Segelintir orang mengkritisi negara, yang dianggap melakuÂkan pembiaran terhadap peremÂpuan yang tertindas. Mulai dari kasus pelecehan, penganiayaan, pemerkosaan, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) serta tidak adanya hak yang semestinya bagi buruh dan tenaga kerja wanita (TKW).
Tentang hal itu, Menteri Negara Pemberdayaan PeremÂpuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menjamin, pemerintah tidak ada niatan sama sekali membiarkan perempuan Indonesia terus tertindas.
“Kami tidak pernah melakukan pembiaran,†ujar Linda kepada
Rakyat Merdeka di kantornya, kemarin.
Negara dianggap melakukan pembiaran merujuk pada keÂnaikan berlipat kasus kekerasan perempuan. Tanggapan Anda?
Apa pun alasannya, negara tidak membiarkan dan diam. Kita punya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan perangkat aturan lainnya sebagai payung hukum bagi perempuan dan laki-laki jika terjadi KDRT.
Komnas Perempuan melanÂsir ada 445 kasus kekerasan, naik delapan kali lipat sejak 2009. Benarkah begitu?Kasus kekerasan memang fenomena gunung es yang meÂnunÂtut kesadaran masyarakat untuk melapor. Data kami, dari 27 provinsi yang memberikan laporan pada tahun 2010 terdapat 14.037 kasus.
Bagaimana Anda melindungi perempuan di tengah marakÂnya kekerasan berbau agama? Prinsipnya, perempuan dan anak harus diprioritaskan dalam keadaan apa pun. Kementerian kami mendapat mandat melinÂdungi mereka melalui kebijakan-kebijakan afirmasi maupun yang mendorong secara teknis. Itu telah kami lakukan di daerah benÂcana, konflik atau perlindungan tenaga kerja perempuan.
Lantas, upaya apa untuk menÂÂdorong peran perempuan meÂnenangkan pasangannya yang terlibat dalam kelompok yang mengusung isu agama dan moral?Secara psikologis perempuan lebih tidak tertarik dengan penÂdekatan kekerasan dan anarkis. Makanya, perempuan strategis untuk meredam konflik. Namun, kesulitannya, perempuan belum punya keberanian terhadap suamiÂnya karena masih dominanÂnya budaya patriarki dalam maÂsyarakat.
Apakah Anda masih menoÂlak usul moratorium TKI?Kami tidak menolak, tapi moraÂtorium seÂbaiknya pilihan terakhir. Bagi saya, jika moratoÂrium diterapkan maka akan lebih banyak TKI ilegal.
Relevankah alasan sulit mengÂhentikan pengiriman TKI karena terÂbatasÂnya kesempaÂtan kerja di negeri sendiri?Faktanya, kesempatan kerja di dalam negeri memang terbatas. Tapi bukan berarti kita mengirim TKI tanpa aturan. Cara pandang masyarakat juga harus jelas karena masalah ini tanggung jawab bersama, termasuk pihak kami.
Lantas, apa yang sudah peÂmeÂrintah lakukan?Secara langsung peran kemenÂterian kami tidak terlihat karena tugas kami tidak pada penciptaan tenaga kerja. Tapi kami menÂdorong pemberdayaan ekonomi perempuan dalam menunjang ekonomi keluarga dan masyaÂrakat yang akhirnya menunjang ekonomi makro.
Pilih mana, melanggar HAM dengan melarang TKW atau membiarÂkan kasus kekerasan TKW teÂrus terjadi? Melarang TKW ke luar negeri belum tentu melanggar HAM jika itu membahayakan. Kami hanya ingin menciptakan suasana yang kondusif bagi TKW mulai dari perekrutan, pembekalan dan penempatan serta perlindungan.
Keterwakilan politik peremÂpuan selalu diikuti hancurnya institusi keluarga seperti perÂceÂraian. Komentar Anda?Jika terjadi seperti itu jelas saya tidak setuju. Tapi. saya yakin hal itu sangat sedikit terjadi di IndoÂnesia. Kita bisa lihat peremÂpuan yang terjun di dunia politik juga berhasil dalam kehidupan keÂluarga dan bermasyarakat.
Program kesetaraan gender dianggap kapitalis dan gagal memuliakan perempuan. ApaÂkah kementerian Anda masih mau meneruskan program ini? Di Indonesia konsep gender tidak sama dengan konsep femiÂnisme, karena ketertinggalan perempuan di Indonesia disebabÂkan salah satunya budaya paÂtriarki selain juga pemahaman agama yang bias gender. Inilah yang harus direkonstruksi karena menghambat kemajuan peremÂpuan.
Sejauh mana negara mencipÂtakan keadilan dalam kasus poliÂgami?Undag-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak membolehkan pria melaÂkukan poligami sehingga nikah siri banyak dilakukan pria yang berpoligami dan itu sah menurut agama. Namun, pihak yang selalu dirugikan adalah perempuan karena secara hokum akan teraÂbaikan misalnya dalam hak harta warisan.
Adakah upaya meng-upÂgrade para pembantu rumah tangga? Terkesan para PRT hiÂdup dan berjuang sendiri.Upaya itu telah diintensifkan oleh DPR dalam Prolegnas tenÂtang RUU Pekerja Rumah Tangga dan Kementerian PeremÂpuan mendukung upaya itu.
[RM]
BERITA TERKAIT: