Sebelumnya dikabarkan, kedua lembaga non-pemerintah yang memiliki kantor di lingkungan kementerian yang dipimpin Patrialis Akbar itu adalah Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law (RWI) dari Swedia dan Center for Detentions Studies (CDS) dari Indonesia.
Kasubdit Komunikasi Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Akbar Hadi, mengakui kerjasama dengan kedua lembaga itu memang ada dan sudah terekspos ke publik dalam banyak kesempatan. Contohnya, pada saat hari ulangtahunnya, Ditjen Lapas selalu mempublikasikan apa yang sudah dicapai termasuk apa saja kerjasama yang dilakukan dalam
annual report.
"Ditjen Pemasyarakatan sudah melakukan kerjasama bukan hanya di dalam negeri tapi di luar negeri," ungkap Akbar Hadi saat mengklarifikasi kabar dua LSM tersebut ke
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Kamis, 26/5).
Akbar membantah tegas ada perlakuan spesial kepada dua lembaga itu. Menurutnya, RWI dan CDS tidak pernah memiliki kantor di gedung Ditjen Pemasyarakatan yang terletak di di Jalan Veteran, Jakarta Pusat.
"Yang disebut ruang CDS itu ruangan sekretariat reformasi dan birokrasi. Kan sekarang ada program refromasi birokrasi di semua kementerian secara kontinyu. Maka kita buat sekretariat reformasi dan birokrasi dan bekerjasama dengan CDS. Saya tegaskan, mereka tidak berkantor di situ," tegas Akbar.
Kerjasama dengan CDS, yang sepengetahuan Akbar merupakan sebuah grup diskusi, adalah dalam asistensi program reformasi. CDS merupakan grup diskusi asal Indonesia yang banyak membantu program reformasi Ditjen Pemasyarakatan. Sedangkan dengan RWI kerjasama yang dilakukan adalah pada bidang kemajuan Hak Asasi Manusia.
"Karena proses refromasi ini harus berjalan maka kami membentuk sembilan kelompok kerja yang antara lain membidangi manajemen, organisasi dan pengawasan internal. Itu sesuai anjuran Menteri Pendayagunaan Aparat Negara dan Reformasi Birokrasi. CDS itu tugasnya mengawal dan asistensi," bebernya.
Namun karena keaktivan CDS dan RWI dalam melakukan asistensi, aku Akbar, ada sementara pihak yang menuding dua LSM itu berkantor bersama PNS lainnya di Ditjen Pemasyarakatan.
"Mungkin saja di antara kita ada yang berasumsi mereka punya kantor di situ. Saya bantah itu agar kabar itu tidak menurunkan tensi gerakan reformasi birokrasi yang kini geregetnya agak kurang karena isu-isu tidak sedap," ujarnya.
Alasan perlu melakukan kerjasama dengan banyak lembaga ekstra, menurut Akbar, tentu saja karena keterbatasan APBN. "Kalau kami sudah di
-back up pendanaan yang memadai, tentu saja itu tak diperlukan. Kami ini kan membina orang yang banyak sekali dan di sana terjadi dinamika pemenuhan kebutuhan mereka," ucapnya.
Akbar menambahkan, selain dengan dua lembaga itu, Ditjen Pemasyarakatn juga melakukan kerjasama dengan belasan lembaga dalam dan luar negeri. Di antaranya, Komisi Penanggulangan Aids Nasional, Polri, Komisi Ombudsman dan juga dengan Badan Narkotika Nasional serta Persatuan Wartawan Indonesia.
Ditjen Pemasyarakatan juga menjalin kerjasama dengan Kementerian Koperasi dan UKM di bidang pengembangan kemampuan membangun usaha mikro dan menengah di antara para penguni lembaga pemasyarakatan. Ada pula kerjasama dengan Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian BUMN. Dengan beberapa lembaga asing, Ditjen Pemasyarakatan melakukan kerjasama dengan Asia Foundation, UNICEF, Global Fund dan dengan Korea Selatan.
[ald]
BERITA TERKAIT: