­tapan status tersangka tanpa ada kejelasan hukum membuat Awang rugi secara materil mau­pun formil.

Ia menggarisbawahi, tenggat masa cegah yang akan habis akhir bulan ini pun hendaknya segera diperpanjang Kejagung. Ia bahkan memprediksi, ke­per­gian tersangka ke luar negeri de­ngan dalih mengurus inves­tasi, akan terulang.

“Dia harus tunjukkan dulu hasilnya. In­vestasi apa yang sudah di­per­oleh sekarang dari kun­ju­ngan­nya ke negara lain?” tegasnya.

Sebab, jika tidak, Iwan kha­watir dalih serupa akan dipakai para tersangka kasus korupsi lainnya guna meloloskan diri dari jerat hukum. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA