Setidaknya itu pendapat budayawan, Radhar Panca Dahana. Alasan Radhar mengatakan sepakbola sebagai olahraga yang ironis memang agak nyeleneh.
"Sepakbola menarik karena peristiwa olahraga yang ironis. Kalau olahraga lain bolanya dibawa atau ditampar, ini (sepakbola) bolanya ditendang. Melihat sepakbola itu seperti melihat emosi kita sendiri, kira-kira kepala siapa yang kita tendang ini," ujar Radhar saat mengisi diskusi "PSSI Mati Suri" di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (2/4).
Dia mengatakan, mengapa sepakbola menjadi cabang olahraga paling populer di kalangan
grass root (akar rumput) karena sepakbola adalah wadah bagi kelas masyarakat yang tidak dapat menumpahkan ekspresinya.
Sementara tragedi di dalam sepakbola, khususnya sepakbola nasional, menurut Radhar, karena pemerintah tidak menaruh perhatian dan kepedulian besar pada peningkatan prestasi sepakbola.
"Substansinya jelas bahwa sepakbola milik rakyat dan rakyat butuh prestise, tapi selama ini pemerintah sibuk mengeluarkan miliaran rupiah untuk perdebatkan jumlah partai dan lain-lain, bukan keluarin miliaran buat majuin sepakbola," sesal Radhar.
Sedangkan tragedi besarnya, sepakbola adalah cabang olahraga anti pemodernan atau anti demokrasi. Contoh konkrit, wasit dalam sepakbola tidak dapat diprotes meskipun miliaran mata penonton pertandingan melihat jelas ada kesalahan dalam keputusannya. Tim dan pemain sepakbola tidak bisa mengajukan banding kalau keputusan wasit salah dan merugikan.
Tragedi besar lainnya, federasi sepakbola internasional, FIFA, selalu menempatkan diri di atas otoritas negara manapun di dunia ini.
"Dan itu yang membuat Nurdin Halid selama ini berlindung di bawah ketiak FIFA dan statuta FIFA padahal masyarakat sudah begitu kuat memintanya mundur. FIFA jadi kontroversi karena dia menempatkan diri di atas pemerintah," ucapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: