WAWANCARA

Alwi Shihab: Pengusaha Timur Tengah Batalin Investasi di Indonesia

Minggu, 13 Maret 2011, 01:25 WIB
Alwi Shihab: Pengusaha Timur Tengah Batalin Investasi di Indonesia
Alwi Shihab
RMOL. Kondisi di Timur Tengah yang saat ini sedang bergolak karena aksi protes atas sistem monarki, diyakini akan terus berproses dan merembet. Dimulai di Tunisia, kemudian Mesir, dan kini paling jadi sorotan terjadi di Libya.

Menurut Alwi Shihab, Utu­san khusus Presiden SBY untuk Timur Tengah meyakini, kondisi di Timur Tengah saat ini percis seperti kondisi Indonesia di tahun 1997/1998. Isunya sama: ingin perubahan. Kendati demikian, Alwi memastikan, sangat tidak relevan jika upaya penggulingan presiden di Timur Tengah layak dipraktekkan di Tanah Air.

“Indonesia saat ini sudah demokratis, ini bisa dilihat dari fungsi kontrol dari parlemen kepada pemerintah, check and balance bisa berjalan dengan baik, kebebasan pers, kebebasan berekspresi, orang tidak dikekang mengungkapkan pandangannya, serta tidak ada intimidasi terha­dap masyarakat,” kata Alwi saat ditemui Rakyat Merdeka, di kantornya, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Jumat (11/3).

 Alwi yang menjadi Menko­kesra pada Kabinet Indonesia Bersatu I  mengungkapkan, de­mo­kratisasi yang sedang berjalan di Indonesia hanya perlu diim­bangi dengan penegakkan hu­kum, agar pembangunan eko­nomi tidak terganggu tindakan-tindakan yang tidak diinginkan masyarakat.

Selain bicara soal demokra­tisasi, Alwi juga bicara soal pros­pek investasi Timur Tengah di Indonesia, dan dampaknya dari pergolakan politik di Timur Tengah.

Berikut petikan wawan­cara selengkapnya:

Apakah gejolak politik di Ti­mur Tengah mengganggu iklim investasi di sana?
Tentu mengganggu, ada bebe­rapa pengusaha yang ingin meng-investasikan modalnya di bebe­rapa negara di Timur Tengah, namun karena kondisi saat ini yang belum stabil, maka rencana itu harus ditunda. Para investor masih menunggu kondisi di sana kondusif seperti sedia kala.
 
Selain itu?
Di sektor tenaga kerja, ribuan tenaga kerja harus dipulangkan ke negara asal karena kondisi di Timur Tengah belum stabil. Di Libya misalnya, tenaga kerja asing terpaksa pulang semua karena kondisi keamanan belum kondusif. Di Libya, ada sekitar 30 ribu tenaga kerja Philipina harus dipulangkan.
 
Dampaknya di bidang politik bagaimana?
Bidang politik pun terkena imbasnya juga, misalnya KTT OKI yang direncanakan akan diadakan di Mesir, terpaksa ditunda.
 
Bagaimana dampaknya bagi Indonesia sendiri?
Kenaikan harga minyak yang melonjak tajam, berdampak pada Indonesia. Namun kondisi itu tidak hanya dirasakan Indo­nesia tetapi seluruh negara yang bergantung pada minyak di Timur Tengah.
 
Kalau minyak naik, ber­arti....
Begitu ada kenaikan harga minyak, maka subsidi pemerintah untuk minyak akan meningkat.  Karena minyak kita masih harus disubsidi dan subsidi tersebut tentu mengganggu anggaran negara, yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan kalau harga minyak stabil.
 
Apakah investasi dari Timur Tengah ke Indonesia ikut ter­ganggu juga?
Beberapa perusahaan Timur Tengah  yang sudah merintis usaha kerja sama di Indonesia terpaksa menunda pelaksanaan­nya akibat perkembangan politik yang sedang terjadi di negara mereka. Namun negara-negara yang tidak mengalami gejolak politik, tetap akan meneruskan investasinya di Indonesia.
 
Seberapa penting stabilitas politik dan keamanan bagi ma­suknya para investor?
Sangat penting, karena seba­gai­mana yang pernah diungkap­kan oleh petinggi Arab, pengu­saha dan pemodal itu penakut. Artinya, kalau pengusaha atau investor mendengar  ribut-ribut dan instabilitas di suatu kawasan, mereka pasti mengurungkan ren­cananya untuk investasi. Mereka hanya mau datang ke negara yang adem ayem, kondusif dan ber­sahabat serta kepastian baik dalam bidang hukum maupun administrasi. 
 
Apakah investor Timur Te­ngah mengeluh soal birokrasi dan perizinan di Indonesia?
Stabilitas dan iklim  investasi Indonesia bagi mereka cukup baik. Namun, saya tidak dapat mengatakan semuanya  selalu mulus, ada beberapa kendala in­vestasi, khususnya menyangkut birokrasi di daerah. Satu contoh yang nyata, seorang investor Timur Tengah yang berminat menjalin kerja sama dengan pi­hak Indonesia di bidang pertam­bangan, setelah diyakini  semua izinnya ok, namun tiba-tiba ter­bit pencabutan izin dari peme­rintah daerah. Hal ini mem­buat investor tersebut heran dan ragu. Kejadian semacam ini pasti merugikan image pemerintah yang sungguh-sungguh berupaya mengundang investasi dari luar.
 
Apakah pemerintah pusat sudah memperbaiki keluhan para investor Timur Tengah ter­sebut?
Saya kira pemerintah pusat berkomitmen memperbaiki hal-hal semacam ini, birokrat dari pemerintah daerah yang nakal sudah banyak yang ditangani Kejaksaan dan KPK. Hal ini meru­pakan kunci agar kita dapat mengajak investor datang ke Indo­nesia, dan menyakinkan mereka, hukum di atas segala­nya. Artinya, kita meyakinkan mereka agar tidak perlu khawatir menge­nai kepastian hukum di negeri ini.
 
Sebagai bekas menteri SBY dan pernah jadi korban re­shuffle, Anda punya komentar  ter­kait wacana reshuffle yang saat ini menghangat?
Itu hak prerogratif presiden dan pertimbangannya bisa dari berbagai macam aspek. Bisa dari kinerja, bisa dari stabilitas politik dan bisa dari hal-hal lain yang hanya presiden yang menge­tahuinya.
 
Pertimbangan itu seperti apa?
Bisa macam-macam, bila se­orang menteri angkanya enam tapi presiden ingin pencapaian menterinya di angka sembilan, berarti menteri tersebut dapat diganti. Namun, apabila Presiden menganggap menteri tersebut dapat meningkatkan kinerjanya, maka sangat mungkin Presiden mempertahankannya.
 
Bagaimana pencapaian ki­nerja pemerintahan saat ini?
Tidak ada suatu pemerintahan yang 100% mulus, pasti ada ke­kurangan, pasti ada harapan yang tidak terpenuhi. Jadi bila peme­rintahan baru berjalan 1,5 tahun, tidak bijak kalau seseorang me­nilai pemerintahan tidak ber­hasil. Kita harus melihat hal positif yang sudah dilakukan pemerintah. Misalnya, pertum­buhan ekonomi kita di atas 6 persen, lalu Indonesia juga ter­masuk dalam kelompok ekonomi kuat, G-20.
 
Capaian apa yang sudah di­lakukan oleh pemerintah saat ini?
Capaian pemerintah yang paling berhasil adalah stabilitas politik dan ketahanan sektor eko­nomi. Kebanyakan orang meng­angap stabilitas tersebut bukanlah hal yang sangat pen­ting, padahal pemerintahan yang sukses adalah pemerintahan yang stabil. De­ngan pondasi stabilitas, kita dapat berpikir maju ke depan untuk me­ningkatkan daya saing, produk­tifitas dan kreatifitas yang pada gilirannya akan mening­katkan ekonomi kita dan kesejah­teraan bangsa.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA