WAWANCARA

Chairuman Harahap: Kami Tidak Merasa Dihadapkan dengan Masyarakat Yogyakarta

Minggu, 19 Desember 2010, 06:55 WIB
Chairuman Harahap: Kami Tidak Merasa Dihadapkan dengan Masyarakat Yogyakarta
RMOL. DPR memprioritaskan penggodokan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) yang diusulkan pemerintah, Kamis (16/12) lalu.

Ketua Komisi II DPR, Chairu­man Harahap mengatakan, pihak­nya yang diserahi mandat meng­godok RUU itu tentu akan be­kerja keras dengan memper­hati­kan semua aspek.

“Tentunya akan ada pem­bi­ca­raan serius dan konsepsi-kon­sepsi bagaimana yang akan kita wujudkan. Tentu konsepsi itu dari hasil pembicaraan dari berbagai fraksi di DPR,” kata Ketua Ko­misi II DPR, Chairuman Hara­hap, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Jumat (17/12).

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa Komisi II DPR sudah siap menggodok RUUK DIY?
Kita siap dong. Nanti bagai­mana teknisnya akan kita diskusi­kan bersama dengan para anggo­ta. Tapi kita akan lihat dulu bagai­mana teks yang diusulkan itu, dan tentunya akan ada pembicaraan serius dan konsepsi-konsepsi ba­gaimana yang akan kita wujud­kan. Tentu konsepsi itu dari hasil pembicaraan dari berbagai fraksi di DPR.

RUU ini menjadi kontro­versi, apa Anda nggak kha­watir?
Saya kira RUUK DIY ini menjadi kontroversi kalau kita hanya melihatnya dari sudut sempit saja yakni hanya masalah penetapan atau pemilihan, pada­hal bukan hanya itu hakekatnya. Kita di DPR pasti akan melihat secara keseluruhan, hal-hal apa saja yang istimewa itu dan bagai­mana penerapannya dengan sis­tem dan konsepsi NKRI yang harus kita lihat bersama untuk mewujudkan negara demokratis. Saya kira ini menjadi dasar untuk kita bicarakan. Tentu berbagai kon­troversi bisa saja datang, tetapi kita pasti akan mencari bentuk yang pas untuk keistime­waan Yogyakarta.

Apa  Komisi II setuju dengan konsep pemerintah itu?
Jangan sampai ke situ dulu. Kita kan perlu mendiskusikannya di forum DPR. Jadi, biarlah di sana dibicarakan. Jadi, belum bisa dikatakan apakah konsep itu diterima atau ditolak.

Apa DPR bisa memastikan akan menampung aspirasi ma­syarakat Yogya dan kepenti­ngan nasional?
Ya sudah pastilah. Ini kan kepentingannya untuk bangsa kita, ada aturan yang harus kita tegakkan. Tentu kita memikirkan yang terbaik untuk bangsa kita yang tentunya melihat sejarah, konstitusi dan filosofi yang ada dalam pernyataan kemerdekaan kita. Jadi, disinilah kita menyim­pulkan sikap kenegarawanan kita bagaimana agar sistem negara kita terbangun dengan baik untuk kemajuan negara kita. Dari rak­yat, oleh rakyat, dan untuk rakyat itu harus relevan dan kita terje­mahkan dalam sistem kita. Ini yang kita rintis di DPR.

Apa DPR akan memanggil Sri Sultan untuk dimintai penda­pat­nya soal RUUK ini?
Bisa saja, tapi bukan hanya Sri Sultan saja. Banyak pihak nanti yang akan kita dengarkan pen­dapatnya, termasuk para pakar negara untuk menjadi masukan pembicaraan bagi Komisi II DPR. Semua elemen akan kita dengarkan.

Bagaimana dengan usulan DPRD DIY yang meminta pe­ne­tapan terhadap Gubernur DIY?
Itu akan jadi bagian dari per­tim­bangan kita, kan itu pendapat mereka. Tapi yang lebih baiknya kan untuk republik ini. Inilah nanti kita bahas bersama-sama antara pemerintah dan DPR.

Apa DPR ti­dak me­rasa di­hadapkan de­ngan ma­sya­­­rakat Yogya?
Tidak. Kami tidak merasa se­perti itu. Itu kan aspirasi dari DPRD Yogya, semua aspirasi kan kita dengar. Makanya harus ada pengaturan apa saja yang menjadi kewenangan yang dimiliki peme­rintah daerah yang sejajar dengan DPRD dalam membuat perda. Negara kita kan disusun berda­sarkan daerah-daerah, propinsi, kabupaten/kota yang memiliki pemerintahan. Jadi masing-ma­sing ada kewenangannya masing-masing wilayah itu. Di situ ke­sepakatan kita tentang republik kita. Jangan pula bilang saya ingin mengatur hubungan saya dengan pusat, tidak bisa dong. Jadi, kita harus tahu bagaimana kewenangan masing-masing di tingkatan pemerintahan supaya clear.

O ya, menurut pendapat Anda, apakah pas ada guber­nur utama yang ditetapkan, dan gu­bernur yang dipilih?
Ini kan suatu pemikiran yang perlu kita cermati bersama. Mak­sud­nya ini kan memisahkan sim­bol-simbol dengan sistem pemili­han secara demokratis. Kalau memang begitu substansi­nya, itu merupakan hal yang ha­rus kita pikirkan bersama.

Bukankah akan ada dualis­me kepemimpinan?
Kalau jelas kewenangannya, tidak ada dualisme kewenangan. Bahwa ada pengaruh itu bisa saja terjadi.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA