Bambang Soesatyo: Saya Tak Lecehkan Mendag Buat Apa Minta Maaf...

Sabtu, 21 Mei 2011, 00:11 WIB
Bambang Soesatyo: Saya Tak Lecehkan Mendag Buat Apa Minta Maaf...
Bambang Soesatyo
RMOL.Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo tetap tidak mau meminta maaf kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu atas pernyataannya yang dinilai berbau SARA.

“Saya tidak perlu minta maaf. Yang saya bicarakan bukan rasis, saya bukan anti pluralis,’’ te­gasnya kepada’Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.  

Sebelumnya diberitakan, Bambang Soesatyo mengkritik kebijakan Mari Elka Pangestu yang membeli pesawat MA 60 dari China.

“Beda dengan zaman Soeharto. Maaf bukan mau membanding­kan. Tapi terlihat dari kualitas yang berbeda. Karena zaman Soeharto itu ada seleksi yang cukup ketat, bukan hanya basa-basi pemilihan menteri, dishoo­ting bahwa dipanggil sama pre­siden, lalu terpilih, hanya show up tapi kuali­tas­nya terlihat. Ja­ngan heran kalau kebijakan Elka membeli pesawat MA 60 dari China itu lebih mengacu ke nenek mo­yangnya,” ujarnya dalam diskusi di DPR.

Pernyataan inilah yang menuai kritik dari berbagai kalangan. Bendahara Partai Golkar itu dinilai tidak pas mengeluarkan per­nyataan tersebut karena di­anggap mengandung SARA. Makanya didesak untuk minta maaf.

Bambang Soesatyo selanjutnya mengatakan, dirinya tidak ber­maksud menyerang pribadi Mari Elka Pangestu, tapi hanya meng­kritisi kebijakan perdagangan yang me­rugikan kepentingan dalam negeri.

Apa susahnya minta maaf, kenapa Anda tidak melakukan­nya?

Buat apa minta maaf. Saya tidak salah kok. Yang saya bi­carakan bukan rasis, saya bukan anti pluralis. Banyak saudara saya yang non pribumi. Saya bicara tentang kebijakan Mari Elka Pangestu yang selalu meminggir­kan kepentingan dalam negeri.

Tapi banyak menyesalkan Anda yang menge­luar­kan per­nyataan bersayap se­perti itu...

Saya tidak bicara SARA, kok harus minta maaf. Justru saya dorong Komisi VI DPR untuk melakukan evaluasi atas kebi­jakan-kebijakan Menteri Perda­gangan yang me­rugikan kepen­tingan industri nasional dan per­dagangan dalam negeri.

Pernyataan Anda itu juga me­wakili jeritan hati pengu­saha pribumi?

Bukan begitu juga. Saya bukan bicara soal pribumi atau non pri­bumi, tapi bicara bisnis Indonesia yang sedang terpuruk. Demi bangsa ini, saya hanya minta Menteri Perdagangan lebih nasio­nalis. Seharusnya, sepak terjang­nya sebagai pejabat negara men­dahulukan kepentingan nasional dan melindungi industri dalam negeri. Kalau Mari Pangestu bisa lebih mengedepankan kepenti­ngan pengusaha lokal dan mema­jukan perekonomian nasional, maka itu juga dapat menepis isu yang menyatakan Mendag lebih pro pada China.

Apa ini sengaja dimunculkan untuk menyerang Anda?

Yang ‘goreng’ kasus ini kan komunitas tertentu yang kerap saya serang. Saya tidak bermak­sud melecehkan Ibu Mari Pangestu secara personal, dan tidak ada keinginan untuk men­ciptakan konflik rasial. Yang jelas dalam diskusi itu, saya sampai­kan kritik terhadap berbagai kebijakan Menteri Perdagangan yang lebih pro terhadap China ketimbang kepentingan rakyat Indonesia.  

Sebenarnya maksud pernya­taan Anda itu kemana arah­nya?

Awalnya saya merasa tak kaget dengan hasil survei Indo Baro­meter yang menyatakan masyara­kat merasa lebih puas pada era Presiden Soe­harto. Ini me­rupakan akumulasi kekece­waan publik terhadap kepemim­pinan peme­rintah saat ini. Tapi seha­rus­nya hal ini men­jadi cambuk agar pemerintah lebih baik kinerjanya. Pemerin­tah saat ini kan masih punya waktu tiga tahun lagi. Ja­wa­ban ini juga saya dapat ketika kampanye Pemi­lihan Legislatif 2009. Ketika itu para petani dan masyarakat desa merasa lebih nyaman di era Orde Baru. Ini kan tandanya ada ke­keliruan dalam jalannya re­for­masi.

Apa kekeliruannya?

Salah satunya pemerintahan saat ini banyak mengakomodasi menteri bukan dari kualitas, tapi jasa partai politik dan keter­waki­lan suku serta ras. Makanya tak heran ada Menteri Perda­gangan seperti Mari Elka Pangestu yang lebih pro pada China.

Ada yang bilang Anda dite­gur Ketua Umum Partai Gol­kar Aburizal Bakrie, apa benar begitu?

Tidak ada teguran. Yang ada justru saya yang menelpon beliau untuk menjelaskan permasalahan ini. Pak Ical justru tidak melarang saya mengkritisi hal itu. Saya me­rasa ada yang membalik-balik­kan fakta ini. [RM]



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA