Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Trio Pendekar Hukum Pilihan Presiden

Oleh: Adhie M Massardi

Rabu, 01 Desember 2010, 00:00 WIB
PRESIDEN Yudhoyono yang dikenal sangat lamban dalam mengambil keputusan, ternyata dalam tempo dua bulan sanggup memberi kita tiga pendekar hukum. Masing-masing Jenderal Polisi Timur Pradopo sebagai Kapolri, Basrief Arief yang jadi Jaksa Agung, dan terakhir Busyro Muqoddas, mengisi kursi pimpinan KPK yang ditinggalkan Antasari Azhar dengan terpaksa, karena dianggap terlibat kasus kriminal yang aneh.

Timur, Basrief dan Busyro dikenal publik sebagai orang-orang yang baik. Hampir semua orang bisa cepat akrab dengan mereka. Ketiganya memiliki temperamen yang kalem. Sabar. Kecuali mungkin Timur.

Saat masih jadi Kapolres Jakarta Barat dan Pusat, ia dikenal lumayan sangar, terutama kalau menghadapi aktivis penentang rezim Soeharto. Tapi setelah pangkatnya makin tinggi dan usianya bertambah, Timur menjadi tampak lebih dewasa.

Tapi orang baik yang dianggap baik oleh semua orang, bukan modal yang baik untuk menjadi pemimpin lembaga hukum. Sebab pendekar hukum yang baik adalah yang dianggap baik hanya oleh orang baik. Kalau dianggap baik juga oleh para pengemplang pajak, apalagi dikirimi bunga oleh para tersangka koruptor, dan disalami para pejabat yang hobi menyalahgunakan jabatan, maka bisa dipastikan “pendekar kita” ini dalam tempo singkat akan menjadi pecundang yang malang.

Kita tahu, sejak skandal rekayasa bailout Bank Century ditenggelamkan dalam arus politik kekuasaan, dan kejahatan demokrasi di KPU (kasus IT dan DPT) dihempaskan dalam pusaran ketidakpastian, bermunculan kejahatan demi kejahatan yang merugikan keuangan negara, yang membuat bangsa ini makin tenggelam dalam persoalan yang makin menjijikan. Menjijikan karena kita tahu siapa saja pelakunya, bagaimana modus operandinya.

Kehadiran “tiga pendekar hukum pilihan presiden” yang tipikalnya setali tiga uang ini, yang kalem dan baik (kepada semua orang) ini, memang memaksa kita untuk menelan ludah. Bagaimana mungkin orang-orang seperti ini bisa menghadapi kejahatan terorganisasi (mafia) dan melibatkan semua lini?

Sulit membayangkan orang baik seperti Timur Pradopo, Basrief Arief dan Busyro Muqoddas mampu menghentikan kejahatan (korupsi) yang dilakukan oleh orang-orang yang masih memegang kekuasaan. Karena itu sangat berani dan terstruktur. Juga melibatkan aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman, seperti kasus Gayus itu.

Makanya, sebelum membongkar megakorupsi Bank Century, IT KPU dan manipulasi penjualan saham di BUMN, dan sumber daya alam di banyak tempat, yang makin menggila dan terang-terangan, ketiga pendekar hukum baru ini harus membersihkan lebih dulu instansinya masing-masing.

Timur Pradopo harus mencari tahu siapa dalang yang meloloskan Gayus sampai bisa piknik ke Bali. Kapolri juga belum berbuat apa-apa dalam kasus rekening gendut petinggi Polri.

Jaksa Agung Basrief Arief lebih repot lagi. Sebab publik percaya banyak jaksa yang berpraktek seperti Cirus Sinaga. Mengerdilkan kasus besar, dan membesarkan kasus kecil. Atau membuat yang bukan kasus menjadi kasus, seperti dialami Yusril Ihza Mahendra. Di balik semua itu, tentu ada udangnya.

Lalu Busyro Muqoddas? Tentu harus meninjau mekanisme pemilihan kasus oleh bagian penindakan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpinannya. Busyro harus bisa menjawab pertanyaan publik tentang kriteria apa yang digunakan KPK dalam memburu koruptor.

Tapi hal terpenting yang harus dilakukan Busyro adalah: membongkar siapa dalang “kriminalisasi Bibit dan Chandra” tempo hari.

Kalau dalangnya sudah ketemu, baru kita akan tahu kira-kira siapa yang menutup mata KPK sehingga sehingga tak mampu melihat niat jahat di balik rekayasa bailout Bank Century. [**]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA