WAWANCARA

Bambang Soesatyo: Satgas Hukum TKI Nggak Bakal Bertaji

Selasa, 28 Juni 2011, 01:39 WIB
Bambang Soesatyo: Satgas Hukum TKI Nggak Bakal Bertaji
Bambang Soesatyo
RMOL.Satgas Hukum Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dinilai tidak akan bertaji untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi  pahlawan devisa itu di luar negeri.

“Satgas ini tidak akan efektif, nggak bakal bertaji. Ini hanya membenani keuangan negara saja. Nasibnya bakal sama de­ngan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan Satgas lain­nya. Tidak bisa berbuat apa-apa,’’ ujar politisi vokal di DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bagaimana pembentukan Sat­gas Hukum TKI?

Tidak akan efektif seperti Satgas Pemberantasan Mafia Hu­kum atau Satgas lainnya. Satgas ini hanya akan menambah beban keuangan negara. Kemenaker­trans, BNP2TKI, dan Kemenlu saja sudah angkat tangan, apalagi satgas-satgas seperti ini. Saya berpikir, harus ada sanksi tegas bagi para pembantu presiden atas kecolongan ini. Mereka terbukti gagal total menjalankan fungsi­nya. Masa, sekelas diplomat tak tahu jika ada warga negaranya yang akan dieksekusi pancung.

Apa saran Anda agar pene­ga­kan HAM TKI ini bisa berja­lan baik?

Penempatan TKI di Arab Saudi dan negara lain di Timur Tengah harus berlandaskan kesepaka­tan antarpemerintah. Inti kese­paka­tannya, Indonesia bersedia me­ngir­im dan menempatkan TKI sesuai permintaan. Sementara pemerintah dan penegak hukum di negara tujuan penempatan wajib menjaga dan melindungi keselamatan TKI.

Jika negara tujuan penempatan TKI menolak dalam melindungi keamanan dan keselamatan TKI, Indonesia harus berani menolak mengirim TKI. Pendirian seperti ini tak boleh goyah sedikit pun sampai negara itu bersedia me­me­nuhi persyaratan yang kita minta.

Bagaimana dengan lapangan kerja di sini?

Memang, puluhan juta angka­tan kerja Indonesia butuh lapa­ngan kerja. Tetapi, Malaysia dan sejumlah negara di kawasan Timur Tengah juga butuh TKI. Ka­lau sudah begitu, posisi Indo­ne­sia dan negara-negara itu mesti­­nya berimbang. Makanya harus ada kemauan untuk saling respek.

Jika pemerintah Indonesia bisa ‘menekan dan memaksa’ negara-negara itu menjamin keamanan dan keselamatan TKI dari ke­bia­daban tindak-tanduk para maji­kan mereka di negara pe­nem­pa­tan, itu menjadi bentuk paling nyata dari pengakuan dan penghormatan pemerintah RI terhadap hak asasi TKI. Sebalik­nya, jika pemerintah terus me­nye­­derhanakan masalah perlin­dungan hukum TKI, itu bentuk paling nyata pengingkaran peme­rintah atas hak asasi TKI.

Pemerintah telah melakukan protes terhadap pemerintah Arab Saudi, apa  belum cukup?

Protes keras saja tidak cukup. Harusnya pemerintah melancar­kan gugatan hukum. Tindakan pemerintah saat ini tidak sepadan dengan penghinaan yang telah diberikan pemerintah Arab Saudi.  

Selain telah menghina, peme­rin­tah Arab Saudi sudah melaku­kan pe­langgaran hak asasi manu­sia.

Perlakuan terhadap TKI dari dulu juga begitu,  Indonesia ma­sih dipandang sebelah mata?

Pengakuan dan penghormatan HAM pekerja Indonesia di negeri lain masih jadi persoalan akut yang menjadi muara dari rang­kaian tragedi TKI. Ruyati tidak harus menjalani hukuman pan­cung bila mendapatkan perlindu­ngaan hukum dari negara.

Aspek perlindungan hukum TKI yang karut marut, dan tra­gedi yang menimpa Ruyati menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah melindungi warganya yang mencari nafkah di negara lain. Sebelum tragedi Ruyati, kita sudah membukukan banyak kisah tentang tragedi yang dia­lami para TKI, terutama tenaga kerja wanita.

Apa pemerintah punya bar­gain yang kuat dengan peme­rintah Arab Saudi dalam kasus Ruyati?

Ruyati menghabisi nyawa maji­kannya tentu dengan alasan yang kuar. Pasti ada motif. Per­soalan motif inilah yang nyaris tidak pernah didalami. TKI se­lalu tersudutkan oleh persoalan hu­kum di negara tempatnya bekerja.

Ruyati ke Arab Saudi ingin be­kerja, mendapatkan gaji dan menafkahi keluarganya. Bukan ingin membunuh warga lokal. Track record-nya pun terbilang bagus karena sudah tiga kali bolak-balik sebagai TKI.

Hanya saja, yang terakhir be­kerja di sana menghadapi peri­laku majikan yang mungkin saja sudah melampaui batas kewaja­ran. Itu dilakukan untuk melin­dungi dan membela dirinya sendiri dari ancaman kematian akibat perilaku majikannya.

Tidak ada niat Ruyati meng­habisi nyawa majikan. Namun, dalam situasi serba terpojok, tragedi tewasnya si majikan tak bisa dicegah. Tanpa pembelaan maksimal dalam proses hukum kasus itu, sistem hukum Arab Saudi menyatakan Ruyati ber­salah dan memvonisnya dengan hukum pancung. [rm]



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA