"Gangguan pertama adalah peristiwa pada 16 Februari lalu dimana saya dipaksa menandatangani penutupan gereja," ungkap pemimpin jemaat gereja, Pendeta Nico Lomboan, saat dihubungi
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Jumat, 29/4).
Saat itu, lanjut Nico, ia dipaksa menekan surat itu oleh massa di kantor DPRD Sleman. Bahkan, ia mengaku anggota DPRD Sleman ikut-ikutan menekannya untuk menyetujui penutupan gereja. Ancaman membuat rusuh Sleman bak tragedi pembakaran gereja di Temanggung juga sempat diutarakan.
"Saat itu saya dihadapkan pada massa dan dipaksa menandatangani, kalau tidak saya dibunuh atau dijadikan Temanggung kedua," aku Nico.
Nico tidak mengerti mengapa tiba-tiba massa meminta gereja ditutup padahal gereja sudah berdiri kurang lebih selama 21 tahun dan memliki 120 jemaat. Surat-surat izin mendirikan gereja lengkap dan selama 21 tahun tidak pernah ada persoalan dengan masyarakat setempat.
"Saya tidak tahu jelas alasannya. Surat-surat komplit semua. Tapi Pak Lurah sempat bilang ke saya persoalannya hanya soal iri hati, saya tidak tahu maksudnya apa," jelas Pendeta.
Tapi, dari berbagai informasi yang diterimanya dari masyarakat, Pendeta Nico menduga, tuntutan massa menutup gereja diprovokasi oleh salah seorang tokoh agama setempat.
[ald]
BERITA TERKAIT: