Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mahasiswa Menyikapi Pemerintahan

Rabu, 13 Oktober 2010, 00:00 WIB
Mahasiswa Menyikapi Pemerintahan
ADA kejadian menarik di gedung PBNU Ahad (10/10) kemarin. Sejumlah aktivis mahasiswa dan pergerakan pro-demokrasi bermufakat di lantai 8 markas bersar kaum sarungan itu. Beberapa di antaranya adalah pentolan organisasi mahasis.

Ada Ton Abdillah, Ketum IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), SA Gusma, Ketum PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), Sekjen GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Cokro, Ketum LMND (Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi) Lalu Hilman, dan sejumlah aktivis mahasiswa generasi 98, seperti Ahmad Kasino.

Mereka berkumpul di jalan Kramat Raya untuk menyikapi kondisi dan problematika bangsanya, dan bagaimana cara pemerintahan Yudhoyono-Boediyono menghadapi semua itu. Kesimpulan mereka, pemerintahan ini “pemerintahan gaib”. Maksudnya, ada tapi juga tiada. Kita seperti negara tanpa kepemimpinan nasional.

“Kalau rakyat punya masalah, pemerintah seperti lenyap ditelan bumi. Tabung-tabung gas meledak di mana-mana, puluhan rakyat terpanggang sia-sia. Pemerintah cuek. Para pedagang jatuh bangun menghadapi serbuan produk-produk impor (buatan Cina) yang sangat murah. Pemerintah hanya nonton dari ruang ber-AC…,” tutur Kasino.

“Kita baru merasa punya pemerintahan ketika ada ancaman pembunuhan kepada presiden, atau presiden merasa dilecehkan karena mau ditangkap di luar negeri. Jadi kita baru merasa punya pemimpin justru ketika sang pemimpin terancam, dan mengeluh kepada rakyatnya,” tambah Ton Abdillah.

Kita memang seperti hidup di negeri yang aneh. Rakyat harus berjuang sendiri. Menghadapi bencana demi bencana, sementara kesulitan hidup yang makin menjepit. Lapangan kerja jauh ketinggalan dengan gelombang tenaga kerja yang terus melonjak. Keamanan dan stabilitas politik, hal yang semula menjadi andalan rezim Yudhoyono, kini diserang virus mematikan.

Orang bisa baku bunuh di depan pengadilan. Bahkan kejadian tawuran massal yang melibatkan ratusan bahkan ribuan orang, bisa berlangsung di depan mata para pembesar negara. Karena disiarkan langsung oleh berbagai stasiun TV. Itulah peristiwa Tanjung Priok yang menghanguskan puluhan mobil dan ratusan orang luka-luka, dan beberapa tewas mengenaskan.

Jadi salahkah bila para aktivis itu, para mahasiswa yang beruntung bisa mengenyam pendidikan lebih dibandingkan dengan mayoritas rakyat Indonesia, mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintahan saat ini? Salahkah bila mereka menganggap pemerintahan Pak Yudhoyono dan Pak Boediono gagal memberi harapan kepada rakyat?

Pastinya tidak ada yang salah dalam penilaian mereka. Apalagi dua hari sebelum mereka berkumpul di gedung PBNU, sejumlah tokoh nasional sekaliber Jusuf Kalla, Taufik Kiemas, Dien Syamsuddin, DR Rizal Ramli, juga sejarwan Taufik Abdullah, mengungkapkan kegelisahan yang sama, di aula kantor PP Muhammadiyah, di kawasan Menteng Raya, Jakarta Pusat.

Tanggal 20 Oktober nanti, pemerintahan Yudhoyono genap memasuki usia enam tahun. Kita tidak melihat ada gerak maju di sektor mana pun. Bahkan harkat dan martabat bangsa mulai dilukai bangsa asing. Dilecehkan Malaysia, dihina-hina di Belanda.

Sebagai kaum muda pemilik masa depan, para aktivis mahasiswa itu berhak menentukan sikapnya. Dan mereka sudah bersikap: “Pemerintahan Yudhoyono telah gagal…!!”

Kita tunggu apa kata para penyelenggara negara yang memiliki kewenangan menentukan masa depan bangsa dan negaranya secara politik. [**]

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA