Tiga Baru, Empat Penunggang Kuda, One China Inc.

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yusra-abdi-5'>YUSRA ABDI*</a>
OLEH: YUSRA ABDI*
  • Jumat, 07 November 2025, 19:07 WIB
Tiga Baru, Empat Penunggang Kuda, One China Inc.
Bendera China
KETIKA Scott Galloway, konsultan dan pengajar pada Stern School of Business, New York University (NYC) memperkenalkan gagasan tentang The Four Horsemen -Amazon, Apple, Facebook, dan Google- ia sebenarnya sedang menulis tentang bentuk baru kekuasaan dalam sejarah modern: korporasi yang menguasai konsumsi, cinta, ego, dan iman manusia. Amazon menjawab naluri membeli, Apple membungkus estetika dan status, Facebook mengeksploitasi kebutuhan sosial, dan Google menyalurkan pencarian makna. Bersama-sama mereka membentuk infrastruktur psikologis dan ekonomi abad ke-21.

Dibalik narasi inovasi dan kebajikan teknologi, Galloway memperingatkan tentang bahaya monopoli kekuasaan ekonomi yang terkonsentrasi, melemahkan persaingan, dan menggerus otonomi manusia. Apa yang terjadi di Barat melalui algoritma dan iklan kini menemukan cerminan baru di seberang Amerika pada One China Inc., sebuah mesin ekonomi-politik yang dikendalikan oleh negara.

Dalam One China Inc., batas antara negara, perbankan, dan korporasi sangatlah tipis. Pemerintah tidak hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga investor, pemegang saham, sekaligus perencana jangka panjang. Kapitalisme di Cina adalah kapitalisme yang diarahkan negara -sebuah orkestra industri yang mengikuti partitur kebijakan nasional (baca: Partai Komunis). Negara memilih sektor strategis, menyalurkan subsidi dan kredit murah, serta memastikan koordinasi antara perusahaan besar dan tujuan geopolitik. Hasilnya adalah mesin pertumbuhan yang terukur, disiplin, dan berorientasi strategis.

Apa yang disebut sebagai sektor energi bersih (clean industry) adalah contoh paling nyata dari keberhasilan sistem yang digerakkan negara ini. Dalam dua dekade Cina membangun keunggulan di hampir seluruh rantai pasok clean-tech global, dari panel surya dan baterai lithium-ion hingga kendaraan listrik dan mineral kritis,  pilar yang dianggap  menopang transisi energi dunia.

Transformasi industri Cina ini dikenal dengan sebutan “Tiga Baru” (San Xin) yakni kendaraan listrik, baterai lithium-ion, dan panel surya, menggantikan “Tiga Lama” (Lao San Yàng) yakni furnitur, peralatan rumah tangga dan pakaian sebagai motor dagang utama. Pada 2023, ekspor mobil listrik 86 milyar AS, baterai lithium-ion 85,5 milyar AS dan panel surya sebesar 38,8 milyar AS.

Apa yang dulu menjadi simbol made in China berbiaya murah kini berubah menjadi powered by China -teknologi hijau yang menggerakkan dunia.

Di balik “Tiga Baru” berdiri empat korporasi raksasa yang menjadi manifestasi “One China Inc.” yakni BYD, CATL, Tongwei Group, dan Wingtech.

BYD adalah simbol Cina pada kendaraan listrik yang kini menguasai sekitar sepertiga pasar kendaraan listrik domestik dan berekspansi cepat ke luar negeri. Dari Brasil hingga Hungaria dan Indonesia, pabrik-pabrik baru BYD terus bermunculan, sementara armada kapal raksasa disiapkan untuk mengirim mobil ke seluruh dunia. Teknologi semi-solid-state battery dan proses gigacasting 9.000 ton, mesin cetak bertekanan tinggi yang meningkatkan efisiensi memperlihatkan ambisi BYD untuk menantang produsen kendaraan bermotor dunia dan juga dalam inovasi.

Memimpin revolusi penyimpanan energi dunia tampil CATL, raksasa baterai global, menegaskan posisi serupa. Setelah membangun fasilitas produksi di Jerman dan menjalin kemitraan dengan Stellantis di Spanyol, perusahaan ini meluncurkan baterai sodium-ion sepuluh kali lebih murah dari lithium, tahan 25 tahun, dan mampu bekerja pada suhu ekstrem.

Sementara itu Tongwei Group berdiri di hulu rantai pasok energi surya global, menguasai produksi polysilicon dan sel  -dua tahap paling mahal dan vital dalam industri panel surya (photovoltaic). Tongwei adalah jantung yang memompa bahan baku dan teknologi dasar bagi seluruh panel surya di dunia. 

Di sisi lain, Wingtech Technology menandai perluasan pengaruh China Inc. ke sektor semikonduktor Eropa lewat akuisisi Nexperia, perusahaan Belanda yang memasok chip daya bagi industri otomotif global. Kepemilikan ini memperkuat kontrol Cina atas segmen mature nodes meski bukan chip paling mutakhir namun krusial untuk kendaraan listrik.

Pengambilalihan anak perusahaan Wingtech, Nexperia, di Belanda memicu ketegangan serius pada rantai pasok semikonduktor otomotif. Pemerintah Belanda mengganti CEO Nexperia Zhang Xuezheng dengan interim CEO Stefan Tilger, memicu kekhawatiran gangguan produksi di banyak pabrik. Sebagai respons, China menghentikan ekspor produk Nexperia, membatasi akses ke komponen vital seperti kantung udara dan kunci sentral. Larangan ekspor ini membuat produsen mobil di Uni Eropa, Inggris, dan Jepang memberikan peringatan bahwa kekurangan chip dapat menyebabkan penghentian produksi. Situasi ini mencerminkan ketegangan geopolitik yang berdampak langsung pada industri otomotif global.

Kebangkitan industri Cina khususnya “Tiga Baru” tidaklah terjadi secara kebetulan, karena seperti yang disebutkan oleh Ted C Fishman dalam buku “China, Inc How the Rise of the Next Superpower Challenges America and the World”. Menurutnya keberhasilan Cina karena negara itu menjalankan peran ganda: pengendali dan fasilitator. 

Negara membangun infrastruktur, menarik investasi asing, dan mengarahkan migrasi besar-besaran tenaga kerja dari pedesaan ke kawasan industri. Dengan memanfaatkan skala pasar domestik yang sangat besar, pemerintah menciptakan laboratorium ekonomi di mana jutaan pekerja, ribuan pabrik, dan ratusan perusahaan beroperasi dalam orkestrasi kebijakan nasional. Bank-bank milik negara diarahkan untuk mendukung industri strategis, sementara perencanaan jangka panjang menggantikan logika pasar harian.

Pada tahun 2000, Cina menyumbang 6% dari manufaktur global sedangkan tahun 2024 mencapai sekitar 27,7%, dengan nilai kurang lebih $4,66 triliun, menjadikannya sektor manufaktur terbesar di dunia. Cina Diperkirakan pada tahun 2030 menyumbang 45% dari manufaktur global.

Sementara itu di Samudra Pasifik, muncul gejala iri hati atas kemajuan Cina atau “China envy “seperti yang ditulis oleh wartawan  The New York Times, Li Yuan. Di tengah sorotan global terhadap kecepatan pembangunan dan inovasi di China, Li mengamati bahwa ekosistem teknologi dan startup di Silicon Valley kini mengalami kekaguman bahkan iri -cenderung meniru- terhadap kemampuan China membangun infrastruktur besar, menggelar mobil listrik dan baterai secara masif, serta meluncurkan perusahaan kecerdasan buatan dengan skala negara. Fenomena ini menurut Li Yuan tidak hanya soal kekaguman engineering semata, melainkan juga sinyal kegelisahan, bahwa model kebijakan, eksekusi dan koordinasi negara-korporasi di China mungkin menawarkan kecepatan dan efisiensi yang sulit ditandingi oleh sistem liberal Barat.

“Engineering State” (negara insinyur) demikian yang dikatakan oleh Dan Wang analis dari Gavekal Dragonomics, dan Beijing dapat memobilisasi sumber daya -dari rel kereta hingga pabrik baterai- dengan kecepatan yang mustahil dilakukan oleh Amerika Menurutnya Cina adalah negara yang memiliki kemampuan teknis dan kapasitas eksekusi, bukan negara wacana hukum atau debat politik. Hal inilah yang membedakannya dari Amerika, yang menurutnya sebagai “Masyarakat Advokat” (lawyerly society), negara yang mementingkan prosedur. Dalam pandangan Wang, semangat kewirausahaan yang dulu menjadikan Detroit simbol industri kini justru bersemayam di Shenzhen. Apa yang bagi Amerika terasa seperti masa lalu kejayaan manufaktur, bagi Tiongkok adalah masa depan yang sedang berlangsung. Beijing berhasil menggeser pusat gravitasi kapitalisme global dari Wall Street ke Yangtze Delta, dari Silicon Valley ke Shenzhen Bay.

Namun, keberhasilan Cina ini juga menimbulkan paradoks baru. Dunia kini menghadapi dua bentuk konsentrasi kekuasaan ekonomi, satu dijalankan oleh korporasi algoritmik tanpa kendali politik, satu lagi oleh negara-korporasi yang terpusat. “Empat Penunggang Kuda” di Barat dan “Empat Penunggan Kuda” clean -tech di Timur adalah cermin satu sama lain. Keduanya menunggangi kekuatan besar -data, energi, dan produksi- yang membentuk masa depan planet ini. Bedanya, di Barat kekuasaan itu terfragmentasi dalam tangan swasta, sementara di Timur dipusatkan dalam satu entitas -One China Inc..

Dalam dunia kontemporer perdebatan bukan lagi antara kapitalisme dan sosialisme, melainkan antara dua model koordinasi kekuasaan: pasar bebas tanpa arah dan negara-pasar dengan komando. Jika yang pertama menjanjikan kebebasan dengan ketidakpastian, maka yang kedua menawarkan efisiensi dengan kontrol. Keduanya kini berlomba mendefinisikan masa depan dunia. Dan seperti dalam kisah apokaliptik yang mengilhami Galloway, keempat penunggang kuda -baik versi Amerika maupun versi Cina- sedang menunggang menuju takdir yang sama: dunia di mana kekuasaan ekonomi, teknologi, dan politik melebur menjadi satu, entah di tangan algoritma, atau di tangan negara.rmol news logo article
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA