Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal merasa saÂngat terpukul mendengar perisÂtiwÂa ini. Kendati begitu, dia meÂminta Polda Metro Jaya untuk menangani kasus ini sampai tunÂtas. “Kami menyerahkan sepeÂnuhÂnya proses hukum itu ke PolÂda Metro Jaya. Kalau terbukti berÂsalah, silakan diproses secara hukum. Kami menghormati hukum dan menyesali peristiwa ini,†katanya ketika dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Setelah perkara ini terungkap, Fasli menyatakan akan memÂperÂbaiki kondisi internal KemenÂdikÂnas dan lebih berhati-hati meÂngadakan tender proyek. “Kami akan semakin memperketat peÂngaÂwasan SDM di sini. Kami teÂrus membenahi diri untuk menuju ke arah yang lebih baik,†tuturnya.
Lantas, bagaimana kasus ini terjadi? Menurut Kasubdit TipiÂkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra D, terÂsangÂka Kasubdit Pendidikan Formal dan Informal di Kemendiknas berinisial TS bersama UTM, reÂkanan pengadaan lelang buku dan seorang broker berinisial HLS, disangka tidak melaksanakan proÂsedur maupun ketentuan lelang dalam Kepres Nomor 80 Tahun 2003.
“Seharusnya, TS sebagai pejaÂbat panitia lelang, membuka tenÂder, mengumumÂkanÂnya kepada publik. Dengan begitu, tender dilakukan terbuka,†katanya di Markas Polda Metro Jaya.
Lantaran tender dilaksanakan tertutup, lanjut Ajie, para terÂsangÂka bisa dengan mudah meÂmaiÂnÂkan peran masing-masing. SeÂbaÂgai Ketua Panitia Lelang, TS daÂpat menentukan perusahaan reÂkaÂnan mana yang bakal memenangi tender itu. Alhasil, perkenalannya dengan tersangka HLS membawa angin segar. Begitu dikenalkan dengan UTM, TS langsung meÂnentukan pemenang lelang tanpa melewati proses lelang yang baku. “UTM dikenalkan ke TS oleh seorang broker bernama HLS,†katanya.
Parahnya lagi, menurut Ajie, setelah memenangi tender, UTM malah mensub-kontrakkan pekerÂjaan ke pihak ketiga. Hal ini dilaÂkuÂkan UTM lantaran dia dan perusahaan yang memenangi leÂlang itu, tak memiliki kompeÂtensi di bidang pencetakan buku mauÂpun modul.
Kata Ajie, saat lelang, UTM meminjam “benÂdera†perusahaan lain bernama PT Cita Cakra AkÂsara (CCA) dan PT Tirta Buana Sakti (TBS). “Pihak perusahaan tersebut sudah kami mintai keÂterangan,†tandasnya.
Ajie menambahkan, akibat leÂlang yang tertutup dan pengadaan buku “Keterampilan Fungsional dan Kepribadian Profesional paket B†tahun anggaran 2007 yang tak transparan ini, banyak pihak merasa dicurangi. “Ada yang melapor pada kepolisian meÂngenai hal ini,†ujarnya.
Berangkat dari laporan yang masuk, jajaran Sat-Tipikor meÂngorek keterangan saksi-saksi. Sedikitnya, menurut Ajie, polisi telah memeriksa 23 saksi dalam kasus ini. Namun, dia tidak mau menjelaskan identitas saksi-saksi tersebut demi keamanan mereka. “Sebelum ada penetapan status tersangka, 23 saksi telah dimintai keterangan,†ucapnya.
Ketiga tersangka, jelasnya, dijeÂrat Pasal 2, 3, 5, 9, 11 dan 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 TaÂhun 2011 tentang PembeÂrantaÂsan Korupsi. Ketiga tersangka diancam hukuman penjara di atas lima tahun. Menambahkan keteÂrangan tersebut, Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes
Baharudin Djafar menguÂraiÂkan, ketiga tersangka ditangkap secara terpisah. TS ditetapkan seÂbaÂgai tersangka pada 30 Juni 2011 dan ditangkap di Hotel SaÂhid, Solo, Jawa Tengah. TS diÂtangÂkap tiga hari setelah meÂnyanÂdang predikat tersangka. Ia diÂbekuk polisi ketika menghadiri workshop Training of Trainers (TOT) pada 3 Juli lalu.
Kemudian, pada 1 Juli lalu, polisi menetapkan UTM sebagai tersangka. “Tersangka UTM diÂtangkap di rumahnya Jalan PaÂtuha Raya, Kayu Ringin Jaya, BeÂkasi Kota, 1 Juli 2011,†imÂbuhÂnya. Sedangkan tersangka HLS tidak ditahan seperti dua terÂsangÂka lainnya. Baharuddin berÂalaÂsan, HLS belum ditahan kareÂna sedang sakit. “Dia menderita stroke,†kata Kabidhumas Polda Metro Jaya.
Baharuddin yakin, kendati beÂlum ditahan, HLS tidak akan kaÂbur. Soalnya, keluarga HLS suÂdah memberikan jaminan agar terÂsangka tidak menjalani peÂnaÂhaÂnan selama masa peÂngobatan.
Diberi Waktu 60 Hari Untuk Perjelas Anggaran
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tengah dirundung sejumlah persoalan penggunaan anggaran negara.
Beberapa hari sebelum Polda Metro Jaya melansir kasus peÂngaÂdaan buku yang telah meÂngÂhaÂsilÂkan tiga tersangka, Badan PeÂmeÂriksa Keuangan (BPK) mengeÂluarÂkan status disclaimer untuk audit keuangan Kemendiknas 2010. Opini disclaimer dikeÂluarÂkan auditor bila ada pengelolaan dana yang bermasalah.
Menurut anggota BPK Rizal Djalil, untuk audit 2010, dana yang disclaimer di Kemendiknas mencapai Rp 750 miliar. Dana itu antara lain untuk tunjangan guru dan beasiswa.
Rizal menegaskan, tunjangan profesi guru dan tagihan beasiswa taÂhun 2010 yang kurang dibayar Kemendiknas Rp 61,9 miliar.
Wakil Mendiknas Fasli Jalal berÂjanji akan menindaklanjuti teÂmuan BPK tersebut. Menurut Fasli, pihaknya diberi waktu 60 hari untuk memperbaiki secara inÂternal hasil temuan BPK terseÂbut. “Bila ada kesalahan, misalÂnya ada kerugian negara, maka kita perÂsilakan polisi masuk,†tegasnya.
Fasli menduga dana bermaÂsaÂlah itu menyangkut bantuan soÂsial sekitar Rp 69 miliar. KeÂmungÂkinan, bansos belum samÂpai ke penerima seperti bantuan luar negeri untuk beasiswa, tunÂjangan profesi, dan sejenisnya.
Menurut dia, semua dana banÂsos masuk ke kantor perÂbendaÂhaÂraan dan kekayaan negara (KPKN) yang memerintahkan bank opeÂraÂsional untuk setor dana itu. “CeÂlakanya, bank operasional haÂnya laporkan ke KPKN, tidak ke kami. Sehingga, sekarang kami bekerja keras mencek ke bank-bank operasional,†ujar Fasli.
Dalam Laporan Keuangan KeÂmendiknas 2010, BPK meneÂmuÂkan anggaran belanja yang tak wajar dengan total temuan Rp 763 miliar dari realisasi belanja Rp 59,3 triliun.
Temuan itu antara lain terkait dana tidak disalurkan, dan tidak disetor ke kas negara, yakni dana Bansos Rp 69,3 miliar, tunjangan profesi dan tagihan beasiswa taÂhun 2010 kurang dibayar Rp 61,9 miliar. Juga PNPB tidak disetor ke kas negara Rp 25,8 miliar, aset tetap tidak masuk invetarisasi dan reevaluasi Rp 287 miliar, pengenÂdalian atas penatausahaan aset tidak memadai Rp 28,9 miliar, pengadaan barang tidak selesai dilaksanakan Rp 55,9 miliar.
Ada juga realisasi belanja fiktif, hibah uang tidak dicatat, dan barang dari hibah Provinsi LamÂpung senilai Rp 4,7 miliar beÂlum diproses. “Anggaran Diknas karut marut,†sentil Rizal.
Tidak Boleh Cepat Puas
Harry Witjaksana, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana meminta PolÂda Metro Jaya tak buru-buru ceÂpat puas setelah meneÂtapkan KaÂsubdit Pendidikan Formal dan Informal KemenÂterian PenÂdidikan Nasional (KeÂmenÂdikÂnas) sebagai terÂsangÂka kasus peÂngadaan buku senilai Rp 2,99 miliar. Soalnya, dugaan keterliÂbaÂtan oknum lain masih terbuka.
“Saya harap ini dijadikan bukti awal yang bagus untuk menemukan tersangka lain pada perkara pengadaan buku itu,†tandas anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Ketika mendengar peristiwa ini, Harry mengaku sempat kaget. Sebab, tak biasanya PolÂda Metro Jaya menangani perÂkara dugaan korupsi yang nilaiÂnya miliaran rupiah serta meÂnyeret pejabat lembaga pemeÂrintah. “Ini bisa dikatakan seÂbagai langkah yang cukup berÂani dari Polda Metro Jaya untuk membuat suatu gebrakan,†ucapnya.
Dia berharap, Polda Metro Jaya tak hanya semangat di awal penanganan kasus ini, tapi ujung-ujungnya loyo. Dia meÂminta Polda Metro yang kini diÂpimpin Irjen UnÂtung SuÂharsono Rajab memÂbuat gebÂraÂkan daÂlam mengusut perkara korupsi besar. “Jadi, bisa berÂbagi tugas dengan KPK dan MaÂbes Polri,†tanÂdasnya.
Pesimistis Bisa Diusut Tuntas
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Ketua Presidium LSM IndoÂnesia Police Watch (IPW) Neta S Pane pesimistis Polda Metro Jaya akan mengusut kasus peÂngadaan buku seharga Rp 2,99 miliar ini sampai tuntas, hingga melimpahkannya ke kejaksaan. Soalnya, dalam beberapa penaÂnganan perkara korupsi, ada kesan kepolisian sangat lamban.
“Karena itu, saya sarankan sebaiknya KPK ikut memantau kasus ini. Jadi, jika polisi tidak mampu mengusutnya, masih ada KPK yang akan melanjutÂkan perkara itu,†kata Neta. Tetapi, Neta meminta pihak PolÂda Metro Jaya tak menyerah sebelum perang. Dia ingin meÂlihat kinerja Polda Metro Jaya di bawah
Kapolda baru, Irjen Untung Suharsono Rajab dalam hal memÂberantas praktik korupsi. “Jadikan ini sebagai gebrakan pimpinan Polda Metro Jaya yang baru,†sarannya.
Neta menilai, praktik korupsi di sektor pendidikan terjadi di seÂmua tingkatan penyelengÂgaÂra, mulai dari hulu di KeÂmenÂteÂÂrian Pendidikan Nasional hingga ke bagian hilir seperti perguruan tinggi dan sekolah. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: