“Satgas ini tidak akan efektif, nggak bakal bertaji. Ini hanya membenani keuangan negara saja. Nasibnya bakal sama deÂngan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan Satgas lainÂnya. Tidak bisa berbuat apa-apa,’’ ujar politisi vokal di DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, kepada Rakyat MerÂdeka, di Jakarta, kemarin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana pembentukan SatÂgas Hukum TKI?
Tidak akan efektif seperti Satgas Pemberantasan Mafia HuÂkum atau Satgas lainnya. Satgas ini hanya akan menambah beban keuangan negara. KemenakerÂtrans, BNP2TKI, dan Kemenlu saja sudah angkat tangan, apalagi satgas-satgas seperti ini. Saya berpikir, harus ada sanksi tegas bagi para pembantu presiden atas kecolongan ini. Mereka terbukti gagal total menjalankan fungsiÂnya. Masa, sekelas diplomat tak tahu jika ada warga negaranya yang akan dieksekusi pancung.
Apa saran Anda agar peneÂgaÂkan HAM TKI ini bisa berjaÂlan baik?
Penempatan TKI di Arab Saudi dan negara lain di Timur Tengah harus berlandaskan kesepakaÂtan antarpemerintah. Inti keseÂpakaÂtannya, Indonesia bersedia meÂngirÂim dan menempatkan TKI sesuai permintaan. Sementara pemerintah dan penegak hukum di negara tujuan penempatan wajib menjaga dan melindungi keselamatan TKI.
Jika negara tujuan penempatan TKI menolak dalam melindungi keamanan dan keselamatan TKI, Indonesia harus berani menolak mengirim TKI. Pendirian seperti ini tak boleh goyah sedikit pun sampai negara itu bersedia meÂmeÂnuhi persyaratan yang kita minta.
Bagaimana dengan lapangan kerja di sini?
Memang, puluhan juta angkaÂtan kerja Indonesia butuh lapaÂngan kerja. Tetapi, Malaysia dan sejumlah negara di kawasan Timur Tengah juga butuh TKI. KaÂlau sudah begitu, posisi IndoÂneÂsia dan negara-negara itu mestiÂÂnya berimbang. Makanya harus ada kemauan untuk saling respek.
Jika pemerintah Indonesia bisa ‘menekan dan memaksa’ negara-negara itu menjamin keamanan dan keselamatan TKI dari keÂbiaÂdaban tindak-tanduk para majiÂkan mereka di negara peÂnemÂpaÂtan, itu menjadi bentuk paling nyata dari pengakuan dan penghormatan pemerintah RI terhadap hak asasi TKI. SebalikÂnya, jika pemerintah terus meÂnyeÂÂderhanakan masalah perlinÂdungan hukum TKI, itu bentuk paling nyata pengingkaran pemeÂrintah atas hak asasi TKI.
Pemerintah telah melakukan protes terhadap pemerintah Arab Saudi, apa belum cukup?
Protes keras saja tidak cukup. Harusnya pemerintah melancarÂkan gugatan hukum. Tindakan pemerintah saat ini tidak sepadan dengan penghinaan yang telah diberikan pemerintah Arab Saudi.
Selain telah menghina, pemeÂrinÂtah Arab Saudi sudah melakuÂkan peÂlanggaran hak asasi manuÂsia.
Perlakuan terhadap TKI dari dulu juga begitu, Indonesia maÂsih dipandang sebelah mata?
Pengakuan dan penghormatan HAM pekerja Indonesia di negeri lain masih jadi persoalan akut yang menjadi muara dari rangÂkaian tragedi TKI. Ruyati tidak harus menjalani hukuman panÂcung bila mendapatkan perlinduÂngaan hukum dari negara.
Aspek perlindungan hukum TKI yang karut marut, dan traÂgedi yang menimpa Ruyati menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah melindungi warganya yang mencari nafkah di negara lain. Sebelum tragedi Ruyati, kita sudah membukukan banyak kisah tentang tragedi yang diaÂlami para TKI, terutama tenaga kerja wanita.
Apa pemerintah punya barÂgain yang kuat dengan pemeÂrintah Arab Saudi dalam kasus Ruyati?
Ruyati menghabisi nyawa majiÂkannya tentu dengan alasan yang kuar. Pasti ada motif. PerÂsoalan motif inilah yang nyaris tidak pernah didalami. TKI seÂlalu tersudutkan oleh persoalan huÂkum di negara tempatnya bekerja.
Ruyati ke Arab Saudi ingin beÂkerja, mendapatkan gaji dan menafkahi keluarganya. Bukan ingin membunuh warga lokal. Track record-nya pun terbilang bagus karena sudah tiga kali bolak-balik sebagai TKI.
Hanya saja, yang terakhir beÂkerja di sana menghadapi periÂlaku majikan yang mungkin saja sudah melampaui batas kewajaÂran. Itu dilakukan untuk melinÂdungi dan membela dirinya sendiri dari ancaman kematian akibat perilaku majikannya.
Tidak ada niat Ruyati mengÂhabisi nyawa majikan. Namun, dalam situasi serba terpojok, tragedi tewasnya si majikan tak bisa dicegah. Tanpa pembelaan maksimal dalam proses hukum kasus itu, sistem hukum Arab Saudi menyatakan Ruyati berÂsalah dan memvonisnya dengan hukum pancung. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: