Sukses ini ditandai dengan kemampuan Pos Indonesia meÂraup laba sebelum pajak sebesar Rp 98 miliar pada akhir 2009. Kemudian di akhir 2010, laba sebelum pajak yang dicatat peÂrusahaan berlogo burung merpati ini, meningkat hingga Rp 114 miliar.
Ini tentunya prestasi yang luar biasa, mengingat di tahun 2004-2008, Pos Indonesia terpuruk dalam kerugian hingga ratusan miliar rupiah. Keberhasilan ini patut mendapat acungan jempol, mengingat Pos Indonesia harus berjiÂbaku dengan miÂnimÂÂnya komÂpenÂsasi public service obligation (PSO) atau jasa pelaÂyanan publik, yang diberikan pemerintah. Lalu, bagaimana Pos Indonesia meÂnyiasati hal ini? Mari kita simak obrolan Rakyat Merdeka, dengan orang nomor satu di PT Pos Indonesia.
Sebagai BUMN yang meÂngemÂÂban misi bisnis dan sosial, tuÂgas PT Pos Indonesia tidak bisa dibilang ringan. Sebab, selain haÂrus mencetak profit, Pos IndoneÂsia juga dituntut memÂberiÂkan jasa pelayanan puÂblik berupa layanan pos univerÂsal. BagaiÂmana Pos Indonesia menjalani dua misi ini?
Memberikan jasa layanan pos universal yang sebenarnya meruÂpakan tugas pemerintah, memang bukan tugas yang ringan.
Pos Indonesia tetap harus menyampaikan sepucuk surat ke daerah transmigrasi/terpencil ataupun medan perang, misalnya. Selain itu, berkembangnya daeÂrah pemekaran menjadikan Pos Indonesia semakin berat. Sebab, kantor pos di wilayah terpencil umumnya selalu merugi. Dan yang tidak kalah penting, kami harus mampu menjangkau wilaÂyah terpencil di daerah perbataÂsan. Karena keberadaan kantor pos di sana, merupakan lambang bahwa wilayah tersebut masuk wilayah kedaulatan Indonesia. Semua itu, jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Apakah dalam hal ini peÂmeÂrintah sudah bersiÂkap fair?
Dalam hal ini, treatment (perlaÂkuan, red) yang diÂberikan pemeÂrinÂtah meÂmang belum fair. Sesuai amanat pemeÂrintah, Pos IndoneÂsia sudah menjaÂlankan tugas pelayanan publik seperti mencipÂtakan layanan pos universal yang mencakup keterÂsediaan infraÂstruktur, tarif layaÂnan standar, menjangkau semua tempat di luar negeri sebagai perwujudan kebeÂbasan transit dan wilayah pos tunggal, dan standar kinerja yang meÂmadai.
Namun, kompensasi yang kami terima masih belum memaÂdai. Tahun 2009, kami sudah mengucurkan dana Rp 256,26 miliar untuk jasa layanan publik. Tapi, kompensasi yang kami terima hanya Rp 175 miliar. Dengan kata lain, kami rugi Rp 81,42 miliar. Dan total keruÂgian yang dialami Pos Indonesia sebagai akibat penugasan pemÂberian jasa layanan publik pada 2003-2010, diperkirakan mencaÂpai Rp 342,88 miliar. KeÂrugian akibat kurang bayar itu tak kunjung dibayar. Ini kan namaÂnya Pos Indonesia yang menÂsubsidi negara.
Lalu, treatment yang fair itu seperti apa?
Begini, PSO itu kan bukan subsidi. Kalau subsidi, kita sudah tidak menerima. PSO itu kan biaya yang harus dikeluarÂkan negara, agar jasa pelayanan publik tetap terjamin dan terÂjangÂkau oleh sebagian besar maÂÂsyaÂrakat. Ini ada dasar huÂkumÂÂnya. Sesuai UU No.19 TaÂhun 2003, pemerintah dapat memberikan peÂnugasan khusus kepada BUMN untuk menyeÂlenggarakan fungsi kemanfaatan umum, deÂngan tetap memperÂhatikan makÂsud dan tujuan keÂgiatan BUMN. Apabila penugaÂsan tersebut menurut kajian secara finansial tidak visibel, peÂmerinÂtah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarÂkan oleh BUMN tersebut. TermaÂsuk, margin yang diharapkan. Kalau begitu kan, yang kurang bayar itu seharusnya dibayar, dan diÂtambah dengan margin. Jadi, kami berharap, pemerintah bisa lebih fair menyikapi hal ini.
Apa yang terjadi, kalau konÂdisi seperti ini terus dibiarkan?
Kalau begini terus, Pos IndoneÂsia bisa terdegradasi. Kami jadi sulit berinvestasi, kesejahteraan karyawan terhambat, dan effort untuk bekerja keras menjadi tidak ada. Ini kan bahaya. Apalagi, peran Pos Indonesia sangat straÂtegis bagi bangsa dan negara. Terutama sebagai perekat hubuÂngan antarmasyarakat, penggerak perekonomian masyarakat, alat komunikasi untuk keselarasan politik dan persatuan nasional, faktor dasar sosial, dan budaya, peÂrantara efektif hubungan dengan berbagai institusi, dan alat pertahanan/kedaulatan negara. Jadi, tolong, masalah ini betul-betul diperhatikan.
Kira-kira, langkah konkret apa yang harus diambil pemeÂrintah agar misi sosial Pos IndoÂnesia dapat berjalan dengÂan baik, dan tidak membeÂratÂkan kinerja keuangan?
Saya berharap, pemerintah bisa memperlakukan Pos Indonesia sebagai entitas bisnis. Antara lain, bersedia men-support kantor pos di daerah perbatasan dan pemÂbuaÂtan kode posnya, memberi perhatian yang selayaknya keÂpada pensiunan Pos Indonesia yang notabene merupakan penÂsiunan pegawai negeri, memperÂcayakan pengiriman surat-surat dinas yang bersifat rahasia, dan berperan aktif dalam program penyehatan Pos Indonesia. Yang tidak kalah penting, adalah pemÂberian dana kompensasi PSO secara wajar.
Itu tadi kan faktor dari peÂmeÂrintah. Ada hal-hal yang harus dibenahi pemerintah, terkait peÂningkatan kinerja Pos IndoÂneÂsia yang menjalanÂkan misi bisnis dan misi sosial. Kalau dari internal sendiri baÂgaiÂmana? Apa yang akan dilakuÂkan Pos IndoÂnesia untuk memÂberikan layaÂnan yang terbaik?
Saya selalu berusaha meyakinÂkan seluruh pegawai bahwa sebagai BUMN berbentuk PT, meningkatkan kesejahteraan hanya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan. Jangan lagi menunggu pelanggan datang. Kita harus proaktif jemput bola untuk merebut pasar. Dan untuk me-maintenance karyawan berkinerja baik, saya sudah menganggarkan dana dari laba perusahaan.
Kalau resolusi di tahun 2011 bagaimana?
Untuk tahun 2011, Pos IndoneÂsia menargetkan pertumbuhan laba sebesar Rp 119 miliar. Saya optimis semua lini usaha perusaÂhaan akan menunjukkan peningÂkatan kinerja yang signifikan, baik pada layanan surat, logistik, ataupun jasa keuangan.
Saya preÂdiksi, jasa pengiriman uang (remitansi) akan mengalami lonjakan yang cukup tajam. Saya berani bilang begini, karena faktaÂnya pengiriman uang melaÂlui Pos Indonesia naik signifikan dari Rp 43,7 triliun pada 2009 menjadi Rp 53 triliun pada 2010. Dari remitansi pada 2010, kami membukukan pendapatan sebesar Rp 235 miliar.
Di sisi lain, Pos Indonesia juga akan menggenjot lini usaha logisÂtik, yang hingga saat ini masih berkontribusi minim. Setelah membuka pelayanan di bandara di Jakarta, kami juga akan melaÂkukan hal serupa di Medan, SuraÂbaya, dan Makassar.
Untuk jasa pengiriman surat bagaimana? Apakah Pos IndoÂnesia memiliki strategi khusus untuk menyiasati gempuran pesaing di era liberalisasi pos?
Tren di dunia, surat individual memang mengalami penurunan karena teknologi komunikasi. Tapi, surat korporat terus menunÂjukan tren naik. Kondisi ini harus bisa kita tangkap sebagai peluang bisnis. Kami akan mendorong layanan admail, yang diyakini mampu memberikan keuntungan bagi pelanggan Pos Indonesia. Selain sebagai jawaban atas tantangan bisnis yang dihadapi, kehadiran unit bisnis ini juga dimaksudkan untuk memberikan solusi terintegrasi bagi para peÂlanggan korporat.
Perusahaan yang mengguÂnakan layanan ini cukup menyeÂdiakan softcopy dokumen mauÂpaun surat. Pekerjaan selanÂjutÂnya, mulai dari pencetakan hingga distribusi, akan dilakukan oleh Pos Indonesia.
Apakah Pos Indonesia juga memiliki kemungkinan untuk memisahkan unit bisnis terÂtentu menjadi anak peruÂsaÂhaan?
Sangat mungkin. Terutama untuk jasa logistik, yang meÂmiliki potensi pasar cukup besar. 13 persen dari Produk Domestik Brutto merupakan kebutuhan logistik.
Saat ini, strategic business unit (SBU) Pos Logistik memiliki modal yang cukup untuk menjadi perusahaan tersendiri, karena menjadi operator gudang lini satu di BanÂdara Soekarno-Hatta sejak Agustus 2010. Selain itu, SBU Pos Logistik PT Pos Indonesia juga mengantongi izin jasa kepaÂbeanan yang memungkinkan melakukan aktivitas ekspor dan impor. Bahkan, kami pun sudah mengoperaÂsikan satu pesawat Boeing 737 seri 300 untuk pelaÂyanan JayaÂpura-Wamena.
Untuk mencapai target terÂsebut, Pos Indonesia pastinya memerlukan strategi agar tiÂdak kalah dalam bersaing. Strategi khusus apa saja yang sudah Anda siapkan?
Ada tiga strategi yang sudah disiapkan. Pertama, Pos IndoneÂsia memodernisasi bangunan dan pelayanannya, baik di kantor pusat maupun di cabang. Selain itu, Pos Indonesia juga akan meÂnambah titik-titik pelayanan sampai ke pelosok daerah. Saat ini, Pos Indonesia memiliki 3.700 cabang dengan 24.000 titik layanan. Kedua, membangkitkan kembali brand image Pos IndoÂnesia. Ketiga, memberikan pelaÂyaÂnan berbasis teknologi dan informasi (TI). Untuk merealisaÂsikan teknologi layanan berbasis TI, kami telah menyiapkan dana Rp 500 miliar.
Tercapainya target tersebut akan sangat tergantung respon pasar, kesiapan produk, dan sumber daya manusia yang kita punya.
Anda yakin, Pos Indonesia bisa menjadi perusahaan terÂbaik dalam jasa layanan pos di Indonesia?
Saya yakin seyakin-yakinnya. Rapor biru yang dicatat Pos IndoÂÂneÂsia dalam dua tahun terÂakhir, adalah bukti nyata keÂpercayaan karyawan dan masyaÂrakat. Selain itu, kami juga puÂnya keunggulan. Jaringan kami paling lengkap di seluruh nusanÂtara, menjangkau hingga pelosok desa dengan 3.700 caÂbang di 25.000 titik layaÂnan. Kalau itu kami optimalkan dengan baik, pandai mencari peluang, dan mendapat perlaÂkuan dari pemeÂrintah secara fair, kami yakin Pos Indonesia mampu menjadi peruÂsahaan pos terbaik. [RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.