Jika sebelumnya Sugiarto ramai diberitakan mangkir, kali ini terdakwa hadir dengan menggunakan kursi roda. Nampak terdakwa mengenakan kemeja putih. Sementara anaknya, Steven Sinugroho yang juga berstatus terdakwa juga turut hadir dengan kemeja sama.
Adapun ahli yang dihadirkan adalah Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, Guru Besar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Dalam sidang tersebut, penasehat hukum terdakwa, Rihantoro Bayuaji, meminta pendapat ahli terkait kapasitas direktur utama nonaktif dan sudah mendelegasikan kewenangannya pada direktur, apakah masih bisa dimintai pertanggungjawaban.
Ahli menjawab dengan mengilustrasikan tindak pidana pemerkosaan. Di situ ada pelaku yang memegang kepala, tangan, kaki dan eksekutor. Sementara di luar ada orang yang tidak tahu dengan kejadian di dalam rumah tersebut. Sehingga orang di luar tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Intinya delegator lah yang bertanggungjawab, bukan delegan.
Jawaban ilustrasi ahli kemudian ditanyakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis. Ia menanyakan bagaimana seandainya pertanyaan itu di balik. Jika terjadi pemerkosaan dan orang di luar mengetahui kejadian tersebut tetapi diam saja dan bahkan dia bertugas memberi kode, apakah berarti orang tersebut tetap lolos dari jerat pidana.
Kali ini jawaban ahli mengikuti pertanyaan JPU. Bahwa orang tersebut bisa dijerat hukum.
Sementara hakim anggota, Edi Saputra Pelawi, sempat menanyakan pertanyaan berbeda pada ahli hukum pidana. Hakim Edi bertanya terkait dengan barang bukti yang masuk pidana, apakah bisa disahkan atau dilegalkan.
Pertanyaan ini membuat ahli Nur Basuki terdiam sesaat. Bahkan ahli meminta pertanyaan tadi diulang.
Setelah pertanyaan diulang, ahli mengatakan bahwa pertanyaan itu membuatnya susah menjawab.
Yang jelas setahu ahli, barang bukti pidana tidak bisa dilegalkan.
Pada saat bersamaan, ketua majelis hakim Pujiono mengatakan bahwa keterangan ahli tidak membahas fakta. "Ya, ada niat atau tidak, nanti terdakwa dan JPU yang harus membuktikan faktanya," terang Pujiono sembari menjelaskan agenda sidang pekan depan adalah pemeriksaan terdakwa. Dan palu hakim diketok tanda sidang ditutup.
Wartawan DiintimidasiUsai palu hakim diketok, terjadi ketegangan antara wartawan dan orangnya terdakwa. Saat itu wartawan hendak mengambil foto usai hakim menutup sidang, tiba-tiba dia diseruduk atau disenggol dengan sengaja dari belakang. Beruntung handphone wartawan tidak jatuh.
Di sinilah intimidasi terjadi. Orang tersebut mengintimidasi dengan menanyakan alasan wartawan memotret dan meliput. Dia juga mengancam agar foto tadi dihapus.
RMOLJatim juga diancam tidak boleh memotret. Padahal memang tidak memotret.
Seorang petugas jaga ruang sidang mencoba menghampiri tapi bukannya melerai, dia juga meminta foto tersebut dihapus.
Miris sekali.
RMOLJatim mendekat ke penjaga ruang sidang dan menjelaskan bahwa ruang sidang merupakan tempat publik. Siapa pun boleh hadir bahkan memotret selama tidak menganggu persidangan.
Aturan main di Pengadilan Negeri Surabaya, awak media diperbolehkan memotret sebelum palu hakim diketok pertanda dimulai sidang atau sesudah palu hakim diketok pertanda sidang ditutup/selesai.
Sidang kasus sianida impor ilegal ini memang sudah aneh sejak awal. Meski sidang digelar terbuka, tetapi sepi dari pemberitaan media. Hampir semua wartawan yang ngepos di pengadilan kompak tidak memberitakannya.
Yang semakin aneh adalah larangan terhadap awak media meliput sidang. Ini tindakan konyol dan gegabah. Kalau balik ditanya, apa dasar mereka melarang media meliput. Hal ini tentu melanggar hukum serta prinsip kebebasan pers.
Sudah dijelaskan dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bahwa UU menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Pasal 4 ayat (1) menyatakan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, dan ayat (2) serta (3) mengatur tentang hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Sanksi pidana: Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan, siapa pun yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas wartawan dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Secara hukum, wartawan dilindungi saat menjalankan tugasnya. Secara kode etik wartawan harus menghormati hak privasi narasumber, kecuali untuk kepentingan publik. Dan sidang ini adalah kepentingan publik.
Orang tadi yang melarang wartawan kemudian berlalu dengan mendorong kursi roda terdakwa sembari meninggalkan lokasi sidang. Petugas jaga melanjutkan tugasnya seolah tidak terjadi apa-apa.
Jadi, kalau memang sidang kasus sianida impor ilegal dilarang, sekalian saja meminta pengadilan menjadikan sidang tertutup. Sehingga sidang tidak selintutan dan saling curiga seperti ini. Beres kan.
Versi Penasehat HukumBerkaitan perkara pidana perdagangan barang berbahaya sodium cyanida yang disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya, penasehat hukum terdakwa, Ridwan Rachmat dan Rohmad Amrulloh, memberi keterangan secara tertulis.
Begini, bahwa barang yang diperoleh PT Sumber Hidup Chemindo ataupun oleh Steven Sinugroho secara sah dan legal.
PT Sumber Hidup Chemindo adalah pelaku usaha perdagangan besar bahan berbahaya yang memiliki Nomor Induk Berusaha dengan klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 46653 untuk melakukan pendistribusian B2 sebagaimana ketentuan Peraturan Kementerian Perdagangan RI Nomor 07 Tahun 2022 tentang Perindustrian dan Pengawasan Bahan Berbahaya.
Disebutkan pula bahwa, sebagai Distributor B2 PT. Sumber Hidup Chemindo memperoleh barang dari PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) sebagai Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) yang memiliki izin untuk mengimpor dan mendistribusikan Bahan Berbahaya (B2).
Selain itu, PT SHC juga mendapatkan barang yang diperoleh dari PT. Sarinah yang juga memiliki izin sebagai IT-B2. Sehingga seluruh perolehan barang PT SHC adalah barang yang sesuai hukum dan dapat di distribusikan oleh PT SHC. Barang B2 sebagaimana dimaksud adalah dari Taekwang Ind.Co.Ltd Korea.
Terhadap barang berupa B2 dari Hebei Chengxin, pada akhir tahun 2023, telah terjadi kerjasama antara Steven Nugroho dengan PT. Satria Pratama Mandiri untuk usaha pertambangan. Dalam rangka menjalankan usaha pertambangan tersebut membutuhkan B2 diantaranya adalah sodium sianida, yang mana pengadaannya akan dilakukan oleh Steven Sinugroho.
Berdasarkan kerja sama antara Steven Sinugroho dengan PT. Satria Pratama Mandiri tersebut, Steven Sinugroho mengurus izin importasi di Kementerian Perindustrian. Sehingga seluruh proses perizinan importasi telah dilakukan hingga keluar izin/rekomendasi untuk impor, dan selanjutnya Steven Sinugroho melakukan importasi barang dari Cina, dengan merk Hebei Chengxin.
Barang tersebut diperuntukkan pertambangan, namun karena kesiapan PT Satria Pratama Mandiri untuk penambangan belum final, maka untuk menghindari kerugian atas barang tersebut Steven Sinugroho melakukan penjualan terhadap B2 yang telah diimpor. Mengingat barang tersebut terdapat masa
expired.
Disebutkan pula bahwa untuk menyikapi minimnya ketersediaan B2 untuk pertambangan emas di Indonesia, Steven Sinugroho kembali mengimpor B2 dengan menggunakan perizinan yang telah diperoleh dari Kementerian Perdagangan, dengan maksud untuk menindaklanjuti kerja sama dengan PT SPM. Barang-barang tersebut hingga saat ini masih berada di Gudang PT. Sumber Hidup Chemindo di komplek Pergudangan Margomulyo Indah, Surabaya.
Bahwa, oleh karena B2 sebagaimana terurai di atas diperoleh secara sah oleh PT SHC dan Steven Sinugroho, maka terhadap seluruh barang B2 yang terletak di Gudang milik PT SHC di
Pergudangan Margomulyo tidak patut dilakukan penyitaan. Barang-barang tersebut seharusnya tetap bisa dilakukan penjualan dan dapat dipergunakan oleh PT SPM untuk melanjutkan kegiatan pertambangan emas.
Bahwa, jika terdakwa dianggap bersalah karena melanggar pasal 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, maka Pemerintah sebagaimana kewajibannya yang melekat pada UU Perdagangan tersebut seharusnya melakukan pembinaan dan pengawasan bukan tiba-tiba melakukan pemidanaan.
Hal demikian menurut penasehat hukum, tidak sesuai misi Pemerintah untuk melakukan Percepatan Pembangunan. Kami sungguh menyayangkan terjadinya perkara ini, karena hingga saat ini, klien kami tidak pernah mendapatkan Surat Peringatan sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan dari Pemerintah.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa semenjak awal pemeriksaan di Mabes hingga tahap persidangan seperti saat ini, koorperatif dan tidak pernah menghambat atau pun mangkir di persidangan. Pada hari Rabu 1 Oktober 2025, Terdakwa, Penasihat Hukum, JPU dan Majelis Hakim melakukan pemeriksaan setempat di Gudang Margomulyo.
Namun pihaknya juga menyayangkan, adanya pemberitaan bahwa terhadap perkara tersebut tidak digelar, sehingga terkesan tidak ada persidangan, sekalipun telah dicatat pada website SIPP PN Surabaya.
Pihaknya juga keberatan terhadap pemberitaan yang menyatakan Terdakwa Mangkir pada persidangan tanggal 8 Oktober 2025 karena di tanggal itu ada persidangan terhadap Steven Sinugroho dan Sugiarto Sinugroho dengan waktu yang berbeda karena saksi Ahli yang hendak dihadirkan JPU juga berbeda.
Penasihat hukum merasa sangat keberatan terhadap pemberitaan yang menyudutkan kliennya.
Dikatakan bahwa kliennya sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Bahkan, hingga saat ini, tidak ada upaya atau tindakan kliennya yang mengarah pada upaya menghalangi atau membuat agar persidangan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Kliennya juga berharap persidangan ini dapat mengungkapkan apa sebenarnya yang terjadi pada diri klien dan Perusahaan kliennya, sehingga nama baik dan martabat klien, keluarga klien, dan perusahaan kliennya kembali baik seperti semula.
Keterangan tertulis ini disampaikan penasehat hukum sebagai bentuk perimbangan atas pemberitaan atau opini atas permasalahan yang terjadi pada terdakwa Steven Sinugroho dan Sugiarto Sinugroho.
Noviyanto AjiWapemred RMOLJatim
BERITA TERKAIT: