WAWANCARA

Humprey Djemat: Jaksa Agung Masih Mempelajari Deponeering Kasus Bibit-Chandra

Selasa, 21 Desember 2010, 06:39 WIB
Humprey Djemat: Jaksa Agung Masih Mempelajari Deponeering Kasus Bibit-Chandra
RMOL. Basrief Arief sudah 25 hari menjadi Jaksa Agung, tapi hingga kini belum mengeluarkan surat resmi deponeering kasus Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah.  

Padahal, saat Darmono men­jabat Plt Jaksa Agung, 29 Oktober 2010, telah mengeluarkan depo­neering terhadap kasus tersebut. Surat resminya belum dikeluar­kan gara-gara waktu itu me­nunggu tanggapan pimpinan lembaga-lembaga negara.

Banyak kalangan memperta­nyakan, kenapa Basrief Arief me­nunda-nunda surat resmi depo­nering tersebut. Sebab, secara institusi deponeering itu sudah diputuskan.

“Nggak perlu didesak-desak, ntar juga mengeluarkan surat resmi deponeering kasus Bibit-Chandra,’’ ujar bekas Panglima TNI Endriartono Sutarto.

Barangkali karena nggak di­de­sak-desak itu, Jaksa Agung hingga kini masih mempelajari deponee­ring kasus Bibit-Chandra itu.

“Pak Basrief bilang deponee­ring kasus tersebut masih dipela­jari. Itu salah satu poin yang jadi diskusi tadi,’’ ucap Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI)  Humprey Djemat, kepada Rakyat Merdeka, seusai bertemu Jaksa Agung, di gedung Keja­gung, Jakarta, kemarin.     

Berikut kutipan selengkapnya:

 
Apa itu saja komentar Jaksa Agung soal deponeering itu?
Intinya Pak Jaksa Agung me­nyatakan keseriusannya untuk mempelajarinya. Bahkan tadi, beliau menunjuk sejumlah doku­men-dokumen di mejanya terkait kasus Bibit-Chandra.

Beliau  ingin tahu, apa masalah yang sebenarnya. Setelah itu nanti diambil keputusan terkait kasus tersebut.

Apa ada target?
Tidak ada pembicaraan tegas  seperti itu, tapi tidak akan dibiar­kan kasus ini terkatung-katung karena ini menjadi perhatian ma­syarakat.

Apa lagi yang dibicarakan?
Yang mendapat tanggapan serius dari Jaksa Agung. Per­ta­ma, mengenai soal mafia hukum. Dalam hal ini, saya menge­mu­kakan bahwa sebaiknya dilaku­kan kerja sama dalam mengha­dapi masalah mafia hukum ini.

Apa tanggapannya?
Jaksa Agung ternyata me­nangga­pinya dengan sangat baik dan tegas. Tadi, beliau mengu­sulkan kata-kata yang nggak mungkin bisa kita lupakan, yakni mafia hukum harus dihabisi dan dilibas. Karena ini jelas merusak kita sebagai  penegak hukum.

Sebab, advokat maupun kejak­saan itu sama, tujuannya adalah sama-sama melakukan penega­kan hukum yang didambakan oleh masyarakat dan kita semua­nya. Kedua, mengenai kerja sama dalam penanganan perlindungan TKI. Sebab, TKI sudah menjadi masalah nasional dan ke depan pasti akan timbul lagi. Dan ini merupakan konsen keprihatinan semua pihak.

Ketiga, kita sering berbenturan pada saat melakukan tugas pro­fesi  sebagai jasa hukumnya. Yakni, berbenturan dengan pihak jaksa di lapangan. Kalau terjadi seperti ini, bagaimana cara me­nga­tasinya. Tadi, saya mengusul­kan untuk dibuat MoU antara pihak AAI dengan Jaksa Agung.

Maksudnya untuk apa?
Supaya kalau ada berbenturan dalam melakukan profesi hukum itu bisa dilihat, apakah ini terma­suk benturan, karena pelanggaran kode etik atau benturan karena memang ada pelanggaran tindak pidananya. Ada beberapa kasus yang dihadapi yang dianggap melanggar tindak pidana.

Con­toh­nya, menyembunyikan do­kumen-dokumen untuk kepen­tingan kliennya. Dalam hal ini, Jaksa Agung sependapat akan dipilah. Mana yang melanggar tindak pidana akan diproses tin­dak pidananya sesuai dengan hukum yang ada. Sedangkan, kalau pelanggaran kode etik tentu akan diminta administrasi tinda­kan penertiban advokasi itu sendiri. Intinya tiga hal itu akan dilanjutilah.

Apa Jaksa Agung berbicara soal  kinerjanya selama 25 hari ini?
Beliau hanya berbicara bahwa tidak pernah bermimpi jadi Jaksa Agung  karena sudah pensiun. Tapi atas kehendak Tuhan, beliau jadi Jaksa Agung.

Jadi, katanya bukan mencari-cari jabatan, sehingga jabatan itu akan dipergunakan untuk kebai­kan institusi kejaksaan dan pe­negakan hukum.

Apa saja yang menjadi per­ha­tiannya?
Masalah pengawasan terhadap jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti rekayasa hukum. Dan juga ter­masuk kategori yang berat yaitu melakukan praktek mafia hukum. Selain itu, beliau punya atensi masalah SDM.

Tadi saya kemukakan, bahwa kita menginginkan sekali pena­nga­nan advokasi ini. Supaya re­kruitmen kejaksaan tidak berda­sarkan KKN.  Beliau sangat setuju itu.

Bagaimana tanggapannya soal jaksa yang nakal?
Beliau bilang kalau ada jaksa yang tidak benar, lapor­kan saja ke Jaksa Agung. Tapi tentu melapor­kannya dengan bukti-bukti yang kuat.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA