â€Proyek depo minyak Satelit A Jakarta atau yang sering disebut depo minyak Balaraja sarat masalah dan berindikasi korupsi. Kami akan meminta DPR, dalam hal ini Komisi III (Hukum), Komisi VII (Energi), Komisi VI (BUMN) dan Komisi II (Pertanahan) untuk mengungkap kasus ini hingga terang benderang,†kata salah satu perwakilan aktivis anti korupsi, Adhie Massardi di Jakarta.
Yang harus diungkap katanya, adalah bahwa dalam kasus tersebut berdasarkan landasan hukum Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) 247/I/ARB-BANI/2007, Pertamina berkewajiban melakukan pembayaran ganti rugi sebesar 20 juta dollar AS dengan syarat bahwa tahap kemajuan pembangunan
(WIP-Work in Progress) proyek telah mencapai 29%. Faktanya, PT Pandan Wangi Sekartaji (PT PWS) tidak dapat melaksanakan Putusan BANI, karena tidak dapat menyerahkan WIP sebesar 29%.
Patut ditengarai, katanya lagi, kasus ini syarat persekongkolan untuk membobol uang rakyat. Buktinya, menurut Adhie, kenapa kemajuan pekerjaannya belum mencapai ketentuan 29%, tapi Pertamina ‘ngoyo’ membayar PT PWS. Padahal bukankah Pertamina seharusnya terlebih dahulu menetapkan Kemajuan Pekerjaan
(Work in Progress) yang dilakukan perusahaan appraisal (penilai) independen sebagai dasar pembayaran ganti rugi.
“Lalu muncul juga pertanyaan lain, siapa yang menunjuk perusahaan appraisal? Apa dasar munculnya nilai ganti rugi 12,8 juta dolar AS, bukankah putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia nilainya sebesar hanya sekitar 20 juta dollar," ujar Adhie.
Ia mengungkapkan bahwa pada tanggal 10 Maret 2009, PT Pertamina telah melakukan pembayaran tahap 1 sebesar kurang lebih 6,349 juta dolar AS kepada PT PWS, padahal nilai tersebut tidak setara dengan penyerahan Asset Non-Tanah oleh PT PWS sebagai landasan hukum pelaksanaan pembayaran ganti rugi tersebut. Terlebih lagi tidak dapat menguasai Asset Non Tanah sepenuhnya karena masih adanya permasalahan Asset Tanah, yaitu sertifikat tanah proyek tersebut. PT PWS menyatakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No.31 dan diganti No.32 padahal sertifikat Hak Guna Bangunan No.31 masih ada dan dikuasai Edward Soeryadjaya, akan tetapi PT Pertamina tetap menerima SHGB No.32 sebagai bukti kepemilikan tanah dalam melakukan pembayaran ganti rugi.
“Melihat fakta-fakta tersebut diatas maka Gerakan Indonesia Bersih meminta DPR RI untuk mengungkap konspirasi persekongkolan antara PT Pertamina dengan PT PWS untuk membobol uang Negara, dimana PT PWS menyatakan Sertifikat HGB No.31 hilang dan diganti dengan Sertifikat HGB No.32 padahal sertifikat itu masih ada†imbuhnya.
[ade]
BERITA TERKAIT: