Jaksa Tunggu Salinan, Terpidana Siapkan Kasasi

Pengadilan Tinggi DKI Tolak Banding Humala Napitupulu

Minggu, 03 Juli 2011, 04:05 WIB
Jaksa Tunggu Salinan, Terpidana Siapkan Kasasi
Humala Setia Leonardo Napitupulu
RMOL.Terpidana kasus mafia pajak, Humala Setia Leonardo Napitupulu gencar melawan hakim dan jaksa. Lagi-lagi Humala bersikukuh hanya melanggar prosedur administrasi alias tidak terlibat perkara korupsi Rp 570 juta. Jaksa yang belum menerima salinan putusan banding pun masih pikir-pikir dalam menanggapi rencana kasasi terpidana dua tahun penjara tersebut.

Putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menolak banding ter­pi­dana dua tahun penjara, tak mem­buat kubu Humala kapok. Kuasa hukum kolega Gayus Tam­­bunan di Direktorat Jenderal (Dit­jen) Pajak ini, Jhonsosn Pand­jai­tan berencana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

“Kita pastinya berencana me­ngajukan kasasi ke MA, Memori kasasi disusun setelah menerima salinan putusan banding dari Pe­ngadilan Tinggi,” ujarnya.

Bekas petinggi Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) ini menjelaskan, isi me­mori kasasi yang akan disam­pai­kan ke MA tidak berbeda jauh de­ngan memori banding sebe­lum­nya. Soalnya, secara substansial ia yakin jika kliennya tak terlibat per­kara korupsi. “Kita melihat substansi kesalahan Humala ber­kisar seputar masalah admi­nis­tra­si, bukan korupsi,” tandasnya.

Menjawab pertanyaan seputar poin apa saja yang diagendakan da­lam memori kasasi, Jhonson me­nyatakan, pihaknya akan me­ne­gaskan kembali bahwa Humala tidak ada sangkut pautnya dengan Gayus Tambunan.  Ia meng­ga­ris­bawahi bahwa kapasitas Humala dalam persoalan ini hanya seba­gai penelaah keberatan pajak. Jadi tak masuk akal jika sebagai penelaah pajak alias pegawai kelas rendahan, kliennya dituduh melakukan korupsi.

“Humala hanya korban. Ia tidak terlibat perkara korupsi,” belanya. Menurutnya, kesalahan Humala bukan termasuk pelang­ga­ran berat. Jadi sangat disa­yang­kan jika hakim dan jaksa me­maksakan kehendak dengan meng­kategorikan kliennya terli­bat perkara tindak pidana korupsi. “Tapi kenapa JPU menjeratnya dengan pasal korupsi. Hakim Pengadilan Tinggi DKI pun tak teliti dalam melihat pasal ini.”

Dia menguraikan, putusan ma­jelis hakim PT DKI tidak fair, ka­re­na hakim tidak teliti dalam me­mutus perkara. Seharusnya, sam­bung dia, hakim bisa mem­be­da­kan antara pelanggaran admi­nis­trasi dengan tindak pidana korup­si. “Ini pertanda bahwa kualitas hakim dan lembaga peradilan kita lemah,” tudingnya.

Lebih jauh ia  menjelaskan, da­lam berkas memori kasasi, poin yang akan diajukan meliputi peng­gunaan pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 ta­hun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Klien kami melakukan ko­rup­s­i apa? Dapat apa dia dari per­bua­tannya? Hanya pelanggaran administrasi,” tegasnya.

Sementara, saat dimintai tang­ga­pannya, Kepala Pusat Pene­ra­ngan dan Hukum (Kapu­s­pen­kum) Kejagung Noor Rochmad menegaskan, tuntutan jaksa di­dasari fakta dan bukti yang ada. “Pe­nyusunan berkas penuntutan berdasarkan fakta dan bukti berikut penelitian yang intensif. Tidak asal tuntut,” tegasnya.

Namun ketika menjawab ba­gai­mana langkah kejaksaan me­nanggapi upaya kasasi Humala, kata dia lagi, jaksa belum bisa menentukan sikap. Menurutnya,  pasca putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menolak banding Hu­mala, jaksa kasus ini belum me­mi­kirkan langkah hukum lan­ju­tan. Belum adanya sikap jaksa menanggapi penolakan atas ban­ding yang diajukan Humala kali ini dilatari belum diterimanya sa­li­nan putusan banding dari PT DKI.

“Nanti setelah salinannya kita te­rima, akan kita pelajari dan pi­kir­kan dulu. Lalu baru kita sim­pulkan bagaimana langkah kita selanjutnya.”  Kalaupun tim kua­sa hukum Humala memutuskan akan mengajukan kasasi ke MA, lanjut Noor, hal itu menjadi hak yang bersangkutan.

Pada prin­sip­nya, Kejagung te­tap akan mengi­kuti proses hukum sesuai prose­dur yang ada. Yang pasti sam­bungnya, jaksa tidak tinggal diam dalam menanggapi keberatan terpidana.

Sebagaimana diketahui, agen­da kasasi terpidana Humala men­c­uat pasca Majelis Hakim Ban­ding PT DKI yang diketuai Ros­darmani menolak keberatan atas vonis dua tahun penjara  yang di­ajukan Humala Napitupulu. Ma­jelis Hakim Banding PT DKI me­nguatkan vonis dua tahun penjara yang sebelumnya diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jaksel.

Akibat Tak Menelaah Laporan Gayus

Jaksa Mendakwa rekan kerja Gayus Tambunan, Humala Setia Leonardo Napitupulu ikut meru­gikan negara Rp 570 juta. Tudu­han jaksa didasari bukti dugaan penyelewengan saat yang ber­sangkutan menelaah kasus ke­beratan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT).

Rhein Singal, jaksa penuntut umum (JPU) kasus ini ber­pen­da­pat, keterlibatan Humala ber­mula 13 Oktober 2005. Saat itu surat perintah Rizal Admeidy, Ke­pala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur, keluar. Surat berisi perintah ke­pada Sulaiman Saragih (Su­per­visor), Agung Mir­manto (Ketua tim), Aprianto (anggota) untuk me­meriksa dan meneliti kewaji­ban pajak PT SAT tahun 2004.

Tapi anehnya, setelah melunasi pembayaran pajak kurang bayar Rp 487,2 juta, PT SAT justru me­ngajukan permohonan keberatan pajak pada Kepala Kantor Pe­la­yan Pajak Sidoarjo pada 11 Ja­nuari 2007. Alasannya, ada ke­sa­lahan dalam menerapkan pera­tu­ran perpajakan sehubungan de­ngan subyek pajak. PT SAT juga mengajukan permohonan keb­e­ratan pada Direktur Keberatan dan Banding Kantor Pusat Ditjen Pajak pada 15 Maret 2007. Surat itu berisi penjelasan, aktiva yang di­beli pada 1994 sudah dijual pada 2004. Disebutkan juga, mesin yang dapat fasilitas pem­bebasan, PPN-nya Rp 190 juta telah dibayar.

Tanggal 15 Maret 2007 surat itu diterima Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso. Ia menyerahkan surat pada Johnny M Tobing, Kasubdit Pengurangan dan Keberatan de­ngan perintah “Selesaikan”.

Johnny menyerahkan kepada Maruli Pandapotan, Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan IV de­ngan petunjuk “teliti dan pro­ses sesuai ketentuan”. Oleh Ma­ruli, surat itu diteruskan ke Gayus dengan perintah “untuk diteliti dan dibuat resume awal” dan diparaf tanggal 12 April 2007.

Tanggal 9 Mei 2007 Bambang menerbitkan surat tugas pada Maruli, Kasubdit Pengurangan dan Keberatan, Humala selaku pe­nelaah keberatan dan Gayus se­laku pelaksana melakukan pene­litian pajak PT SAT. Pada 16 Juli 2007 dilakukan pembahasan ber­kas keberatan PT SAT dengan pe­meriksa. Pembahasan dituangkan dalam berita acara pembahasan berkas keberatan. Pertemuan itu dihadiri pemeriksa dari Ditjen Pajak Jatim Aprianto, Humala dan Gayus.

Setelah dibahas bersama PT SAT, Gayus mendapat perintah dari Maruli untuk menerima ke­beratan wajib pajak. Sehingga, tanpa penelitian cermat, Gayus mem­buat laporan tanggal 9 Agus­tus 2007. Laporan itu diserahkan pada Humala.

Menurut JPU, Rhein Singal, Hu­mala bersalah karena tak me­nelaah laporan Gayus. Padahal, Humala menduduki posisi pen­ting pada kasus pajak PT SAT. Akibat laporan yang tak lengkap dan komprehensif itu, sederet nama pemeriksa pajak sampai Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso me­nandantangani surat keberatan pajak PT SAT.

Akibatnya, pada 22 November 2007, PT SAT menerima kembali pajak yang telah dibayar lewat transfer rekening PT SAT di BRI. Totalnya Rp570, 952 juta “Akibat perbuatan itu negara rugi Rp 570 juta,” tandas jaksa yang mend­akwa Humala di PN Jaksel.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hifdzil Alim mengemukakan, selama pemerintah dan lembaga pene­gak hukum memiliki komitmen tegas, perkara mafia pajak Gayus Tambunan cs dijamin bisa tuntas.

“Berani di sini artinya aparat dan lembaga penegak hukum tidak takut menerobos tembok ke­kuatan politik. Jangan digan­tung. Hanya dituntaskan yang teri atau sekelas kutu, semen­tara yang kakapnya dibiarkan lolos,” katanya.

Jika lembaga penegak hu­kum le­mah menghadapi ke­kua­tan po­litik, Hifdzil menilai, se­mua per­kara korupsi tidak akan tun­tas, termasuk kasus Gayus. Ma­­ka­nya, sambung dia, perang terha­dap korupsi se­lama ini ja­ngan sebatas jargon atau wa­ca­na saja. “Itu yang ti­dak kita in­ginkan. Ko­rupsi ha­rus di­be­ran­tas, ja­ngan sampai ada yang tersisa.”

Menurutnya, kasus Gayus cs ini merupakan perkara yang be­lum dituntaskan aparat pe­negak hukum. Se­hingga boleh dibilang, perkara mafia pajak masih menjadi pe­kerjaan besar aparat. “Saya ya­kin tak hanya diri saya pribadi yang merasa tak puas. Seluruh masyarakat Indonesia pun akan menjawab sama,” terangnya.

Hifdzil kembali menyerukan lembaga penegak hukum untuk bangkit dari keterpurukan da­lam menangani perkara korup­si. Sehingga, masyarakat nan­tinya tidak kembali disuguhi pa­rodi atau sandiwara akibat sikap lembaga penegak hukum yang tak tegas mengusut tuntas per­kara korupsi kakap.

Khusus perkara Gayus, Hif­dzil berharap, aparat penegak hu­­kum lebih cepat dan trans­pa­ran menyelesaikan kasus ini. Se­bab, perkara Gayus te­lah me­nye­dot perhatian ba­nyak orang.

Hifdzil Alim, Peneliti PUKAT

Baru Sentuh Terinya Saja

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hifdzil Alim mengemukakan, selama pemerintah dan lembaga pene­gak hukum memiliki komitmen tegas, perkara mafia pajak Gayus Tambunan cs dijamin bisa tuntas.

“Berani di sini artinya aparat dan lembaga penegak hukum tidak takut menerobos tembok ke­kuatan politik. Jangan digan­tung. Hanya dituntaskan yang teri atau sekelas kutu, semen­tara yang kakapnya dibiarkan lolos,” katanya.

Jika lembaga penegak hu­kum le­mah menghadapi ke­kua­tan po­litik, Hifdzil menilai, se­mua per­kara korupsi tidak akan tun­tas, termasuk kasus Gayus. Ma­­ka­nya, sambung dia, perang terha­dap korupsi se­lama ini ja­ngan sebatas jargon atau wa­ca­na saja. “Itu yang ti­dak kita in­ginkan. Ko­rupsi ha­rus di­be­ran­tas, ja­ngan sampai ada yang tersisa.”

Menurutnya, kasus Gayus cs ini merupakan perkara yang be­lum dituntaskan aparat pe­negak hukum. Se­hingga boleh dibilang, perkara mafia pajak masih menjadi pe­kerjaan besar aparat. “Saya ya­kin tak hanya diri saya pribadi yang merasa tak puas. Seluruh masyarakat Indonesia pun akan menjawab sama,” terangnya.

Hifdzil kembali menyerukan lembaga penegak hukum untuk bangkit dari keterpurukan da­lam menangani perkara korup­si. Sehingga, masyarakat nan­tinya tidak kembali disuguhi pa­rodi atau sandiwara akibat sikap lembaga penegak hukum yang tak tegas mengusut tuntas per­kara korupsi kakap.

Khusus perkara Gayus, Hif­dzil berharap, aparat penegak hu­­kum lebih cepat dan trans­pa­ran menyelesaikan kasus ini. Se­bab, perkara Gayus te­lah me­nye­dot perhatian ba­nyak orang.

Tidak Sulit Diidentifikasi

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Kasus Gayus Tambunan mes­ti dibuka secara gamblang. Ma­sya­rakat selaku stakeholder aparat penegak hukum pun, hen­daknya tidak jemu me­nga­wal kinerja aparat penegak hu­kum dalam menuntaskan kasus mafia pajak.

Pendapat ini, disampaikan anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul. Menurutnya, pene­gak hukum sampai saat ini be­lum menyentuh perkara pokok kasus ini. Ia mendesak agar pe­negak hukum mampu menyin­kap dugaan keterlibatan pelaku kakap pada kasus ini.

“Perkara ini jangan digan­tung. Hanya tun­tas yang kecil-kecil saja, sementara yang ka­kap­nya masih lolos,” katanya.

Ruhut mengatakan, selama ini wajah penegakan hukum sudah tidak menentu. Hal itu tergambar dari tidak maksimal­nya penuntasan beberapa kasus korupsi.

“Ini dilatari ke­lemahan apa­rat penegak hu­kum. Makanya para mafia hu­kum bisa se­enak­nya memani­pulasi fakta dan data,” tuturnya.

Ia meminta semua elemen masyarakat bersama-sama de­ngan Komisi Hukum DPR tidak berhenti mengawasi langkah aparat penegak hukum dalam menuntaskan perkara. Tidak cu­kup hanya mengawasi kasus Gayus yang penuh rekayasa, pengawasan pada penanganan perkara-perkara lain pun harus ditingkatkan.

Pria yang akrab disapa Poltak ini menilai, rekayasa kasus yang melibatkan oknum pe­nga­cara, penegak hukum dan mar­kus sebenarnya banyak terjadi. Akan tetapi, ia heran k­enapa penegak hu­kum tidak kunjung mampu me­nyelesaikan pro­ble­ma tersebut. “Padahal ini sudah terjadi se­jak lama. Lagipula hal ini juga ti­dak sulit diiden­ti­fi­ka­si,” terangnya.

Untuk itu, ia mendesak agar ke­­beranian aparat penegak hu­kum lebih ditonjolkan. Kebera­ni­an itu, menurutnya, sangat pen­­­ting untuk membenahi insti­tusi pe­negak hukum yang carut-ma­rut. “Hakim harus berani me­ngam­bil terobosan. Jadi, ha­rus di­buka semuanya agar tidak jadi ba­han pertanyaan, begitu pula ke­polisian dan kejaksaan,” ujarnya.

Politisi Demokrat ini ber­ha­rap Ditjen Pajak melakukan pem­benahan internal lemba­ga­nya. Sehingga seluruh pegawai Ditjen Pajak baik di pusat mau­pun daerah dapat mengambil pelajaran dari kasus Gayus dan ka­wan-kawannya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA