Ketua majelis hakim Albertina Ho dengan tegas menolak nota keberatan Cirus. Dalam putusan selanya, hakim yang pernah meÂnangani perkara Gayus ini meÂnyaÂtakan, keberatan penasihat huÂkum tentang pemeriksaan CiÂrus 23 Januari lalu, tidak sah.
Pendapat hakim itu menjawab argumen tim kuasa hukum terÂdakÂwa yang menilai pemeriksaan Cirus tidak sah karena tidak ada izin Jaksa Agung. “Proses peÂnyiÂdikan polisi terhadap terdakwa sah,†ujarnya.
Albertina juga menolak kebeÂratan Cirus yang menyebut dakÂwaÂan Jaksa Penuntut Umum (JPU) prematur karena tak meÂnunggu hasil kasasi terdakwa Gayus Tambunan. Hakim beralaÂsan, tindak pidana Cirus yang diÂdakwakan penuntut umum tidak berhubungan dengan Gayus. Sehingga tuntutan jaksa tidak ada yang prematur.
“Bagaimana mau dikatakan prematur. Masalah ini merupakan masalah tersendiri, berbeda deÂngan Gayus.â€
Senada dengan Albertina, haÂkim anggota Dudu Swara meÂngaÂtaÂkan, surat izin pemeriksaan CiÂrus nomor R-030/A/FJB/02/2011 jadi bukti keabsahan pemeriksaan Cirus. “Menurut majelis hakim surat izin tersebut bersifat umum tentang dugaan tindak pidana oleh jaksa. Tidak mengakibatkan suÂrat izin jadi tidak sah. Jadi proÂses penyidikan yang dilakukan terhadap terdakwa adalah sah,†timpalnya.
Saat sidang berjalan, Albertina menilai, kondisi kesehatan Cirus yang labil harus diantisipasi deÂngan jadwal sidang yang tepat waktu. Untuk itu, ia meÂngeÂluarÂkan jadwal persidangan lanjutan. Ia meminta jaksa segera meÂngaÂjuÂkan saksi-saksi. Ia juga memÂberi kesempatan penasihat huÂkum Cirus untuk mengajukan saksi meringankan.
“Tanggal 25 Agustus 2011 pembacaan tuntutan dan tanggal 8 September pembelaan terdakÂwa. Lalu, Majelis Hakim akan membuat putusan tanggal 15 SepÂtember 2011,†urainya.
Menanggapi hal ini, JPU Lubis memastikan, pihaknya akan menghadirkan saksi pada 7 Juli. Salah satu saksi penting yang dipanggil adalah bekas pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan. “Gayus termasuk dalam daftar saksi yang kami ajukan,†tuturÂnya, kemarin. Menjawab perÂtaÂnyaÂan siapa saja saksi yang akan dihadirkan, ia mengaku, telah menyiapkan sederet nama. Akan tetapi siapa yang akan diajukan lebih dulu, ia mengaku perlu meÂneÂlaah hal ini bersama tim jaksa.
Cirus yang mendengarkan peÂnolakan hakim terhadap pledoi-nya terlihat terpukul. Pria berkeÂmeja batik keemasan ini pun semÂpat berkeluh-kesah pada hakim. “Saya tidak tahan lagi bu hakim. Saya tidak bisa tidur dua bulan lebih,†ucapnya memberi penjeÂlaÂsan mengenai penyakit gula yang menyerang tubuhnya.
Bekas jaksa peneliti kasus maÂfia pajak Gayus itu menaÂmÂbahÂkan, selama menghuni Rutan SaÂlemba, ia selalu minum obat unÂtuk mengobati kadar gula darah yang naik turun.
“Saya terjatuh dari tempat tiÂdur,†katanya. MeÂnurut bekas Aspidsus Kejati JaÂteng, preseden jatuh dari tempat tiÂdur itu dipicu kadar gula darah yang kemarin sempat naik jadi 446 dan baru turun jadi 391 saat pagi menÂjelang berangkat ke pengadilan.
Albertina pun menawarkan opsi berobat ke dokter di luar ruÂtan. Dia menjelaskan, hal ini bisa dilakukan asal kuasa hukum CiÂrus mengajukan permohonan ke majelis hakim. Pengacara Cirus, Parlindungan Sinaga meÂneÂgasÂkan, akan segera mengajukan suÂrat izin berobat pada majelis haÂkim. Bahkan, sambungnya, izin itu nantinya tidak sebatas pada keperluan berobat ke luar rutan saja, melainkan meliputi izin menjalani rawat inap.
“Mengingat kesehatannya yang terus memburuk, jika diboÂlehkan, proses pengobatan bisa leÂbih diintesifkan lewat rawat inap,†tukasnya.
Izin Pemeriksaan Dari Jaksa Agung Bersifat Umum
Cirus Sinaga mengajukan keÂberatan atau eksepsi atas dakÂwaan jaksa penuntut umum (JPU). Dalam eksepsinya, Cirus menyoal, surat izin Jaksa Agung untuk penyidikan terhadap perÂkaranya hanya terkait materi suap dan gratifikasi. Izin pengusutan perkara penghilangan pasal koÂrupsi dalam surat dakwaan mafia pajak Gayus Tambunan dinilai, belum ada.
“Karenanya dakwaan jaksa tiÂdak dapat diterima. Ada error in prosedur,†ujar kuasa hukum CiÂrus, Tumbur Simanjuntak di PeÂngadilan Tipikor, Kamis (16/6). Surat izin yang dimaksud adaÂlah surat izin Jaksa Agung No.R-030/A/FJB/02/2011 tanggal 23 FebÂruari 2011 yang berbunyi, seÂsuai permohonan Kabareskrim Mabes Polri yang bersangkutan (Cirus) diÂperiksa sebagai terÂsangÂka daÂlam perkara tindak pidana korupsi.
“Bunyi izin tersebut jelas meÂruÂpakan pembatasan pemberian izin yaitu untuk perkara suap dan gratifikasi. Sedangkan perkara pengÂhilangan pasal korupsi tiÂdak,†ujarnya. Tumbur mengaÂtaÂkan, penyidikan terhadap klienÂnya terkait dugaan penghilangan pasal korupsi tidak pernah menÂdapatkan izin Jaksa Agung.
“Terdakwa merupakan jaksa yang bertugas di Kejaksaan Agung sehingga pemeriksaan terÂhadapnya harus memenuhi proÂseÂdur dan ketentuan undang-unÂdang,†ujarnya. Menurutnya hal itu diatur pasal 8 Ayat (5) UU NoÂmor 16 Tahun 2004 tentang KeÂjaksaan. Pasal tersebut berbunyi, dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Karena JPU mendakwa Cirus melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 21 atau Pasal 23 UU PemÂberantasan Korupsi, maka samÂbungÂnya, pasal yang didakwakan tersebut tidak termasuk izin dari Jaksa Agung. Kuasa hukum meÂminta majelis untuk menyatakan surat dakwaan jaksa tidak sah.
Sementara jaksa menegaskan, nota keberatan kubu Cirus SiÂnaga mengada-ada. Pasalnya, izin yang dikeluarkan Jaksa Agung bersifat umum, yakni meÂnangani perkara korupsi deÂngan tersangka Cirus tanpa ada perinciannya. “Jadi itu sangat mengada-ada,†kata Ketua tim JPU Eddy Rakamto.
Eddy membenarkan, surat izin yang ditunjukkan kuasa hukum adalah dasar penyidikan terhadap Cirus. Akan tetapi, jelasnya, peÂrincian perkara apa yang akan diÂsiÂdik kepolisian, Jaksa Agung beÂlum tahu. Karena penyidikan baru akan berjalan setelah surat izin dari Jaksa Agung terbit.
“Detailnya (perkara) Jaksa Agung juga tidak tahu. Apalagi izin itu diberikan ketika penyidik belum memeriksa, sehingga case-nya sendiri bagaimana kan (Jaksa Agung) ndak tahu. (izin) Secara global, masak izin secara detail, kan nggak mungkin,†paparnya.
Sikap Jaksa Sudah Obyektif
Alex Sato Bya, Bekas JAM-Datun
Argumen jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut keterlibatan terdakwa Cirus SiÂnaga dalam penghapusan pasal korupsi, tidak bisa diganggu-gugat. Ia justru meminta bekas jaksa peneliti perkara keberatan pajak Gayus Tambunan ini meÂngakui perbuatannya. Bukan malah berusaha keras menolak dakwaan jaksa.
Bekas Jamdatun Alex Sato Bya berpendapat, eksepsi Cirus SiÂÂnaga sangat tidak relevan. PaÂsalnya, tudingan jaksa yang meÂnyebut keterlibatan Cirus daÂlam perkara penghapusan paÂsal koÂrupsi tidak bisa diganggu gugat, termasuk oleh terdakwa jaksa Cirus.
“Seharusnya Cirus mengaku sejak awal saja kalau memang dirinya terlibat. Nggak perlu lah dia menolak dakwaan, karena memang hasil penyelidikan dan penyidikan menyebutkan dia terlibat perkara ini,†katanya.
Alex menilai, tiga pasal yang diÂgunakan jaksa mendakwa Cirus menunjukkan bahÂwaÂsanÂnya JPU telah bersikap objektif. Tiga pasal meliputi Pasal 12 huruf e, Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang PemÂbeÂranÂtaÂsan Korupsi diyakininya akan mampu mewakili tindak pidana yang diduga dilakukan Cirus.
“Saya rasa itu sudah cukup baÂgus. Di samping itu, ancaÂman 20 tahun penjara bagi CiÂrus juga sangat diperlukan pada persidangan ini. Agar ke deÂpannya aparat penegak hukum jangan berbuat seperti itu lagi. Harusnya penegak hukum menjaga keadilan dan kehorÂmatan,†ucapnya.
Menurutnya, ada rangkaian peristiwa yang saling mengikat antara terdakwa Gayus TamÂbuÂnan dengan Cirus. Buktinya, daÂlam dakwaan JPU disebutÂkan bahwa Cirus pernah meÂlaÂkukan pertemuan dengan pihak Gayus di suatu hotel. “Nah, apaÂÂkah Cirus bisa menepis tuÂdingan itu semua. Kalau dia meÂrasa tidak ada kaitannya deÂngan GaÂyus, lantas bagaimana pasal koÂrupsi itu bisa hilang,†tuturnya.
Akhirnya, Staf Khusus BiÂdang Hukum pada KeÂmenÂteÂrian ESDM ini menilai, proÂgram pemerintah memÂberantas mafia hukum atau mafia peÂradilan merupakan kerja besar yang hanya bisa diselesaikan lewat kerja keras aparat peneÂgak hukum. Untuk itu, semua aparat penegak hukum, mulai kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan dimintanya untuk benar-benar serius dalam mÂeÂnaÂngani semua perkara.
Segera Ungkap Oknum Lainnya
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin menÂdesak majelis hakim PengaÂdilan Tipkor agar meminta jaksa penuntut umum (JPU) seÂgera menghadirkan para saksi. Pasalnya, kehadiran saksi yang kompeten bakal membuka keÂterlibatan oknum lain pada perÂkara tersebut.
“Kalau terdakwanya hanya Cirus, tanpa ada terdakwa lain saya khawatir masyarakat meÂrasa tidak puas,†katanya. Ia menduga masih ada keterÂliÂbaÂtan oknum lain dalam perkara hilangnya pasal korupsi Gayus Tambunan. Sehingga, perlu keÂtelitian serta kecermatan maÂjeÂlis hakim dan JPU dalam mengÂhadirkan dan mendengar keÂterangan saksi.
Politisi DeÂmokÂrat ini meÂnamÂbahkan, peÂnegakan hukum harus dilaÂkuÂkan tanpa pandang bulu. Siapa pun aparat yang diÂduga terlibat kasus hukum , tiÂdak bisa dibiarÂkan lolos begitu saja.
“Ada sinyalemen kuat keterÂlibatan aparat penegak hukum lainnya dalam perkara Cirus ini,†ucapnya. Ia meminta, duÂgaan keterlibatan oknum keÂpoÂliÂsian, hakim mauÂpun pengaÂcara yang berÂseÂkongkol meÂmanfaatkan kasus Gayus untuk memetik keunÂtuÂngan pribadi diÂusut secara tunÂtas dan profesional.
“Dalam dakwaan sudah diseÂbutkan ada elemen kepolisian, pengacara dan kejaksaan yang turut andil mensukseskan hiÂlangnya pasal korupsi dalam dakwaan Gayus,†tegasnya.
Didi mengimbau Kejaksaan dan Mabes Polri terus berkÂoorÂdinasi dengan lembaga lain guna menuntaskan kasus Cirus yang lain. Soalnya, Didi tetap meÂrasa heran jika bocornya suÂrat rencana penuntutan (rentut) Gayus sampai hari ini belum jelas proses hukumnya.
“Kalau masalah penghaÂpuÂsan pasal koÂrupsi oke deh kita anggap sudah masuk pengaÂdilan. Tapi, bagaimana dengan bocornya rentut Gayus. Siapa pelakunya?†katanya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: