“Para buruh menaruh harapan kepada saya. Di sini saya akan berjuang lebih maksimal,†kata Dita Indah Sari yang kini menjadi Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dita telah memperjuangkan kaum buruh sejak rezim Soeharto berkuasa. Usai memimpin aksi di Tandes, Surabaya, Juli 1996, ia ditangkap dan diadili.
Dalam sebuah pengadilan yang tidak adil, Dita dijatuhkan huÂkuman delapan tahun penjara dan organisasi yang dipimpinnya, Pusat Perjuangan Buruh IndoneÂsia (PPBI) dianggap sebagai organisasi terlarang.
Tahun 1997-1998, Dita diÂtahan di LP Wanita Malang dan LP Wanita Tangerang. Ia keÂmuÂdian dibebaskan setelah menÂdapat amnesti dari Presiden BJ Habibie.
Dita selanjutnya mengatakan, meski bergabung dalam biroÂkrasi, komitmennya terhadap perÂjuangan buruh tidak akan beruÂbah. Sebab, belasan tahun menÂjadi aktivis buruh telah memÂbentuk karakternya.
“Saya sudah 18 tahun menjadi aktivis buruh. Itu bukanlah waktu yang singkat. Karakter saya suÂdah ditempa dengan berbagai peristiwa,†tegasnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Apa yang mendorong Anda masuk birokrasi? Selama ini saya selalu di luar sistem, selalu oposisi. Namun, saya berpikir, bagaimana bisa berÂkontribusi efektif jika terus berada di luar. Selain itu, Cak Imin (Muhaimin Iskandar, MenaÂkertrans) juga orang yang terbuka pada ide baru dan ingin melakuÂkan terobosan. Jadi, saya bersedia masuk biroÂkrasi.
Bukannya kalau masuk biroÂkrasi menjadi terbelenggu?Nggak seperti itu. Waktu menÂjadi aktivis jalanan, ide-ide kami tidak terserap maksimal karena jalur birokrasinya sangat panjang. Namun, dengan adanya saya di dalam lingkungan tersebut, teman-teman dapat menghubungi saya, dan saya dapat berkomuniÂkasi langsung dengan menteri. Jika menteri menyetujui, saya tinggal mensosialisasikan kepuÂtuÂsan tersebut kepada seluruh staf dan jajaran di bawahnya, serta memastikan program tersebut tepat sasaran.
Aktivis lapangan dan bekerja dalam lingkungan birokrasi meÂrupakan suatu hal yang sangat berbeda, apakah Anda rasakan seperti itu?Dalam dunia aktivis itu huÂÂbungannya egaÂliter. Tidak ada perÂbedaan antara koordinator, diÂrektur, dan ketua. Jadi, kita bisa ekspresif dalam menyamÂpaiÂkan pikiran. Kalau di biroÂkrasi, huÂbungan kerjanya berjaÂlan hierarÂkis. Di sana kepangÂkatan dan senioritas menÂjadi saÂngat penÂting.
Namun, saya tidak memiliki masalah dengan perbedaan terÂsebut. Setelah tiga bulan bergaÂbung dengan Kemenakertrans, saya sudah mampu beradaptasi dan menyikapi perbedaan terÂsebut.
Banyak orang khawatir, Anda terseret dalam sistem, seÂhingga sosok pro buruh bisa menjadi pro penguasa?Apa yang saya alami selama menjadi aktivis, telah membenÂtuk karakter saya. Pondasi terÂsebut sudah sangat kokoh, seÂhingga saya tidak mudah terÂpengaruh. Saya tidak akan mengÂÂkhianati apa yang telah saya jalani. Saya ogah disetir penguaÂsa, tetap membela buruh dengan memperjuangkan nasibÂnya. Tapi kalau ada yang skeptis, ya lihat saja nanti. Saya akan buktikan.
Apakah masih sering berhuÂbungan dengan aktivis?Saya bersyukur dengan kegiaÂtan saya sekarang. Selain meÂmiliki banyak teman, jaringan saya pun bertambah. Meski jaÂrang melakukan pertemuan langÂsung, namun komunikasi kami melalui SMS, Facebook, atau e-mail terus berjalan.
Terkadang, mereka datang kepada saya dan meminta banÂtuan.
Misalnya, teman dari serikat buruh yang ingin mengadukan kasus, advokasi dan sebagainya.
Anda cukup nyaman ya?Betul. Sejauh ini, saya cukup menikmati pekerjaan ini. Saya senang, karena bisa berkontribusi ide dan tenaga di lingkaran pengambil keputusan. Meskipun perkerjaan saya lebih banyak, saya mengangap hal tersebut sebagai sebuah tantangan.
Bagaimana dengan jam kerja?Waktu berjuang sebagai aktiÂvis, saya memiliki jam kerja yang tidak teratur. Namun, mesÂki suÂdah terbiasa bekerja keras dan turun kejalanan, jam kerja saya saat ini membuat saya lebih capek.
Sebab, waktu kerjaÂnya leÂbih panjang. Saya masuk pagi dan biasanya pulang maÂlam. Kadang kalau Sabtu atau Minggu ke luar kota, karena ada peÂkerjaan.
Dari segi pemikiran dan peÂkerjaan, lebih melelahkan sekaÂrang ini karena mengurusi lebih banyak persoalan. Kalau menjadi aktivis buruh, saya hanya memÂperjuangkan masalah advokasi, perlindungan, kenaikan gaji, dan sebagainya.
Namun sebagai staf ahli menÂteri, ruang kerja saya tidak hanya sekadar persoalan buruh. Saya harus mengurusi masalah peÂngangguran, jaminan sosial, lapangan pekerjaan, dan sebagaiÂnya.
[RM]
BERITA TERKAIT: