Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Rakamto menyebutkan, seÂteÂlah menerima berkas perkara Nomor BP/41/X/2009/Dit II EkÂsus atas nama Gayus Tambunan tanggal 7 Oktober 2009, kuasa huÂkum Gayus, Haposan HutaÂgaÂlung pada 15 Oktober 2009 memÂpertemukan Cirus, Fadil Regan dengan Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini. Pertemuan antara penyidik dan penuntut umum itu digelar di Hotel Kristal Jalan TeÂroÂgong, Cilandak, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan, di hadapan kuasa hukum Gayus, Kompol AraÂfat menerangkan kepada CiÂrus dan Fadil Regan tentang perÂmasalahan yang ada dalam berÂkas Gayus. Usut-punya usut, perÂmaÂsalahan dalam berkas perkara Gayus terletak pada tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi, serta pasal yang disangÂkaÂkan yaitu pasal 3 atau 6 UnÂdang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang diubah menjadi UnÂdang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana PenÂcucian Uang dan pasal 11 UnÂdang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penjelasan Arafat ditanggapi Cirus dan Fadil dengan perÂnyaÂtaan, “Kalau ada korupsinya kami tidak menangani, kami hanya menangani pidumnya.â€
Mendengar jawaban demikian, sambung jaksa, Arafat memilih untuk meninggalkan Cirus. SeÂlanjutnya, guna membahas perÂkara Gayus, tambah JPU, peÂrÂteÂmuan dilanjutkan AKP Sri SuÂmarÂtini dengan Cirus, Fadil dan Haposan. Kemudian, Cirus meÂlalui Fadil memberitahu Sri SuÂmartini untuk menambahkan paÂsal baru yaitu pasal 372 KUHP.
Menurut JPU, Cirus melalui Fadil mengatakan “Kalau mau perkaranya ingin cepat P-21, tambahkan pasal 372 KUHP dan melakukan pemeriksaan tamÂbaÂhan terhadap Gayus yang intinya ditanyakan mengenai pengiriman uang dari PT Megah Jaya Citra di Sukabumi ke rekening Gayus sebesar Rp 370 juta,†sitirnya.
Dalam dakwaannya, jaksa juga mengemukakan kalau melalui Fadil, Cirus menyarankan agar diÂcari seorang saksi yang meÂngetahui kegiatan Gayus ke PT Megah Jaya Mandiri. Dikatakan Eddy, saksi yang dipilih adalah sopir Gayus. “Tunjuk saja sopir GaÂyus yang pernah menganÂtarÂkan ke Sukabumi.â€
Mendapat arahan demikian, Sri Sumartini memeriksa ulang GaÂyus dengan mengarahkan peÂmeÂriksaan menyangkut uang sebesar Rp 370 juta dari PT MeÂgah Jaya CitÂra. Pada pemeÂrikÂsaÂan tersebut, Sri Sumartini turut meÂmeriksa sakÂsi sopir Gayus berÂnama Budi Santoso.
Yang jelas, urai jaksa, usai berÂtemu Arafat, Sri Sumartini dan HaÂposan, Cirus menyuruh Fadil untuk menyiapkan surat pemÂberitahuan bahwa berkas perkara Gayus belum lengkap alias P-18. Di sini, lagi-lagi JPU mencium akal-akalan Cirus yang melangÂsungkan pertemuan dengan Fadil, Eka Kurnia dan Ika Syafitri pada 19 Oktober 2009.
Dalam pertemuan itu, salah satu jaksa peneliti Eka Kurnia berÂkata, “Saya bingung pak, soalÂnya ada pasal korupsinya di situ. Apa kita tidak berkoordinasi deÂngan pidsus?†tanyanya pada CiÂrus Namun, Cirus menolak saran Eka dan mengatakan, “Kita taÂngani pidumnya saja.â€
Kemudian, Fadil menjelaskan materi berkas menyangkut uang sebesar Rp 28 miliar yang ada direkening Gayus. Menurut JPU, Fadil menerangkan bahwa uang tersebut berasal dari Andi KoÂsaÂsih dan masih terdapat uang lain yang bersumber dari Roberto SanÂtonius sebesar Rp 925 juta dan dari PT Megah Jaya Citra seÂbesar Rp 370 juta yang belum jeÂlas asal-usulnya.
Hal tersebut terangkum dalam dakwaan Gayus yang menyebut bahwa Gayus ditindak dengan paÂsal korupsi. Namun, JPU meÂnuding Cirus tak memberikan peÂtunjuk pada penyidik untuk meÂmisahkan sangkaan pasal korupsi dalam berkas perkara tersendiri. Cirus dikatakan hanya memberi petunjuk pembuktian tindak pidana umum seputar kelengÂkaÂpan formil dan materil saja.
Apa isi petunjuk Cirus dalam kelengkapan formil dan materil itu? JPU menguraikan, kelangÂkaÂpan formil yang dimaksud ialah Cirus meminta penyidik meminta memperbaiki agama yang ditulis sesuai identitas. Sementara pada kelengkapan materil, Cirus meÂminta penyidik melakukan pemÂblokiran rekening BCA milik GaÂyus dan melakukan penyitaan.
KeÂdua, Cirus juga meminta peÂnyidik mencari alat bukti lain yang bisa mendukung pemÂbuÂkÂtiÂan tinÂdak pidana pencucian uang. Ketiga, Cirus meminta agar keteÂraÂngan saksi dan tersangka beÂrikut keterangan kapan dan diÂmana uang Rp 370 juta itu diÂterima Gayus.
Lalu 21 Oktober 2009, peÂnyidik Bareskrim Polri menerima surat pengembalian berkas GaÂyus. Keesokan harinya, Sri SuÂmartini mengirim kembali berkas perkara Gayus yang telah diÂtamÂbahkan pasal 372 KUHP. MeÂnurut JPU, setelah Cirus meÂngeÂtahui berkas Gayus memuat tamÂbahan pasal 372 KUHP, maka CiÂrus langsung menyatakan berkas perkara itu lengkap atau P-21.
Kuasa hukum Cirus, Tumbur SiÂmanjuntak membantah tudiÂngan itu. Menurutnya, kliennya teÂlah melakukan kesepakatan deÂngan tim jaksa lainnya untuk tiÂdak mencantumkan pasal tindak piÂdana korupsi terkait kasus GaÂyus. Hal itu didasari pertimbaÂngan karena tidak cukup bukti.
“Iya. Jadi kesepakatan tim seÂtelah mereka berembug bahwa bukti-bukti yang ada tidak cukup. Jadi dicarilah predicate crime-nya apa saja yang mendukung,†tegasnya.
Pakai Istilah Uang Bule Dan Barang China
Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersikukuh, lengkapnya berkas perkara Gayus Tambunan tidak meÂmuat pasal tindak pidana koÂrupsi. Atas hal tersebut, Kompol Arafat sempat menyampaikan keÂberatan kepada Cirus Sinaga meÂlalui Fadil Regan yang diteruskan kepada Cirus.
Namun keberatan Arafat, diÂtanggapi Cirus dengan perintah terÂhadap Fadil untuk memenuhi perÂmintaan Arafat dengan memÂperbaiki surat P-21 dan menÂcanÂtumkan lagi pasal korupsi. SeÂteÂlah menerima surat P-21 yang telah diperbaiki, Arafat meÂnaÂnyaÂkan pada Fadil perihal peÂnyeÂrahan tersangka dan barang bukti. Tapi kali ini Fadil menjawab, “Nanti saja, masih sibuk.â€
Setelah satu bulan menunggu, Arafat kembali menanyakan maÂsaÂlah itu kepada Fadil. Lantas Fadil menjawab kalau menurut bos-nya, penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan nanti saja “Nanti saja. Itu-nya belum dibuka,†jawab Fadil kepada Arafat.
Baru pada 26 November 2009, blokir rekening atas nama Gayus di Bank BCA dan Bank Panin dibuka penyidik Mabes dengan surat Nomor R/804/XI/2009/Bareskrim dan Nomor R/805/XI/2009/Bareskrim. Setelah blokir dibuka, Haposan meminta uang kepada Gayus sejumlah Dua juta Dolar Amerika untuk keperluan biaya mengurus perkara. Gayus pun menyerahkan uang dalam bentuk valuta asing sebagaimana yang dijelaskan dalam SMS yang dikirim Haposan kepada Gayus.
Menurut JPU, SMS itu berÂtuÂliskan, “Slmt siang! h nya nau info bhw semua yg td mlm diÂhiÂtung di pasar blok M Rp. 4.433.000, yg bu le punya 9.1 dan baÂrang cina 6.5 lae. Silahkan hitung spy sama2 ena.dum.â€
Menurut pengakuan Gayus, sambung jaksa, Pasar Blok M ialah Kejaksaan Agung, seÂdangÂkan uang Rp 4.433.000 ialah uang senilai Rp 4,4 miliar. Arti yg bu le punya 9.1 yaitu Dolar AmeÂrika dengan kurs Rp 9.100, sementara arti barang cina 6.5 yaitu Dolar Singapura dengan kurs Rp 6.500.
Singkat cerita, pada 14 DeÂsember 2009 jaksa Nasran Azis selaku tim jaksa P-16A bertanya pada Cirus perihal rencana dakÂwaan Gayus. Ternyata, rencana dakÂwaan yang dibuat Cirus tidak seÂsuai dengan pasal-pasal yang tercantum. Namun, kata JPU, CiÂrus tidak mengindahkan maÂsukan Nasran.
Cirus dikatakan justru memeÂrinÂtahkan Nasran membuat dakÂwaÂan sesuai rencana dakwaan yang telah dibuat Cirus. “Pasal dakÂwaannya, tuangkan saja seÂsuai dengan rendak. Untuk pasal korupsinya tidak usah dimaÂsukÂkan,†kata Cirus seperti disitir daÂlam dakwaan JPU.
Usut Keterlibatan Jaksa-jaksa Lain
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR, Dasrul Djabar menilai program pemerintah memberantas mafia hukum atau mafia peradilan meÂrupakan kerja besar yang hanya bisa diselesaikan lewat kerja keras. Untuk itu semua apaÂrat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan hingÂga pengadilan, harus benar-beÂnar serius dalam menangani semua perkara.
“Ini kerja besar lembaga peÂneÂgak hukum yang tak boleh diÂabaikan. Kalau dikerjakan seÂcara intensif dengan shock peÂriode, mungkin penanganan kaÂsus koÂrupsi dalam tahun kelima baru bisa kelihatan hasilnya,†katanya.
Kendati demikian Dasrul meÂngatakan, upaya penegakkan hukum khususnya pemÂbeÂranÂtasan mafia hukum merupakan program yang sangat sulit diÂlakukan. Dia menilai, korupsi saat ini sudah merambah pada semua lini. Mulai kepolisian, jaksa, hakim, panitera, peÂngaÂcara sampai petugas lembaga peÂmasyarakatan disebutnya telah terjangkit virus ini.
Dia berpandangan, mafia peradilan saat ini bukan hanya meÂrambah alias beroperasi di pengadilan kasus pidana, tetapi juga telah masuk ke wilayah peÂngadilan perdata dan peÂngaÂdilan agama. “Orang mau cerai saja sekarang harus membayar hakim kalau mau menang,†ujarnya.
Ketika ditanya mengenai perÂkara Cirus Sinaga, Dasrul berÂhaÂrap Cirus berkata jujur jika beÂnar-benar terlibat pada pengÂhaÂpusan pasal korupsi milik GaÂyus Tambunan. Selain itu, Polri juga dimintanya mampu memÂbongkar oknum jaksa lain yang diÂduga terlibat soal bocornya suÂrat penuntutan (rentut) Gayus.
“Ini tugas berat yang diemÂban oleh Polri dan Kejaksaan,†teÂgasnya. Politisi Demokrat ini juga tidak yakin jika polisi beÂlum punya bukti-bukti soal keÂterlibatan Cirus dalam perkara bocornya rentut Gayus. Karena itu, Dia mendesak kepolisian segera melakukan investigasi mendalam. “Buktinya ada dari kepolisian dan hakim yang suÂdah dijadikan terpidana dalam kasus Gayus.â€
Dia menyarankan Polri dan Kejagung mengambil tindakan cepat guna menuntaskan perÂkara Cirus lainnya. Sehingga, apÂresiasi masyarakat terhadap keÂdua lembaga itu dapat terÂwuÂjud. Disamping itu, Dasrul juga berharap majelis hakim PengaÂdilan Tipikor bersikap objektif dalam menangani perkara Cirus.
Sehingga, vonis yang diÂbeÂriÂkan kepada Cirus tak menuai kekecewaan masyarakat. “Saya harap malah bisa divonis dua kali lipat. Cirus itu kan aparat peÂnegak hukum yang seÂbeÂtulÂnya mengerti hukum. Tapi keÂnapa malah melanggar hÂuÂkum?†tegasnya.
Ngaku Aja Di Depan Hakim
Arsil, Wakil Direktur Eksekutif LeIP
Wakil Direktur Eksekutif LemÂbaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil berpendapat, persiÂdangan kasus Cirus Sinaga perÂlu dipantau oleh Komisi YudiÂsial (KY). Sehingga, ke depan para hakim yang menyidangkan kasus ini tidak melanggar kode etik dan profesi hakim.
“Pemantauannya tidak perlu seÂtiap saat sidang. Nggak usah tiap hari juga. Kan sudah ada meÂÂdia massa yang meÂmanÂtauÂnya. Cuma sekali waktu boleh-lah,†katanya. Menurutnya, perÂkara Cirus merupakan kasus yang menyedot perhatian baÂnyak orang. Sehingga, kapasitas majelis hakim yang menggelar persidangan harus benar-benar kredibel.
“Saya yakin hakim Albertina Ho dapat bekerja dengan opÂtimal dan melihat perkara Cirus secara objektif,†ujarnya. KeÂtika ditanya mengenai tuntutan yang diberikan kepada Cirus, Arsil menilai, dakwaan 20 taÂhun penjara terhadap jaksa non aktif itu sudah tepat.
Dakwaan ini diharapkan mamÂpu memberi efek jera bagi aparat penegak hukum lain seperti jaksa agar selalu koreksi dalam mengambil langkah huÂkum. “Ya ini kita jadikan seÂbaÂgai salah satu contoh. Apalagi kaÂlau pelakunya penegak huÂkum, maka sanksinya harus lebih berat,†tandasnya.
Ia meminta agar pembuktian dalam kasus Cirus dilakukan secara cermat. Menurutnya, apaÂkah Cirus betul-betul sebaÂgai orang yang mengatur perÂkara Gayus atau sebagai pihak yang dikorbankan oleh mafia hukum yang sesungguhnya. “Jika Cirus merasa tudingan JPU janggal, maka mengaku saja di depan hakim. Bongkar semua siapa sesungguhnya big fish pada kasus ini,†tegasnya.
Menurutnya, pengakuan CiÂrus didepan majelis hakim periÂhal siapa saja mafia hukum yang terlibat perkaranya sangat diÂnanÂtikan banyak pihak. “Saya pikir juga nggak mungkin kalau Cirus bekerja sendirian. Pasti ada kongÂkalikong,†tegasnya. [RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.