Djonny membantah ada mark up dalam pengadaan 15 unit peÂsawat tipe MA 60 buatan Xi’an Aircrafts Industry China, senilai 168 juta dolar AS itu. Seluruh proses dilakukan sesuai prosedur dan transparan.
“Kami siap diaudit. Pembelian itu tidak ada mark up. Lagipula, proÂgram pembelian itu sudah diÂsetujui direksi sebelumnya,’’ ujar Sardjono Djonny TjitroÂkusumo keÂpada
Rakyat Merdeka, di JaÂkarta, Jumat (27/5).
Berikut kutipan selengkapnya;Pembelian itu bukan di era Anda sebagai Direktur Utama?
Saya bergabung dengan MerÂpati Airlines, setelah proses peÂngadaan pesawat MA 60 terÂsebut selesai.
Ketika manajemen yang saya pimpin dilantik pada 27 Mei 2010, izin prinsip pengaÂdaan peÂsawat sudah ada. Kontrak pemÂbelian pesawat sudah ada. Lalu kemudian
type certification-nya sudah ada. Proses
financing-nya sudah ada, sudah berjalan. Lalu kemudian,
business plan untuk mengoperasikan MA 60 juga sudah ada.
Pengadaan pesawat MA-60 adalah warisan direksi sebeÂlumÂnya?Benar sekali. Kami hanya meÂlanjutkan saja. Setelah kami meÂmeriksa kelayakan pesawatnya, kemudian kita jalankan. Kita operasikan.
Kejagung menduga ada mark up, sehingga perlu keterangan dari Anda, bagaimana sebenarÂnya mengenai harga itu?Sejauh ini, kami tidak melihat adanya pelanggaran. Harga yang ditawarkan itu sesuai dengan prosedur operasi
standar (SOP) dan tingkat layanan (
SLA) pesaÂwat. Semuanya sudah sesuai prosedur dan transparan kok. Itu yang kami jelaskan kepada kejaksaan. Dan kita sudah seÂrahÂkan dokumen pengadaan pesawat MA-60 kepada Kejagung.
Apa betul pembelian pesawat MA 60 ini ada peran suami seorang menteri? Saya tidak tahu itu. Yang jelas pembelian pesawat ini sesuai prosedur dan kualitas pesawat cukup bagus.
Kabarnya Merpati kekuraÂngan pilot, apa benar?Untuk MA 60 ada 77 pilot. Ini kalau dibagi dua, ada 38 set pilot (pasangan). Indeks untuk MA 60 adalah 1-3. Artinya 1 pesawat diÂperluÂkan 3 set atau enam pilot. Dengan 38 set berarti cukup untuk 12 pesawat. Kalau tidak terbang, bukan karena kurang pilot. MeÂlainÂkan karena sedang revitalisasi.
Bagaimana dengan kritikan dari Serikat Karyawan MerÂpati yang mengatakan jatuhÂnya peÂsawat MA 60 itu akibat huÂman error yang tidak memiÂliki standar operasional proÂsedur (SOP)?Itu tidak benar. Semua pesawat yang diterbangkan sudah sesuai dengan SOP. Itu bisa dipertangÂgungjawabkan. Bahkan Merpati mempersilakan semua pihak, termasuk aparat hukum, melaÂkukan audit dalam pengadaan pesawat tersebut.
Kalau begitu, apa tanggapan Anda terhadap pernyataan SeÂriÂkat Karyawan itu?Saya sangat kecewa. Sebab, kritikan itu tidak memiliki fakta yang jelas. Kalau memang seriÂkat karyawan Merpati serius dan berniat sungguh-sungguh untuk membangun Merpati, caranya bukan begitu. Mari bersama-sama berkontribusi memperbaiki Merpati.
Apa betul suara Serikat KarÂyawan tidak pernah didengarÂkan pihak manajemen?Mereka bilang tidak digubris, saya malah heran. Kita pernah panggil mereka untuk menjelasÂkan semua pertanyaan serikat karyawan. Ada videonya kok. Saya ragukan komentar yang mengklaim dari serikat karyawan beberapa waktu lalu. Apa benar mereka aspirasi dari Serikat Karyawan Merpati. Kita sangat sayangkan, serikat karyawan Merpati kok bahasannya soal jabatan. Bukan soal bagaimana membenahi dan memperbaiki kondisi Merpati. Kok seperti anak kecil. Saya juga terbuka kalau ada yang mau lakukan audit. Silakan saja.
Mengenai kecelakaan peÂsawat MA 60, bagaimana deÂngan safety factor di Merpati?Semuanya sudah maksimal kok. Lima bulan lalu ada safety audit dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian PesaÂwat Udara (DKUPPU). Juga ada indept audit lainnya. Kami inginÂkan, Merpati memantapkan posisi sebagai airlines kelas satu di bidang
safety. Kita berhasil naik 11 poin. Dari 168 menjadi 179, itu bukan pekerjaan mudah. Sebagai pimpinan, saya sadar semuanya bisa berhasil dengan team work yang solid. Kita rapiÂkan organisasi, aviation safety. Kita lebarkan aviation divisi, seÂhingga Merpati menjadi airliÂnes yang mengutamakan jaminan keselamatan. Kalau ada pesawat yang rusak, pasti tidak akan kita terbangkan. Walaupun kerusaÂkannya kecil.
Apa benar pesawat yang jaÂtuh di Papua, kondisinya dipakÂsakan terbang? Menyangkut keselamatan, saya selalu wanti-wanti. Tidak boleh ada
engineer memaksakan untuk merilis pesawat. Tidak boleh sampai terjadi pemaksaan pilot untuk terbang. Dan, semuanya ada dokumentasinya.
Bagaimana dengan safety reaÂdy pesawat tersebut?Menyangkut
safety, Merpati selalu mengutamakannya dan itu mendapat apresiasi dari Komite Nasional Keselamatan TransÂportasi (KNKT) karena proaktif sebagai airlines yang
concern dalam mencegah
accident. MerÂpati juga airline pertama yang menjadi anggota asosiasi air saving, berkedudukan di WaÂshingÂton, AS. Audit program untuk melihat ada tidaknya defiÂsiensi, inefisiensi di operasional, kita tingkatkan dua kali lipat. Budaya report, kita intensifkan. Semuanya kita lakukan untuk membangun Merpati menjadi lebih besar.
Manajemen di internal MerÂpati, dianggap amburadul, baÂgaimana tanggapan Anda?
Kami lakukan pembenahan di internal khususnya di HRD. MiÂsalÂnya, banyak yang sudah lama bekerja, tetapi tidak naik pangkat atau golongan. Demikian pula, pekerja yang belum diangÂkat atau berstatus kontrak, masih banyak. Jadi, jumlah pekerja yang nasibÂnya nggak jelas, cukup banyak. Nah, itu yang harus kita benahi. Dulu, banyak pelanggaÂran terÂhadap UU TeÂnaga Kerja. KonÂdisiÂnya sangat bobrok sekali. Perilaku koruptif banyak sekali. Ketika masuk, saya inginkan adanya pembeÂnahan. Dan sudah berjalan. Siapa yang nakal, langÂsung dipecat atau pangkat dituÂrunÂkan. Kalau yang berprestasi, ya kita berikan rewards. SemuaÂnya harus profesional. Sebab, karyaÂwan itu aset perusahaan.
Sebagai Airlines pelat merah, apa upaya pembenahan yang telah dilakukan?Untuk selamatkan Merpati, perlu kerja keras. Merpati butuh modal kerja kalau bisa penyerÂtaan modal negara. Utangnya saja ke BUMN, sekitar Rp 1,9 triliun. Pertamina tahu kok kondisi keuangan Merpati. Nggak bisa bayar. Dan itu sudah lama. SeÂharusnya bisa diputihkan melalui RUPS. Kalau diputihkan maka ekuitas Merpati melonjak. SyuÂkur-syukur kalau Merpati dibeÂrikan
working capital. Kita dijanÂjikan sebesar Rp 561 miliar. DeÂngan dana tersebut, Merpati bisa melakukan revitalisasi pesawat. Atau membeli pesawat baru. KaÂlau sudah bisa beroperasi normal, MerÂpati bisa
generic revenue. Nggak usah lama-lama, tiga atau empat bulan saja. Lalu kita mulai bayar utang-utang MerÂpati.
[RM]
BERITA TERKAIT: