Ketujuh LSM tersebut terdiri dari Transparancy International Indonesia (TII), Indonesia Corruption Watch (ICW), Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS), dan Indonesia Budget Center (IBC). Mereka menilai proses rencana pembangunan gedung baru DPR dilakukan secara tertutup dan mengarah pada indikasi tindak pidana korupsi.
"Hingga kini belum ada kejelasan apakah pengadaan jasa konsultasi yang menghabiskan anggaran hingga Rp 14,5 miliar itu dilakukan melalui tender terbuka atau tidak," ujar Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta (16/3).
Ray menengarai ada upaya mengelabui publik dalam menentukan nominal harga pembangunan gedung baru DPR itu sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.
Misalnya saja, biaya nominal untuk pembangunan fisik yang dialokasikan sebesar Rp 1,138 triliun. Rincian alokasi ini sedikitpun tidak dijelaskan kepada publik.
"Nominal biaya yang dijelaskan hanya untuk bangunan fisik yakni Rp 1.138 triliun. Sedangkan biaya furniture, IT, dan sistem keamanan tidak dijelaskan," katanya.
[wid]
BERITA TERKAIT: