WAWANCARA

Yoeke Indra Samawi: Kami Mau Ketemu Presiden, Mendagri, & Pimpinan DPR

Sabtu, 18 Desember 2010, 00:23 WIB
Yoeke Indra Samawi: Kami Mau Ketemu Presiden, Mendagri, & Pimpinan DPR
RMOL. Setelah bertemu pimpinan DPD, kemarin, pimpinan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mau bertemu Presiden SBY, Mendagri Gamawan Fauzi, pimpinan DPR. Tujuannya, untuk menyampaikan hasil rapat paripurna DPRD DIY.

“Pemerintah pusat tetap ngotot ya dengan pendiriannya mengenai Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY, makanya kami mau bertemu Pak SBY, Mendagri, dan pimpi­nan DPR,’’ ujar Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Samawi, di Jakarta, kemarin.

“Putusan kami sudah jelas, yakni penetapan terhadap guber­nur dan wakil gubernur DIY, bu­kan melalui pemilihan,’’ tam­bahnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Pemerintah pusat tetap pada pendiriannya, apa komentar Anda?
Harapan kami agar dirubah RUUK DIY terkait gubernur dan wakil gubernur seperti putusan DPRD itu. Yaitu menetapkan Sri Sultan Hamengku Buwono dan  Paku Alam yang sedang bertahta menjadi Guber­nur dan Wakil Gu­bernur DIY.

Tapi nyatanya kan tidak di­ubah?
Ya, berarti kami menempuh jalur lain, yakni meminta DPR untuk memahami apa yang menjadi suara rakyat Yogyakarta.

Apa dikirim surat juga?
Secara administrasi, kami su­dah kirim surat ke Presiden, Mendagri, pimpinan DPR dan Ketua Komisi II. Tapi kami ber­harap bisa bertemu sebelum tahun 2010 berakhir. Saat ini, DPRD DIY sudah ber­koordinasi dengan Sekretariat Jenderal DPR.

Untuk bertemu Presiden, Mendagri, dan pimpinan DPR, kami berencana mengirimkan delegasi. Soal kapannya saya be­lum tahu. Nanti kita koordi­nasi­kan terlebih dulu, kan perlu dili­hat jadwal DPR.  

Bagaimana ka­lau DPR juga menolak?
Saya belum bisa berandai-andai. Yang jelas, ini suara  ma­syarakat Yogya yang harus kami perjuangkan, yakni seperti di­putuskan pada 13 Desember lalu dapat menjadi dasar peng­am­bilan keputusan bagi DPR yang akan melakukan pembaha­san RUUK DIY.

O ya, apakah pe­netapannya untuk selamanya?
Disitu ditulisnya yang sedang ber­tahta. Artinya, bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono men­jadi gubernur dan Sri Paku Alam menjadi wakil gubernur. Berarti jabatannya untuk sela­manya.

Perlu di­pa­ha­mi, keputusan DPRD DIY di­ambil dalam rapat paripurna. Sedangkan rapat pari­purna sebagai mekanisme ter­tinggi di DPRD DIY ketika mengambil keputusan.

Dalam salah satu skenario atau tahapan dalam rapat, saya sudah menanyakan kepada para anggota dewan. “Apakah bisa menyepa­kati”. Di situ proses penentuan­nya. Ketika ada yang menyam­pai­kan tidak setuju, maka saya akan menskors rapat untuk men­cari kata mufakat. Tapi kalau tidak ada kata mufakat kemudian akan dilakukan voting.

Tapi tadi ketika saya menya­takan itu, semua fraksi menga­takan setuju. Dan tidak ada satu­pun fraksi yang tidak setuju. Berarti, itu sudah menjadi kepu­tusan yang mengikat.

Bagaimana reaksi masya­rakat Yogya ketika mendengar hasil ra­pat tersebut?
Setelah rapat paripurna selesai, kami didaulat untuk orasi. Jadi, sambutannya baik.

Harapan Anda?
Kita akan menyampaikan bahwa keputusan ini  berdasarkan dari aspirasi masyarakat melalui wakil-wakilnya yang ada di DPRD DIY. Jadi, seharusnya men­dengarkan aspirasi dari masyarakat DIY.

Apakah putusan DPRD ini karena masyarakat Yogya demo?
Ini aspirasi  masyarakat Yogya. Jadi, wajib kami perjuangkan.

Kami ini kan wakil masyara­kat. Jadi, sangat tidak etis kalau kami tidak memperjuangkan aspirasi mereka.

O ya, bagaimana pendapat Anda tentang mundurnya Pra­bukusumo dari Partai Demo­krat?
Itu hak dan keputusan beliau. Jadi, saya tidak mau mengomen­tarinya.Tapi sebagai sesama insan politik maka setiap kebijakan dan keputusan kita hargailah. Dan kita juga memberi penghargaan.

Bagaimana pendapat Anda dengan keistimewaan Yogya?
Keistimewaan DIY berada pada jabatan gubernur dan pim­pinan daerahnya. Jadi, dulu Raja Yogya dengan segala pengor­banannya menyerahkan tahta untuk NKRI. Kemudian Bung Karno memberi keputusannya kepada DIY dan raja menjadi ke­pala daerahnya yang ber­tanggung jawab kepada Presiden secara langsung. Itu pendapat pribadi saya lho.

Lantas bagaimana dengan wa­cana bahwa Sultan jadi gu­bernur utama yang ditetap­kan tapi ada gubernur yang dipilih?
Saya sangat tidak setuju.

Alasannya?
Itu yang saya sampaikan tadi, kalau ada gubernur utama, dan ada gubernur lain yang melaksa­nakan pemerintahan, ini berarti kepala dearahnya bukan Sultan. Jadi, ini tidak sesuai dengan kon­sep masyarakat Yogya.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA