Agar Bisa Terbang Tinggi Merpati Perlu Dana 600 M

Menelisik Kondisi Maskapai Penerbangan Nasional

Jumat, 18 Maret 2011, 02:50 WIB
Agar Bisa Terbang Tinggi Merpati Perlu Dana 600 M
PT Merpati Nusantara Airlines
RMOL.PT Merpati Nusantara Airlines sepertinya sulit untuk terbang tinggi. Salah satu maskapai penerbangan nasional ini keberatan beban utang yang kini melonjak sampai Rp 1,9 triliun.

Berdasarkan data Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR , 16 Maret 2011, dike­tahui pada 2010 akumulasi utang Mer­pati totalnya mencapai seki­tar Rp 1,9 triliun. Utang tersebut lebih besar dibandingkan tahun 2009 sekitar Rp 1 triliun.

Pada medio 2008-2009, Mer­pati pernah mengajukan Pe­nyertaan Modal Negara (PMN) sekitar Rp 900 miliar, tapi yang disetujui hanya sepertiganya, Rp 300 miliar. Saat ini Merpati membutuhkan suntikan dana lagi sekitar Rp 600 miliar.

“Kita berharap pengucurannya tepat dosis. Permintaan dana tersebut diajukan Merpati melalui rencana bisnisnya,” kata Direktur Utama Merpati, Sardjono Jhony Tjitrokusumo saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu lalu.

Merpati merupakan salah satu dari 14 BUMN yang masuk dalam program penyehatan atau res­trukturisasi yang ditangani PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Menurut Jhony, tidak ada langkah efisiensi lain yang bisa dilakukan perusahaan, sebab masih menunggu hasil pemba­hasan dana restrukturisasi dengan PPA, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan.

“Rencana bisnis Merpati se­dang dibahas bersama PPA, sebagai konsultan keuangan. Diharapkan bulan ini rencana bisnis tersebut selesai. Setelah itu, perseroan akan membawanya ke Kementerian BUMN untuk disahkan,” ujarnya.

Bila disetujui, kata dia, dana Rp 600 miliar akan digunakan untuk revitalisasi perawatan pesawat sekitar Rp 291 miliar. Kemudian untuk revitalisasi pesawat diang­garkan Rp 35 miliar. Sedangkan untuk penambahan armada dan investasi, masing-masing memer­lukan dana Rp 80,6 miliar, dan Rp 118,9 miliar.

“Total Biaya yang dibutuhkan sebetulnya sekitar Rp 618,5 miliar. Tapi sekitar Rp 18,5 miliar dibiayai melalui casf flow. Sedangkan utang perusahaan akan dibayarkan dari hasil produksi,” ungkapnya.

Menurutnya, meski masih meng­alami rugi, Merpati bisa bangkit lagi. Salah satu upayanya dengan cara mulai masuk ke rute-rute yang dilayani dan tidak dilayani PT Garuda Indonesia.

“Rute-rute yang sudah dilayani Garuda, perseroan hanya mela­yani dua kali penerbangan dalam se­pekan. Kami merasa bisa ber­main di wilayahnya Garuda. Se­hingga opsi merger itu nggak kita ambil, karena lebih pas opsi competiton in harmony,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Jhony mengusulkan, maskapai Citilink milik Garuda ditiadakan, karena secara langsung meng­gerus pasar milik perseroan. “Nga­pain sih Garuda memiliki Citilink. Kan pemerintah sudah mempunyai Merpati. Sebaiknya ditiadakan saja,” cetusnya.

Citilink merupakan pesawat terbang untuk penumpang kelas me­nengah bawah (Low Cost Carrier/LCC) milik Garuda. Citilink bukan merupakan maska­pai penerbangan, karena tidak memiliki air operator certificate (AOC).

“Konsep penerbangan LCC yang diterapkan di Indonesia telah dilanggar sejumlah maska­pai penerbangan. Untuk itu pen­ting menegakkan aturan, agar bisnis airlines bisa berkompetisi secara adil,” tegas Jhony.

Di tempat yang sama, Deputi Menteri Badan Usaha Milik Negara Bidang Usaha Infra­struktur dan Logistik, Sumar­yanto Widayatin mengatakan, saat ini lembaganya sudah beren­cana memberikan tambahan pinjaman, supaya seluruh persoalan Merpati bisa diselesaikan secara tuntas.

Dikatakannya, saat ini bussines plan Merpati sedang dikaji PPA, dan diharapkan dalam waktu dekat pemerintah dapat meng­ambil keputusan.

“Hal itu dila­kukan dalam rangka mening­katkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan. Sebelumnya PPA memberikan pinjaman dana sebesar Rp 300 miliar, dimana sebagian besar dananya diguna­kan untuk biaya rasionalisasi SDM,” ungkap Sumaryanto.

Anak buah Mustafa Abubakar ini menjelaskan,  berdasarkan bus­sines plan, konsep Merpati ke depan adalah Com­petition in Harmony, yaitu perpa­duan antara armada Jet dan Propeler untuk melayani 50 persen pasar Garuda Indonesia dengan frekuensi rendah, dan untuk melayani 100 persen rute non Garuda.

Untuk itu telah ditetapkan beberapa strategi utama. Pertama, akan dilakukan pendanaan baru, peningkatan pendapatan, ren­trukturisasi utang, serta Cash Management System. Kedua, penam­bahan armada dan pening­katan kapabilitas tenaga Line Maintenance dan teknisi. Ketiga, pembenahan biaya focus on profit, dan Positif Cash Flows Oriented Route.

“Kemudian membuat kebija­kan untuk rekrutment SDM ber­ku­alitas, perampingan struktur organisasi, dan optimalisasi SDM serta penerapan Perfor­mance Mana­gement System (PMS), jelasnya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris PPA, Renny O Rorong menjelas­kan, saat ini perusahaannya masih mengkaji bussines plan yang diajukan Merpati. Ia tidak bisa memastikan, apakah nantinya permintaan tambahan dana Rp 600 miliar yang diajukan Merpati itu dapat disetujui atau tidak. “Kita sudah ketemu dengan pihak Merpati, dan bussines plan mereka saat ini masih dikaji,” katanya.

Soal pengucuran dana Rp 300 miliar pada periode 2008-2009, Renny mengaku belum menge­tahui alasannya.

Sebelumnya, Menteri BUMN, Mustafa Abubakar mengatakan, pemerintah akan menyiapkan dana Rp 600 miliar untuk Merpati untuk tambahan modal usaha.

“Tapi mereka harus meram­pungkan business plan yang baru untuk menyesuaikan dengan kebutuhan mereka sekarang. Kelihatannya beberapa hal masih dikoreksi dan harus diperbaiki dari business plan sebelumnya,” ujarnya.

Mustafa berharap, business plan Merpati bisa selesai pada kuartal dua tahun ini, setidaknya di tingkat pemerintah.

Jangan Dipaksa Mencari Untung

Nasril Bahar, Anggota Komisi VI DPR

Penambahan Penyertaan Modal Negara yang diusulkan PT Merpati Nusantara Airlines  sebesar Rp 600 miliar, dinilai tidak akan cukup untuk mem­perbaiki keterpurukan bisnisnya beberapa tahun terakhir.

Penyebabnya, Merpati bukan sebagai perusahaan komersil, tetapi lebih fokus kepada tugas negara, yaitu menghubungkan dan ikut menjaga pulau-pulau Indonesia.      

“Kondisi Merpati dari dulu itu sudah jelas, selalu meng­alami kerugian, ditambah de­ngan beban utang yang besar. De­ngan posisinya bukan sebagai pe­nerbangan komersil, jangan dipaksa mencari untung, kare­na sangat susah. Siapapun yang mengelola manajemen tidak akan mampu mengubah kondisi keterpurukan Merpati,” kata Anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar, kemarin.

Menurutnya, Kementerian BUMN harus memberikan keputusan yang jelas terhadap kinerja, orientasi, visi dan misi sesungguhnya yang diemban Merpati.

“Bagaimana bisa meng­untung­kan, business plan yang dija­lankan saja selalu ber­tentangan. Di satu sisi, posisi Merpati sebagai perusahaan ha­rus untung, tapi mengemban tugas negara yang berat juga, sebagai penghubung antar pulau. Keuntungan dan beban operasional tidak sesuai,” tegasnya.

Anggota Fraksi PAN ini menjelaskan, jumlah karyawan Merpati terlalu banyak, akibat­nya perusahaan pelat merah ini harus mengeluarkan gaji yang besar.  “Saya pikir lebih baik Merpati diakuisisi Garuda Indonesia. Setidaknya kondisi Merpati bisa mengalami pemu­lihan ke­uangan,” cetusnya.

Semestinya Rencana PMN Tidak Menjadi Polemik

Suharto Abdul Majid, Pengamat Transportasi Universitas Trisaksi

Kondisi PT Merpati Nusan­tara Airlines (MNA) sejak dulu memang  memperihatinkan. Peme­rintah semestinya mem­berikan empati untuk menye­lesaikan semua masalah yang dihadapi perusahaan pener­bangan tersebut.

“Merpati semestinya menda­patkan perhatian yang lebih dari Kementerian yang menaungi­nya,” kata pengamat Transpor­tasi dari Universitas Trisakti, Suharto Abdul Majid, kemarin.

Menurutnya, beban yang ditanggung Merpati sangat berat. Sebagai perusahaan penerbangan, Merpati diha­ruskan mendapat untung, tapi di sisi lain sebagai pener­bangan pe­rintis Merpati ber­tugas meng­hubungkan antar pu­lau. “Itu sudah meng­habiskan biaya ope­rasional yang cukup ba­nyak,” ungkapnya.

Suharto menyarankan, untuk memperbaiki kondisi Merpati, se­mestinya pemerintah me­lakukan restrukturisasi dan revitalisasi. Rencana Merpati mengajukan PMN sebesar Rp 600 miliar sangat masuk akal bila melihat beban pekerjaan yang diemban perusahaan pener­bangan pelat merah itu.

“Semestinya rencana PMN tidak menjadi polemik. Sangat relevan jika Merpati menda­patkan suntikan dana untuk mem­perbaiki kondisi bisnis­nya,” tegasnya. [RM]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA