Pertama, penguatan elektoral dari basis Nahdliyin. Meskipun nama Mahfud MD pernah dipertanyakan level ke-NU-annya jelang Pilpres 2019 lalu, tapi Mahfud termasuk figur yang telaten dalam memelihara silaturahmi dengan para Kiai sepuh dan jaringan pesantren.
Kedekatan Mahfud dengan simpul-simpul kekuatan politik Nahdliyin itu bisa menghadirkan insentif elektoral dari basis santri Jawa dan Madura.
Dengan demikian, nama Mahfud MD berpeluang mengganjal target mesin politik PKB yang hendak mengkonsolidasikan basis pemilih Nahdliyin kepada elektabilitas Muhaimin Iskandar.
Kedua, Mahfud MD memiliki pengalaman paripurna dalam praktik pemerintahan. Ia sudah pernah menjalankan tugas negara di semua cabang kekuasaan trias politika, baik eksekutif sebagai menteri, legislatif sebagai anggota DPR RI, maupun yudikatif selaku ketua MK.
Bekal pengalaman itu bisa menguatkan narasi, argumen dan pilihan kebijakan dalam debat publik pasangan capres-cawapres ke depan, di mana
swing voters dari kalangan menengah terdidik cukup dipengaruhi oleh kualitas argumen para kontestan.
Namun demikian, tantangan yang dihadapi Mahfud adalah ketiadaan dukungan partai politik, karena saat ini ia tidak berafiliasi pada partai politik. Namun Mahfud tetap bisa maju jika PDIP sendiri memberikan
political guarantee atau jaminan politik dalam skema pencawapresannya.
Di sisi lain, besar kemungkinan basis pemilih loyal PPP bisa menerima nama Mahfud MD. Namun perlu diantisipasi dan diperhitungkan juga jika Sandiaga Uno yang saat ini menggunakan simbol PPP akhirnya benar-benar tidak diberi porsi dalam kontestasi pilpres ke depan.
PDIP harus bisa memastikan hal itu tidak berdampak pada loyalitas dan efektivitas mesin politik PPP terhadap ikhtiar politik pencapresan Ganjar Pranowo.
*
Penulis adalah dosen ilmu politik Universitas Paramadina
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: