15 Saksi Sudah Diperiksa Belum Satu Pun Tersangka

Pemalsuan Surat Putusan MK

Selasa, 28 Juni 2011, 05:37 WIB
15 Saksi Sudah Diperiksa Belum Satu Pun Tersangka
Mahkamah Konstitusi (MK)
RMOL.Setelah memeriksa 15 saksi, polisi segera meningkatkan status penyelidikan kasus pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penyidikan. Bekas hakim MK Arsyad Sanusi pun menantang Panja Mafia Pemilu DPR segera mengorek keterangannya.

Kabagpenum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar me­ngu­raikan, dugaan pemalsuan surat putusan MK seputar penetapan legislator Sulawesi Selatan Dewi Yasin Limpo sebagai anggota DPR, masih diselidiki.

Ia mengatakan, penyelidikan per­kara yang dilayangkan MK Feb­ruari 2010, masuk tahap peme­riksaan saksi-saksi.

 â€œSebelumnya sudah ada 11 saksi. Kemarin ada penambahan saksi sehingga jumlah saksi jadi 15 orang. Kemungkinan jumlah saksi akan bertambah,” katanya, kemarin.

Siapa identitas 15 saksi itu serta apa substansi pemeriksaannya? Boy enggan merinci hal tersebut. Bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini hanya menggarisbawahi, dari hasil pemeriksaan, pihaknya belum menemukan indikasi tindak pidana. Sehingga Polri belum bisa menetapkan siapa yang layak jadi tersangka. “Penyelidikan masih dilakukan,” tegasnya.

Kesulitan menentukan ter­sang­ka kasus ini, ungkap Boy, dipicu persoalan seputar surat putusan yang jadi obyek perkara. Pe­nyi­dik masih mencari keberadaan surat yang diduga palsu.

“Begini, ini ada surat yang di­nyatakan MK palsu, lalu ada surat yang dinya­ta­kan asli. Tentu harus kita buk­tikan dulu lewat pengum­pulan informasi dan alat bukti. Mana surat asli dan mana yang palsu?” tandasnya.

Tapi Kabareskrim Polri Kom­jen Ito Sumardi menegaskan, sta­tus penanganan kasus ini segera ditingkatkan. Dalam satu-dua hari ke depan, status pe­nye­li­dikan, akan meningkat jadi penyidikan.

“Tenang saja, ja­ngan buru-buru. Tahap penyi­dikan akan tercapai dalam waktu dekat. Bisa besok atau lusa,”  timpalnya.

Ditanya mengenai hasil analisa dan evaluasi (anev) Bareskrim, bekas Kapolda Riau tersebut me­ngu­rai­kan, kemungkinan polisi akan menetapkan tersangka lebih dari satu orang.

Saat ditanya dugaan keter­li­ba­tan bekas hakim MK Arsyad Sa­nusi dan bekas Staf Juru Panggil MK Ma­syhuri Hasan dalam per­kara ini, ia menjawab, “Tek­­nis­nya ada di penyidik. Ka­lau saya ha­nya me­nangani kebijakan stra­tegis. Kita sudah membentuk tim khusus untuk menuntaskan ma­salah itu.

Wakabareskrim Polri Irjen Mathius Salempang, ketua tim penanganan kasus ini juga pilih tutup mulut. Ia menolak mem­­beri keterangan seputar penyelidikan perkara tersebut.

Ketua MK Mahfud MD me­ngaku memegang ucapan Ito yang menjanjikan, se­gera mene­tapkan status tersangka. Dia me­nya­ta­kan, kalaupun ada kendala dalam pe­na­nganan kasus ini, pihaknya akan menyerahkan do­kumen tambahan yang dibutuh­kan kepolisian. “Jika masih ada data-data yang diperlukan akan kami serahkan,” jelasnya.

Saat diminta menyebutkan iden­titas saksi dari MK yang telah dipanggil kepolisian, ia menolak menyebutkan. “Soal nama itu urusan polisi,” ucapnya. Hal se­nada dilontarkan Sekretaris MK Janedjri M Gaffar. Dia bilang, penanganan kasus ini menjadi kewenangan polisi. “Kita tunggu hasilnya saja,” ucapnya lewat pesan singkat.

Sementara, bekas hakim MK Arsyad Sanusi yang dihubungi Rakyat Merdeka, membantah terlibat pe­malsuan surat putusan. “Nggak ada itu. Ma­salah itu merupakan otoritas Ke­tua MK dan Panitera,” ujarnya.

Ia pun menantang Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu DPR untuk mendengar keterangannya. “Ha­sil investigasi MK merupakan hal yang tak dapat dipertanggung ja­wabkan. Saya siap membeberkan kasus yang sebenarnya. Seluruh permasalahan ini akan saya ung­kap,” cetusnya.

Berkas Laporan MK Sempat Hilang

Penyidik Bareskrim Polri telah memegang salinan fotocopy surat putusan Mah­ka­mah Kons­titusi (MK). Polisi berk­es­im­pulan, substansi per­soa­lan kasus ini mengerucut pada dua materi penyelidikan.

“Pertama ada surat yang palsu, kedua ada yang memang di­pal­su­kan substansinya. Kata-kata­nya dipalsukan harus begini tapi di­ubah. Makanya perlu dib­uk­ti­kan,” ujar Kadivhumas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, Kamis (23/6).

Surat asli dalam bentuk foto­kopi didapat penyidik dari MK. Namun Anton menyebut, pe­nyidik belum mengetahui siapa orang yang diduga memalsu surat. Polisi berjanji me­nin­dak­lanjuti kasus dugaan pemalsuan ini secara proporsional.

Terseretnya nama bekas Ang­gota KPU 2009 Andi Nur­pati, di­yakini Anton, tak mem­pengaruhi proses penye­li­dikan Polri. “Ini tidak ada kaitan­nya de­ngan po­litik, jangan sam­pai pe­nyidik di­pengaruhi. Kita masih me­ngum­pulkan fakta hu­kum,” ujarnya.

Selanjutnya, buntut atas ber­larutnya penanganan kasus ini di kepolisian membuat Divisi Pro­fesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa Ipda Sutarto. Per­wira pertama kepolisian ini dituduh lalai menerima laporan Ketua MK Mahfud MD. Akibat laporan Mahfud tidak sampai ke tangan penye­lidik Bareskrim.

“Ipda Sutarto sudah diperiksa di Propam,” ujar Irwasum Polri Kom­jen Fajar Prihantoro, Senin (20/6). Diketahui, akibat kela­laian Sutarto, surat pengaduan kasus pemalsuan putusan MK pada 12 Mei 2010 hilang.  

Padahal menurut Mahfud, ber­kas laporan disampaikan berkai­tan hasil investigasi MK. Di­te­rangkan, surat palsu MK me­me­nangkan caleg Partai Hanura Dewi Yasin Limpo. Namun, surat asli MK meloloskan caleg Partai Gerindra Mestariyani Habie ke Senayan.

“Yang jadi aduan bu­kan­lah ma­salah Pemilukada, tetapi do­ku­men palsunya. Karena itu, untuk memperoleh bukti-bukti tersebut, Polri mendatangi MK dan KPU,” tandasnya.

Panja Panggil Sejumlah Nama

Arief Wibowo, Anggota Panja Mafia Pemilu DPR

Panja Mafia Pemilu DPR ti­dak risau dengan sudah ada atau belum adanya tersangka yang sudah ditetapkan polisi. Me­nurut anggota Panja Mafia Pe­milu dari Fraksi PDIP Arief Wi­bowo, penetapan status hu­kum merupakan domain kepolisian.

“Karena bukan domain kami, DPR tidak ingin mencampuri urusan kepolisian. Biar saja ke­po­lisian melakukan pe­nye­li­dikan dalam kasus ini. Kami di DPR sudah punya cara sendiri untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Apa yang dilakukan panja, me­­nurutnya, intinya sama de­ngan yang dilakukan ke­po­lisian. Hanya proses yang di­la­kukan oleh panja, lebih menitik berat­kan pada masalah politik. Se­hing­ga proses yang dila­ku­kan, menurutnya lebih kepada urusan politik.

“Kalau pun pihak kepolisian belum juga menetapkan siapa yang menjadi tersangka kasus dokumen palsu. Biarlah Komisi III DPR yang nanti me­ngevaluasi kinerja kepolisian. Panja akan masuk pada tataran politiknya saja,” tegasnya.

Lalu apa langkah Panja se­lanjutnya? Kata anggota Ko­misi II DPR ini, ada be­be­rapa nama yang jadi prioritas diha­dirkan ke Senayan. Pada hari ini (28/6), panja su­dah me­nga­gendakan untuk me­manggil be­kas Hakim MK Arsyad Sanusi.

“Rencananya, bekas Hakim Arsyad diha­dir­kan bersama anaknya yang selama ini dise­but-sebut dalam kasus ini. Lalu kami akan hadirkan juga bekas panitera MK, pihak KPU sam­pai pada staf Ketua KPU dan supir Andi Nurpati,” jelas anak buah Megawati ini.

Lalu bagaimana dengan Dewi Jasin Limpo? Kata Arief, nama Dewi menjadi salah satu yang diprioritaskan panja. Ma­salahnya, sambung dia, Ketua MK Mahfud MD pernah me­nyampaikan, ada dugaan bah­wa Dewi menjadi aktor inte­lektual dalam kasus ini.

Pelaku Tidak Bekerja Sendiri

Andi W Syahputra, Sekretaris GOWA

Sekretaris Government Watch (GOWA) Andi W Syah­putra menilai, Masyhuri Hasan tak bekerja sendiri dalam me­malsu putusan Mahkamah Kons­titusi (MK). Pasalnya, ja­batan Masyhuri hanya Staf Juru Panggil MK. Andi menduga, ada pihak lain terlibat.

“Bisa jadi dugaan ke­ter­li­batan salah seorang bekas ha­kim MK ada benarnya. Karena itu kepolisian hendaknya s­e­ge­ra menemukan siapa yang me­rancang perkara tersebut,” ka­ta­nya. Menurutnya, sudah se­pantasnya semua pihak men­dapatkan sanksi setimpal. Soal­­nya, pemalsuan surat pu­tusan me­rupakan tindakan yang ber­tentangan dengan atu­ran hukum.

“Kalau bisa tak hanya me­nyentuh Masyhuri saja. Tetapi, hakim MK yang ikut terlibat perlu dikuak. Pejabat legislatif yang bersangkutan juga harus dimintai keterangan,” tandas­nya. Di samping itu, Andi cu­riga ada keterlibatan oknum Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada perkara ini.

“Perkara ini terjadi saat Pe­milu 2009 berlangsung. Nggak mungkin jika KPU tidak me­ngetahui masalah ini. Po­kok­nya semua pihak yang terlibat harus diusut secara tuntas.”

Supaya preseden ini tak ter­ulang, Andi berharap MK lebih intensif mengawasi inter­nal­nya. Misalnya, proses pe­nya­ringan dan seleksi staf harus di­laksanakan lebih ketat. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA