Analisis dilakukan dengan merujuk pada hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Latar Belakang Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 diterbitkan untuk mengatur kerja sama pengelolaan bagian wilayah kerja dalam rangka peningkatan produksi minyak dan gas bumi nasional.
Latar belakang regulasi ini tercermin dalam konsiderans “Menimbang” Permen ESDM 14 Tahun 2025, yang menegaskan kebutuhan optimalisasi produksi migas melalui mekanisme kerja sama yang lebih jelas dan terstruktur.
Tujuan utama pengaturan ini adalah memberikan kepastian hukum dan tata kelola yang transparan serta akuntabel dalam pelaksanaan kerja sama pengelolaan wilayah kerja migas dan menyesuaikan regulasi dengan dinamika industri migas dan kebijakan pemerintah untuk mendukung ketahanan energi nasional.
Permen ini merupakan tindak lanjut dari kebutuhan untuk memperkuat regulasi kerja sama pengelolaan wilayah kerja migas, sehingga dapat mendukung peningkatan produksi nasional dan memastikan tata kelola yang baik di sektor energi dan sumber daya mineral. Ilustrasi bagan pengaturan dalam Permen dimaksud dapat dilihat di
permen-esdm-14-tahun-2025.
Kewenangan Masyarakat Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pengelolaan migas hanya dapat dilakukan oleh Badan usaha milik negara (BUMN), Badan usaha milik daerah (BUMD), Koperasi, Usaha kecil dan Badan usaha swasta yang memenuhi persyaratan tertentu.
Masyarakat umum secara perorangan tidak diberikan kewenangan untuk mengelola sumur migas secara langsung. Seluruh kegiatan usaha migas harus dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat (Pasal 5 ayat (1) UU 22/2001).
Pengelolaan migas juga harus memenuhi persyaratan teknis, lingkungan, dan keselamatan kerja yang ketat, sehingga hanya badan usaha yang memenuhi standar dan memperoleh izin yang dapat melaksanakan kegiatan tersebut.
Dengan demikian, masyarakat umum tidak dibebaskan untuk mengelola sumur migas secara langsung, melainkan harus melalui badan usaha yang telah memenuhi persyaratan dan memperoleh izin sesuai ketentuan perundang-undangan.
Definisi dan Status Hukum “Sumur Masyarakat”
Istilah “sumur masyarakat” tidak dikenal sebagai istilah hukum formal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 maupun peraturan pelaksananya. Dalam praktik, istilah ini merujuk pada sumur minyak tua yang dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat, biasanya tanpa izin resmi dan di luar mekanisme badan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU 22/2001.
Berdasarkan Pasal 1 UU 22/2001, tidak terdapat definisi “sumur masyarakat”; yang diatur adalah sumur minyak sebagai hasil proses alami berupa hidrokarbon. Pengelolaan sumur minyak tua oleh masyarakat hanya diakui secara hukum apabila dilakukan oleh BUMD atau koperasi yang telah memperoleh izin dari Menteri ESDM, sesuai Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) UU 22/2001.
Pengusahaan sumur tua oleh masyarakat secara perorangan atau kelompok tanpa badan usaha dan izin resmi tidak diperbolehkan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kecukupan Permen ESDM 14 Tahun 2025 Permen ESDM 14 Tahun 2025 berfungsi sebagai instrumen pengaturan teknis pelaksanaan kerja sama pengelolaan bagian wilayah kerja untuk peningkatan produksi migas.
Secara hierarki, Permen ini bukan merupakan payung hukum utama dan tetap memerlukan dasar hukum dari peraturan yang lebih tinggi, yaitu: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009).
Permen ESDM 14 Tahun 2025 hanya mengatur aspek teknis dan operasional, sedangkan prinsip-prinsip dasar, kewenangan, dan batasan hukum tetap diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atasnya.
Asas
lex superior derogat legi inferiori (Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU 12/2011) menegaskan bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Jika terdapat kebutuhan pengaturan yang lebih fundamental atau perubahan prinsipil, maka perubahan atau penegasan pada tingkat Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah tetap diperlukan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih kuat.
Dengan demikian, Permen ESDM 14 Tahun 2025 sudah memadai sebagai pengaturan teknis operasional, namun tidak dapat berdiri sendiri sebagai payung hukum utama tanpa dukungan dan konsistensi dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pemahaman yang Harus Dimiliki Masyarakat
Permen ESDM 14 Tahun 2025 mengatur secara teknis tata cara kerja sama pengelolaan bagian wilayah kerja migas, dengan penekanan pada peran BUMD, koperasi, dan UMKM. Pengelolaan sumur migas tidak diberikan langsung kepada masyarakat perorangan, melainkan hanya dapat dilakukan melalui badan usaha yang memenuhi persyaratan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Permen ESDM 14 Tahun 2025 serta Pasal 9 ayat (1) UU 22/2001.
Masyarakat yang ingin terlibat harus berpartisipasi melalui badan usaha yang sah dan telah memperoleh izin dari pemerintah, sesuai Pasal 5 dan Pasal 9 UU 22/2001. Permen ini juga mengatur kewajiban pemenuhan persyaratan lingkungan dan keselamatan kerja yang ketat (Pasal 15 huruf f-j Permen ESDM 14 Tahun 2025).
Pembagian hasil dari pengelolaan sumur minyak masyarakat diatur secara proporsional, di mana kelompok masyarakat yang berpartisipasi berhak menerima imbalan tertentu (Pasal 27 ayat (2) Permen ESDM 14 Tahun 2025).
Permen ini merupakan pengaturan teknis yang pelaksanaannya harus tetap merujuk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU 22/2001 dan PP 35/2004, sehingga masyarakat harus memahami bahwa segala bentuk pengelolaan sumur migas tetap harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku secara nasional.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Permen ESDM 14 Tahun 2025 merupakan instrumen pengaturan teknis yang penting dalam pengelolaan sumur migas, namun tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan peraturan yang lebih tinggi. Masyarakat umum tidak dibebaskan untuk mengelola sumur migas secara langsung, melainkan harus melalui badan usaha yang sah dan berizin.
Disarankan agar setiap inisiatif pengelolaan sumur migas oleh masyarakat dilakukan melalui BUMD, koperasi, atau UMKM yang telah memenuhi persyaratan hukum dan memperoleh izin dari pemerintah, serta selalu mematuhi standar lingkungan dan keselamatan kerja.
*Penulis adalah praktisi hukum
BERITA TERKAIT: