Suryadharma Ali: Kami Tidak Mengakui Kepengurusan Muchdi

Jumat, 20 Mei 2011, 00:47 WIB
Suryadharma Ali: Kami Tidak Mengakui Kepengurusan Muchdi
Suryadharma Ali
RMOL.Ketua umum DPP PPP Suryadharma Ali mengatakan, pihaknya tidak mengakui kepemimpinan Muchdi Purwoprandjono sebagai Ketua DPW PPP Papua. Sebab, bekas Danjen Kopassus itu hanya dipilih di Musyawarah  Wilayah (Muswil) dengan sembilan DPC.

”Kami mengambil sikap untuk berpihak kepada Muswil 13 DPC yang dihadiri 13 DPC dengan Bach­­tiar Ghaffar menjadi Ketua DPW PPP Papua,’’ ujarnya ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Rabu (18/5).

 Menteri Agama ini mengakui, kisruh berawal dari Muswil yang terbelah menjadi dua. Pertama, diselenggarakan 13 DPC PPP Pa­pua. Kedua, Muswil diseleng­ga­rakan sembilan DPC.

“13 DPC ini menolak pertang­gungjawaban ketua wilayah yang lama (Reba D Pontoh). Sebab, ke­tua wilayahnya dianggap ba­nyak masalah. Tentunya13 ca­bang ini dari sudut jumlahnya su­dah jauh lebih banyak,” paparnya.

Suryadharma Ali selanjutnya me­ngatakan, DPP PPP beregang terhadap suara yang terbanyak.  “Ada dua pilihan, Pak Muchdi dan Pak Bachtiar. Lalu kita mem­per­timbangkan keduanya dari per­olehan suara yang terbesar, yak­ni Pak Bahtiar. Untuk itu kami mengakui hasil yang diperoleh Pak Bachtiar,” bebernya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa ini strategi untuk men­je­galnya Muchdi PR dalam bursa ca­lon Ketum PPP Juli men­da­tang?

Tidak ada istilah jegal-men­je­gal. Kami di DPP mengambil langkah tersebut berdasarkan sua­­ra mayoritas. Tidak ada misi po­litik apa-apa untuk masalah ini, karena ini menyangkut keber­lang­sungan PPP di Papua.

O ya, apa yang Anda petik saat mengunjungi Yayasan Al Zaytun?

Saya rasa sulit menyatakan bah­wa lembaga pendidikan Al Zai­tun adalah sama dengan ge­rakan NII. Untuk mengetahui ke­ter­kaitan antara Ma’had Al-Zai­tun (MAZ)  dengan NII, perlu di­la­kukan penelitian dan pe­nye­lidikan oleh pihak yang ber­we­nang, terutama dalam kaitannya de­ngan aspek historis, finansial, manajemen, kepemimpinan, dan ak­tivitas non kependidikan lain­nya.

Panji Gumilang  disebut-sebut terkait NII, bagaimana komentar Anda?

Kalau benar dia (Panji Gumi­lang) terbukti, maka hal itu bukan urusan saya. Sebab, ini bukan ke­wenangan Kementerian Agama. Ka­mi tidak dapat melakukan lang­kah introgasi dan me­nye­lidiki kasus yang sedang diper­bin­cangkan oleh masyarakat. Ini adalah kewenangan BIN dan mungkin BNPT juga memiliki peran di sana.

Bagaimana dengan faham dan aktivitas keagamaan di Al Zaitun?

Secara keseluruhan, faham dan aktivitas keagamaan di Ma’had Al-Zaitun tidak ada penyim­pang­an. Artinya relatif aman, tidak ada gangguan dan tidak ada kon­troversi pemahaman keagamaan bagi masyarakat sekitar. Selain itu, komunitas MAZ ini dalam me­mahami Al-Quran dan Hadist bercorak rasional  dan konteks­tual. Saya rasa ini merupakan cita-cita dari pendiri MAZ yang ingin menjadikan MAZ sebagai lem­baga pendidikan yang kom­pre­hensif, dengan memadukan pendidikan agama dan umum.

Aspek interaksi sosial MAZ apakah ada masalah?

Untuk aspek ini, kami melihat interaksi internal dan eksternal yang dijalankan oleh MAZ ber­si­kap cukup dialogis, akrab, dan pe­nuh dengan semangat ke­ke­luargaan.

Apa yang dilakukan Kemenag untuk menangkal radikalisme?

Yang perlu kita lakukan adalah agar paham itu tidak merembes ke lembaga-lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama dan juga merembes ke tengah-te­ngah masyarakat. Makanya Kementerian Agama dalam rapat pim­pinan beberapa waktu lalu, yang hadir antara lain, kepala-kepala kantor wilayah kemen­te­rian agama seluruh Indo­nesia, rektor-rektor Universitas Islam Negeri dan IAIN serta perguruan tinggi agama, baik Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha.

Dalam kesempatan itu, kami meminta kepada para rektor dan ketua-ketua Sekolah Tinggi untuk melakukan tindakan menutup semua celah agar paham-paham radikal tidak masuk di lembaga pendidikan yang mereka pimpin. Selain itu, kepada kepala-kepala kantor wilayah harus menerapkan gerakan yang serupa untuk me­ning­katkan dakwah dan pene­rang­an kepada masyarakat su­paya pemikiran radikal tidak masuk di tengah-tengah masyarakat.

Ada langkah preventif untuk pen­cegahan dan penang­gulang­annya?

Langkah tersebut tentu kami lakukan, khususnya di lembaga pen­didikan dan lembaga keaga­ma­an dan masyarakat. Kami meng­­anggap bahwa lembaga pen­didikan merupakan target yang paling rentan terhadap in­fil­trasi gerakan radikalisme aga­ma. Un­tuk itu, beberapa institusi pe­n­di­dik­an di bawah Ke­men­terian Aga­ma, sedang dan akan dija­lankan beberapa langkah preventif.

Apa saja itu?

Pertama, kami melakukan pe­me­taan radikalisme di ling­kung­an pelajar dan mahasiswa. Kedua, melalui pemasyarakatan dan pe­nguat­an ideologi Pancasila. Ketiga, melakukan semiloka dan sim­posium mengenai strategi pre­ventif dalam penanggulangan te­rorisme dan radikalisme agama. Keempat, pengembangan paham multikulturalisme dikalangan pe­lajar dan mahasiswa. Kelima, pe­ngem­bangan kegiatan ekstra­kulikuler keagamaan agar lebih terpantau dan tidak berkembang pe­mikiran radikalisme. [RM]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA