Muslim berdarah Yaman ini menilai pemerintahan Xanana Gusmao gagal membangun staÂbilitas dan kesejahteraan rakyat.
Pemerintahan Xanana juga gagal melakukan regenerasi poliÂtik di Timor Leste, sehingga geneÂrasi muda di tubuh pemerinÂtahan Xanana menjadi kelompok yang paling korup.
“Saya mengunjungi Timor Leste pada Desember lalu, dan saya melihat Timor Leste kini lebih stabil dan damai. Saya berÂteÂrima kasih kepada Fretilin, bukan kepada pemerintah. Sebab, pemerintahan yang korup ini tidak bisa membuat perdamaian dan stabilitas,†ungkap Alkatiri dalam wawancara dengan
Rakyat Merdeka akhir pekan lalu.
Berikut petikan wawancara:Tahun depan, akan ada peÂmilihan umum di Timor Leste. Apa rencana Anda? Anda akan mencalonkan diri?Saya tidak pernah mencalonÂkan diri sebagai perdana menteri. Yang mengikuti pemilihan umum adalah partai politik. Nanti (bila menang), partai (Fretilin) yang akan menentukan siapa yang menjadi perdana menteri.
Anda yakin Fretilin menang?Absolute
majority, 50 plus.
Dalam Pemilu 2007 partai Anda menang, tapi Anda akhirÂnya kalah karena tidak bisa menÂjadi perdana menteri. Apa yang terjadi?Itu karena ketiadaan etika demoÂkrasi dan etika politik di kalangan elite (politik). Itu hal biasa yang dapat kita temukan di mana saja, di muka bumi. SeÂharusÂnya, pemenang pemilu meÂmang memiliki hak membentuk pemerintahan.
Apakah ketiadaan etika di kaÂlangan elite merupakan penyeÂbab utama terjadinya kudeta di Timor Leste?Di Timor Leste pernah terjadi dua kudeta secara berturut-turut. Pertama, tahun 2006 (yang meÂmaksa Mari Alkitiri berhenti, red), dan kedua kudeta setelah peÂmilihan umum tahun 2007.
Namun, kudeta kedua saya seÂbut sebagai kudeta konstitusional, karena aktor utamanya adalah sahabat saya, Xanana Gusmao.
Artinya, hubungan Anda deÂngan Xanana baik-baik saja?Ya. Itulah sebabnya saya sebut dia sebagai sahabat saya. (Mari Alkatiri tertawa)
Anda pernah menang pemiliÂhan umum tapi gagal memimÂpin pemerintahan. Apakah Anda tiÂdak khawatir hal serupa akan teruÂlang lagi?Itulah sebabnya kami bekerja keras untuk mendapatkan kemeÂnangan absolut, seperti yang kami peroleh di tahun 2001. Saat itu, dari 88 kursi di parlemen kami memiliki 57 kursi. SemenÂtara sekarang, dari 65 kursi di parÂlemen, kami memiliki 21 kursi.
Apa yang akan Anda lakuÂkan bila mendapatkan masalah yang sama?Tidak akan. Karena, faktanya kami menghadapi situasi yang berbeda. Bahkan, kalaupun kami hanya menang dengan
simple majority, saat ini jauh lebih muÂdah untuk membuat koalisi.
Xanana ingin membuat koalisi dengan yang lain, termasuk deÂngan kami. Jadi, apakah dengan simple majority atau absolute maÂjority, kami akan dapat memimÂpin pemerintahan tahun depan.
Jadi, Anda akan menerima XaÂnana?Sebagai wakil saya, mungkin.
Mengenai regenerasi politik di Timor Leste, bagaimana tanggaÂpan Anda?Pemerintah telah gagal dalam meÂlakukan regenerasi politik. Generasi muda di dalam pemeÂrinÂtahan Xanana merupakan keÂlompok yang paling korup. Tapi, saya tidak mau menyebut nama mereka. Biarkan Komisi AntikoÂrupsi yang bekerja untuk memeÂcahkan masalah ini.
Mengapa?Lebih baik tanya mereka. Tapi, menurut saya ini terjadi karena mereka sama sekali tidak meÂmiliki kualifikasi sebagai pejabat eksekutif, dan tidak pernah memÂbayangkan hal itu. Namun, tiba-tiba mereka diangkat sebagai peÂjabat eksekutif oleh aliansi yang sangat kosmetikal ini.
Menurut Anda, apakah tidak aneh bila di Timor Leste hanya ada tiga tokoh yang selalu munÂcul, yakni Anda, Ramos Horta, dan Xanana Gusmao?Kami punya hampir satu juta orang. Dari jumlah itu, sebetulÂnya ada yang memiliki kualifiÂkasi. Tapi mungkin orang lebih suka nostalgia, berbicara tentang peÂmimpin dari masa lalu. Karena itu, kami perlu menghentikan hal ini.
Banyak yang mengatakan Xanana lebih Timor daripada Anda dan Ramos Horta, karena dia berjuang di Timor Leste seÂmentara Anda dan Horta berÂjuang di luar negeri?Kami tidak melarikan diri. Kami dikirim untuk berjuang dari luar negeri. Benar, Xanana berÂjuang di Timor Leste Dan saya adalah orang pertama yang mengÂhormati hal itu. Tapi, yang dibutuhkan oleh Timor Leste hari ini adalah bergerak ke depan, bukan lagi terjebak pada nostalÂgia masa lalu.
Mengenai hubungan Timor Leste dengan Indonesia dan neÂgara tetangga lainnya, bagiÂmana?Kami di antara dua raksasa (Indonesia dan Australia). Kami harus membangun hubungan yang baik dengan keduanya. Kami tidak bisa berpura-pura menÂjadi kekuatan besar di kawaÂsan ini. Masa lalu adalah masa lalu. Kami berbagi batas dan sumber daya alam dengan cara yang tepat dan pantas. Yang juga jelas, kami tidak bisa mengisolasi diri kami.
[RM]
BERITA TERKAIT: