Beberapa hari lalu, mereka sudah mendirikan Rumah PengaÂduan Kebohongan. Sampai saat ini sudah ada 50-an kebohongan pemerintah yang dilaporkan rakyat.
Menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, pengaduan itu sangat variaÂtif. Ada soal illegal logging, soal nelayan, soal petani sawit, BanÂtuan Langsung Tunai (BLT) yang tidak bisa dinikmati oleh masyaÂrakat tuna netra, dan lainnya.
Menanggapi hal itu, pendiri RuÂmah Pengaduan Kebohongan, Ahmad Syafii Maarif mengaÂtaÂkan, rumah pengaduan itu bisa menjadi gelombang dahsyat. SeÂbab, sangat direspon rakyat.
Tapi pemerintah, lanjut bekas Ketua Umum PP MuhammaÂdiÂyah itu, tidak perlu merasa khaÂwatir. Sebab, perjuangan mereka hanya bersifat moral, bukan berÂgerak di politik.
“Jangan dianggap kami ini meÂlakukan gerakan sabotase untuk menggulingkan pemerintah. Ini nggak ada hubungannya. Nggak ada agenda sampai ke situ. Ini perjuangan moral,’’ ujarnya keÂpada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya tokoh lintas agaÂma yang dimotori Syafii Maarif dan Salahuddin Wahid memÂbenÂtuk GIN, selanjutnya menÂdeklaÂrasi bersama tentang 18 keboÂhongan pemerintah.
Mereka menilai pemerintahan sekarang banyak melakukan keÂbohongan publik. Artinya, tidak sejalannya antara kata dan perÂbuatan, lebih banyak janji pemÂbangunan yang tak dipenuhi.
11 Tokoh Masyarakat dan Agama mendeklarasikan berdiriÂnya Gerakan Integritas Nasional (GIN). Mereka adalah Ahmad Syafii Maarif, Salahuddin Wahid (toÂkoh NU), Natan Setiabudi (beÂkas Ketua Persatuan Gereja IndoÂnesia), Bambang Ismawan, Putut Prabantoro, Kasturi Sukiadi, Parni Hadi, Wisjnubroto, Thresia Kristianty, Sudrajad, dan Teguh Santosa.
Mereka sudah berkonsolidasi sejak tiga bulan lalu untuk berÂkumpul dalam GIN. Mereka berÂkumpul dalam satu wadah diÂlatarÂbelakangi adanya masalah besar yang dihadapi bangsa IndoÂnesia saat ini, seperti rendahnya tingÂkat integritas nasional, teruÂtama di kalangan pejabat publik.
Berikut kutipan wawancana dengan Ahmad Syafii Maarif:Masa sih nggak ada hubuÂnganÂÂnya gerakan tokoh agama ini untuk memojokkan pemeÂrinÂtahan SBY-Boediono?Memang tidak ada upaya ke arah situ. Sebab, ini cuma demoÂkrasi saja, dan hak dari warga negara.
Apa rumah pengaduan ini juga berbau politik?Itu sih memang politik kebangÂsaan dan politik moral. Bukan poliÂtik praktis, karena kita tidak ingin jadi bupati atau camat. Jadi, ini bukan politik kekuasaan. Harus dibedakan itu.
Apa sih fungsi dari rumah peÂngaduan ini?Untuk menampung pendapat masyarakat yang mereka rasakan, mereka terima, dan mereka ketaÂhui tentang kebohongan itu. KeÂmudian disampaikan dan disuaraÂkan oleh kelompok ini.
Apakah Anda yakin aspirasi rakyat di rumah pengaduan akan diterima pemerintah?Ya harus yakin. Kami memÂbuka rumah pengaduan itu kan bermaksud untuk menerima lapoÂran masyarakat tentang kebohoÂngan pemerintah. Di situ nanti bisa kita lihat apakah kebohongan itu sudah menjadi kultur di negara ini. Maka kita lihat saja. Asal yang mengadu itu, benar-benar orang yang punya data dan fakta yang kuat, tentu kita pasti meÂnindakÂlanjutinya.
Bagaimana reaksi publik terÂhadap rumah pengaduan ini?Mendapat dukungan besar. Sebab, ini gelombangnya besar dan dahsyat sekali.
Apa maksud gelombang beÂsar itu?Ya, kita lihat saja reaksi pemeÂrinÂÂÂtah. Kan jelas sekali, pemerinÂtah tidak merespon kritikan dari maÂÂsyarakat. Kalau tidak ada seÂperÂti ini maka gelomÂbang tidak besar.
[RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.